Makalah Biografi Muhammad Iqbal Serta Pemikiranny tentang Islam dinamis
Dra. ROKIBA HASIBUAN
PENDAHULUAN
Iqbal adalah tokoh pemikiran dalam islam yamg kejeniusannya tumbuh dan dikagumi di kalangan cendekiawan dan penyair besar, ayahnya yakin bahwa burung cantik dalam mimpi yang ia alami itu merupakan symbol dari roh Iqbal (the spirit of Iqbal). Mimpi yang terjadi menjelang kelahiran Iqbal ini sebagai prophetia dream yang diyakini oleh Iqbal (dipandang Abd. Al-Hakim) sebagai keyakinan seorang yang memiliki karakter sensitive mind and spiritual learnings[1]. Terlepas dari pandangan seperti ini, tampaknya dapat pula dikatakan bahwa upaya menghubungkan mimpi dengan kelahiran dan perkembangan kejeniusan tersebut sekaligus sekaligus merupakan gambaran obsesi dari ayah Iqbal. Dengan demikian kemudian Iqbal benar – benar menjadi pemikir besar disamping potensi yang teloah ada padanya, juga karena lingkungan sosial dan berturunnya potensi tersebut dengan orang – orang semacam W. Arnold, serta dengan pemikiran – pemikiran Rumi, Nietzche, Ibn Thaimiyah dan lain – lain.
Dengan cara pandang seperti itu tidak berarti bahwa Iqbal hanya sekedar penerus dan pengkopi pemikiran – pemikiran yang telah berkembang sebelumnya, akan tetapi sebagaimana dikatakan oleh Siddiqi, seorang jenius besar memiliki kemampuan mengasimilasi berbagai ide dari banyak sumber untuk kemudian merumuskan sebagai pendapat sendiri.[2] Maka makalah ini akan mengkaji tentang islam dinamis, tela`ah terhadap pemikiran Muhammad Iqbal.
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Punjab Barat Laut. Mengenai waktu kelahiran secara tepat, terdapat perselisihan, seperti dikemukakan oleh A. Schinmel dalam The Date of M. Iqball`s Birth, bahwa kelahiran Iqbal tanggal 22 februari 1873, tetapi dalam tesisnya, penyair (Iqbal) itu sendiri menuliskan tanggal kelahiran 2 Dzul al-qaidah 1294 H / 1876 M. mengingat tahun 1294 Hijriah dimulai bersamaan dengan januari 1877 M. bersesuaian dengan 2 Dzul al-qaidah 1294 M, maka tanggal 9 November 1872 bersesuaian dengan perbedaan fase kehidupan Iqbal di callege dan Universitas dibandingkan tahun 1973.[3] mengenai kekeliruan tanggal kelahiran Muhammad Iqbal yang menyamakan tahun 1294 dengan 1876 dapat terjadi karena kemungkinan reformasi yang ia terima dari bapaknya memang telah keliru, kekeliruan bapaknya itu tampaknya karena itu lebih memperhatikan tanggal Hijriah dibandingkan dengan tanggal Masehi, sehingga penulisan tanggal hijriah lengkap sedangkan untuk masehinya hanya tahun saja yang tertulis.
Keluarga Iqbal berasal dari Khamsir. Bapaknya seorang pedagang kecil kemungkinan buta huruf, namun ia adalah seorang muslim yang sangat ikhlas, shahih lahi sufi, yang mendorong anaknya untuk secara teratur menghafal al-quran, demikian berpengaruh terhadap prilaku Iqbal dalam hidupnya secara menyeluruh.[4] Megenai nama ibunya Schimmul tidak menyebutnya, namun dari syair yang dikutipnya tampak bahwa ibu Iqbal adalah seorang wanita taat beragama, besar kecintaannya pada anaknya, demukian pula Iqbal juga mencintainya.[5] Jika pewarisan itu dapat terjadi secara fisik berdasarkan gen, tampaknya demikian pula secara spiritual. Dan inilah yang terjadi pada diri Iqbal yang lahir dari ibu bapak yang sama – sama taat beragama. Iqbal belajar yang pertama kali di the Scottish Mission College dikampung halamannya di Sialkot. Diantara guru-gurunya, selalu memberikan dorogan bagi kemajuan pelajar muda itu yang tampak tertarik pada sastra dan agama begitu cepat. Sesudah menikah, Iqbal hijrah ke Lahora pada tahun 1895 untuk melanjutkan study tingkat atasnya : ke kota yang merupakan salah satu pusat keagamaan dan kebudayaan di negara itu sejak Ghaznawi berkuasa pada abad XI dan XII, dan khususnya pada priode akhir Mongol di sekolah inilah Iqbal berjaya dapat bertemu dengan Orientalis Inggris terkenal Sir Thomas Arnold yang segera menyadari kemampuan Iqbal.[6] Menurut Harun Nasution terdapat keterangan bahwa Sir Thomas adalah yang mendorng pemuda iqbal untuk melanjutkan study di Inggris.[7] Ia berangkat ke Inggris pada tahun 1905 belajar falsafah dan hukum, guru terkemukanya di Cambridge adalah nco-Hegelian Motaggart. Pada tahun 1907 ia meninggalkan Inggris menuju jerman, mempelajari bahasanya di haidelbarg dan mengajukan tesisnya tentang perkembangan metafisika di Persia (The development of Metaphisich in Persia) bulan November 1997 di Universitas Munich.[8]
Sesudah memperoleh gelar Dr. Phil dari Munich, Iqbal kembali ke London, memberi kuliah di musim semi 1908 tentang topic – topic keislaman, kemudian kembali ke India pada musim panas.[9] Sejak itu ia memberikan kuliah – kuliah tentang filsafat dan sastra inggris. Ia juga terjun sebagai pengacara. Akan tetapi beberapa waktu kemudian ia berhenti mengajar, untuk selanjutnya ia mengkonsentrasikan diri pada bidang hukum.[10] Pada akhir tahun 1928 dan minggu – minggu pertama tahun 1929 ia memberikan kuliah di universitas tersebut yang kemudian dipublikasikan dengan judul Six Lectures on the Recontruction thought in islam (pada edisi berikutnya hanya : The Reconstruction…) merupakan esensi falsafah karya iqbal.[11] Dalam bidang politik, karir Iqbal mencapai puncaknya ketika di pilih menjadi presiden Liga Muslimin pada tahun 1930 ketika itulah ia mengemukakan gagasannya yang amat monumental tentang perlunya mewujudkan negara tersendiri bagi kaum muslimin yang terpisah dengan India yang Hindu.[12]
Pada bulan – bulan terakhir tahun 1931 iqbal mengikuti konfrensi meja bundar II di London. Sekembalinya dari sana ia menghadiri Kongres Muslim Dunia di Jerussalem. Pada tahun 1932 Iqbal kembali lagi ke London untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar III.[13] Di pagi hari tanggal 21 april 1938 ia meninggal dunia dalam usia 67 tahun. Dan memang ia meninggal dengan senyum ketenangan, seraya bibirnya menyebut Allah.[14]
B. KEADAAN MUSLIM INDIA
Komunitas muslim India sebagaimana juga komunitas muslim di kawasan yang lain di hadapkan pada persoalan keterbelakangan yang amat jauh bila dibanding dengan dunia barat yang modern. Disamping itu komunitas muslim India juga diharapkan pada persoalan yang spesifik jika dibanding dengan saudara – saudaranya dikawasan lain.
1. Mereka hidup ditengah – tengah komunitas hindu yang mayoritas, yang secara etnis cultural dan agama amat berbeda. Hal seperti ini menjadi kendala bagi upaya – upaya mengejar keterbelakangan dan ketertinggalan dengan dunia barat. Sementara itu sebab – sebab utama ketertinggalan tersebut sebagaimana terjadi dikawasan yang lain, terjadi pula dikawasan yang didiami oleh komunitas muslim India ini.
2. Stagnasi intelektual dalam wujud berkembang dan suburnya faham jabariyah dan tertutupnya pintu ijtihad.
3. Stagnasi sosial karena potensi umat terserap kedalam sikap hidup zuhud dan thariqat, serta lenyapnya faham rasional yang menjadi dasar utama ilmu pengetahuan dan teknologi.
Iqbal tampil / memberi respon tidak saja terhadap problem spesifik komunitas muslim India, tetapi juga terhadap problema umum yang di hadapi oleh komunitas muslim di dunia islam secara keseluruhan. Respon yang ia berikan terhadap problem spesifik komunitas muslim India ia kemukakan pada tahun 1930 dalam rapat tahunan liga muslim, membentuk negara tersendiri bagi komunitas muslim yang terpisah dari India yang hindu. Ketika ia menyatakan : I Would Like To See the Punjab, Nort West Frontior Province, Sind and Balochistan Amalgamated Into a single state ( saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan barat laut, sindi dan balukistan menyatu menjadi satu negara ).[15] Kelanjutannya pada tanggal 14 agustus 1947 lahir sebuah negara yang bernama Pakistan. Iqbal yang telah menyatakan perlunya negara tersendiri bagi komunitas muslim tersebut kemudian di pandang sebagai bapak Pakistan.[16]
C. PEMIKIRAN – PEMIKIRAN IQBAL
Sebenarnya semula sebelum pergi ke eropa – Iqbal adalah seorang nasionalis India (an India nasionalist) yang menginginkan persatuan komunitas muslim dan komunitas hindu dalam satu tanah air, India. Namun setelah kembali dari eropa ia menjadi pelopor pan islam (a champion of muslim nationhood).[17]
1). Obsesi Iqbal mengenai terbentuknya negara tersendiri bagi komunitas muslim tidaklah bertentangan dengan faham pan islam. Ia menyatakan bahwa islam bukan nasionalisme dan bukan pula imperialisme, melainkan sebuah lembaga bangsa – bangsa yang mengakui adanya perbatasan – perbatasan artificial semua perbedaan rasial untuk mempermudah perkenalan belaka, dan bukan untuk membatasi cakrawala sosial para anggotanya.[18] Berdasarkan uraian ini tampak bahwa sekalipun Iqbal secara eksplisit menolak nasionalisme, namun secara implicit ia mengakui pentingnya nasionalisme yang tersubordinasi pada pan islam. Ia memang menolak faham nasionalis hanya karena di eropa faham tersebut mengandung bibit meterialisme dan atheisme. Disamping itu ia curiga adanya “konsep hinduisme dalam bentuk baru”.[19] Pada faham nasionalis India.
2). Respon Iqbal terhadap stagnasi intelektual umat islam termasuk juga komunitas muslim India ia sampaikan melalui kajian antara lain tentang ego manusia: kebebasan dan keabadiannya.[20] Iqbal mengemukakan adanya kebebasan manusia, sebagai dasar adanya pertanggung jawaban. Ia memandang ego sebagai “a free personal causality”[21] yang dengan demikian ia menolak faham jabariyah, selanjutnya Iqbal mengemukakan bahwa faham tertutupnya pintu ijtihad sebagai “purofiction”[22]. Sebagai semata-mata fiksi, karena ijtihad itu sebenarnya merupakan elan vital bagi dinamika islam, tentu penutupan pintu ijtihad itu sama sekali tidak dapat dicarikan dasar legitimatifnya. Iqbal melihat adanya kominasi kaum konsertatif terhadap faham rasionalis dengan cara menggunakan otoritas syariat untuk membuat umat tunduk dan diam, sebagai salah satu sebab terjadinya kebekuan hukum islam yang pada gilirannya menjadikan ijtihad sebagai suatu yang terlarang. Hal itu dilakukan semata-mata demi stabilitas sosial untuk mendukung kesatuan politik. Dalam kaitan dengan ini, upaya yang ditempuh oleh ibn taimiyah menolak pendirian bahwa keempat mazhab telah membahas semua persoalan yang dengan demikian ijtihad tidak diperlukan lagi, menarik minat Iqbal.[23]
3). Selanjutnya Iqbal melihat kezuhudan juga turun bertanggung jawab terhadap kemunduran umat, karena umat akan terbawa pada penolakan hidup materi untuk semata mencurahkan seluruh potensi pada ritus-ritus keagamaan semata.[24] Dalam kaitannya dengan ini tampaknya kezuhudan yang berpengaruh di India juga di persubur oleh faham – faham keagamaan di luar islam seperti faham agama budha, yang penganjur utamanya yaitu ghautama jelas-jelas telah melepas kehidupan materialnya dalam upaya untuk menemukan hakikat hidup nirwana.
Jatuhnya kota Baghdad menurut Iqbal merupakan puncak penyebab kebekuan intelektual kaum muslimin. Seperti diketahui Baghdad merupakan pusat kemajuan pemikiran islam sampai pertengahan abad ketiga hijriyah. Ditambah lagi adanya sikap kaum konserpatif menolak negara untuk pembaharuan dalam bidang hukum islam untuk kemudian berpegang teguh pada produk ijtihad ulama pada masa dahulu, benar – benar mempunyai peranan besar terhadap terjadinya stagnasi intelektual tersebut. Terapi yang diberikan oleh Iqbal ialah menghidupkan kembali upaya ijtihad secara bebas. Lebih jauh iqbal mengemukakan pentingnya pemindahan otoritas ijtihad dari wakil – wakil mazhab kepada dewan islam, dan ia menyatakan inilah kemungkinan ijma` dewasa ini dapat terjadi.[25] Ijtihad berarti upaya mencurahkan segenap kemampuan intelektual, dan ini berarti menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Bahkan menurut Iqbal ijtihad merupakan “the principle of movement in the structure of islam”.[26] Dengan demikian dalam konsep ijtihad terdapat pula aspek perubahan , karena dengan adanya perubahan itulah ijtihad perlu dilakukan. Dengan adanya perubahan, sekaligus perkandungan dinamika kehidupan umat manusia, bahkan juga dinamika alam semesta. Dari sinilah Iqbal amat cerdik sekali menemukan ajaran dinamisme. Ia menangkap adanya prinsip dinamika hamper pada semua segi, termasuk jatuh bangunnya suatu umat juga tidak terlepas dari prinsip dinamika ini. Harun nasution menyimpulkan bahwa faham dinamisme yang ditonjolkan inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India.[27] Memang terapi Iqbal dengan faham dinamikanya ini amat tepat dilihat dari sudut keminoritasan komunitas muslim ditengah – tengah komunitas hindu yang mayoritas, karena dengan menyuntikkan kapsul dinamika itu kedalam komunitas muslim menyebabkan mereka dapat tampil dengan eksistensi secara penuh.
Dalam syair-syairnya sebagaimana dinyatakan oleh harun nasution Iqbal mendorong umat islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam, intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru.[28] Untuk keperluan ini umat islam harus menguasai ilmu dan teknologi, dengan catatan agar mereka belajar dan mengadopsi ilmu dari barat tanpa harus mengulangi kesalahan barat memuja kekuatan materi yang menyababkan lenyapnya aspek etika dan spiritual.[29]
DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad, Aziz M, “Iqbal`s political theory” dalam Ashraf, Muhammad, Iqbal as A Thinker, Muhammad Ashraf, Lahore, 1944.
- Al-Biruni, A. H, Makers Of Pakistan And Modern Muslim India, Ashraf Press, Lahore, 1950.
- Abdul Hakim, Khalifah Abdul, “Renaissance in Indo-Pakistan : Iqbal dalam Syarif, MM. (Ed), A History Of Muslim Philosphy, Vol II. Otto Harrassowitz. New Delhi, 1981.
- Iqbal Muhammad, The Reconstruction Of Religious Thought In Islam, kitab Bhvan, New Delhi, 1981.
- Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam. : Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1988.
- Rosenthal, EIJ, Islam In The Modern National States, University Press, Cambridge,1965.
- Schimmel, Annemarie, Gabriel`s Wing : A Study Into The Religious Ideas Of Sir Muhammad Iqbal, EJ Brill, Leiden, 1963.
- Islam In The Indian Subcontiment, EJ, Brill, Leden, 1980.
- Siddiqi, Razi-ud-din, Iqbal`s Conception Of Time and Space dalm Ashraf, Muhammad, Iqbal as A Thinker, Muhammad Ashraf, Lahore, 1944.
- Vahid, Abdul, Iqbal : His Art in Thought, Muhammad Ashraf, Lahore, 1948.
______________
[1] Abd. Al-Hakim “Renaissance in indo – Pakistan : Iqbal”. Dalam M.M. Syarif (ED), A. History of Muslim Philosophy. Val.II, hal 1615.
[2] Razi Ud-Din Siddiqi, “Iqbal`s Conteption of time and space dalam Muhammad Ashraf (Cooll), Iqbal as A. Thinke, hal 1.
[3] Schimmul , Annemarie, Gabriel`s Wing A. Study Into The Religious Ideal Of Sir Muhammad Iqbal E.J Brill, Leidel, 1963.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid. hal 35-6, lihat pula Abdul Vahid, Iqbal : His Art And Thought, hal 4-5, demikian juga A. Schimmel, islam in the Indian subcontiment, hal 223.
[8] A. Schimmel, Islam… loc, cit, lihat juga A. Schimmel, Gabriol…op…cit…hal 37-8.
[9] Ibid. hal 39.
[10] Abdul Vahid, Op cit..hal.14.
[11] Ibid. hal 24-5, juga A. Schimmel, Gabriel.. cit… hal 49.
[12] Al-Biruni, Makers of Pakistan and moden Muslim India, hal 180-1.
[13] A. Scammel, Islam, op, cit, hal 226.
[14] Abdul Vahid, op, cit, hal 34-5.
[15] A. Schimmel, Islam…op…cit, hal 226 dan al-Biruni, op , cit, hal 180.
[16] Harun Nasution, op, cit, hal 194.
[17] Al- Biruni, op, cit, hal 174.
[18] Mohammad Iqbal, The Reconstruction Of Religious Thought In Islam, hal 159.
[19] Harun Nasution, op, cit, hal 193.
[20] Mohammad Iqbal , op, cit, hal 193.
[21] Ibid. hal 108.
[22] Aziz Ahmad, “Iqbal`s Political theory”, dalam Muhammad ashraf, Iqbal As a Thinker, hal 260.
[23] Bandingkan dengan harun nasution, op, cit, hal 191-2 juga mohammad iqbal, op, cit, hal 149-52.
[24] Ibid (Harun nasution), hal 151 dan ibid (Mohammad Iqbal), 150-1.
[25] EIJ. Rosental . islam in the modern national states, hal 205, dan mohammad iqbal, op, cit, hal 174.
[26] Mohammad Iqbal, ibid, hal 148.
[27] Mohammad Iqbal, Ibid, hal 148.
[28] Harun Nasution, op, cit, hal 192.
[29] Abdul Hakim, op, cit, hal 1619.