Konsep Ad-Din | Al-Din Menurut Al-Attas

 Maklah Konsep Ad-Din  Menurut Al-Attas 

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Al-Din

Ad-din merupakan istilah yang banyak terdapat dalam Alquran. Di dalam Alquran, terdapat lebih kurang 101 ayat yang menyebutkan istilah ini[1]. Istilah ad-din berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata kerja dana-yadinu. Menurut bahasa Arab arti asalnya adalah hutang atau memberi pinjaman.[2] Kemudian diartikan pula dengan: taat, balasan, adat, pahala, ibadah, ketentuan, paksaan, tekanan, kerajaan, pengaturan, perhitungan, undang-undang, hukum, tauhid, hari kiamat, perjalanan hidup, siasat, wara’, nasehat, keputusan, tunduk, dan agama. Dengan demikian arti ad-din amat luas sekali [3].

Sebagian besar ayat Alqur’an menunjukkan kata din dengan arti agama. Tetapi pada ayat-ayat lainnya, istilah din juga menunjuk kepada makna-makna yang berbeda dari arti agama. Alqur’an sendiri memakainya dalam berbagai arti, seperti: hari akhirat (S. Alfatihah 3), agama (S. Ali Imran 19), hari kiamat (S.Alhijr 35), balasan (S. Azzariyat 6), dan sebagainya.[4]

Makna yang terlahirkan dalam istilah din pada umumnya selalu diartikan sebagai agama. Din , sebagaimana dipahami masyarakat awam adalah istilah yang terlalu terbatas untuk mendeskripsikan sebuah agama atau beberapa agama selain dari agama Islam. Pengkonsentrasian istilah din kepada makna agama itu, membuat istilah ini menjadi terbatas dan kaku. Pembahasan mengenai istilah din jarang menunjuk kepada penafsiran luas yang seharusnya dapat memberikan pemikiran filosofis dan pandangan dunia yang dapat diterapkan dalam kehidupan umat Islam. Keterbatasan dalam memahami makna din terlihat jelas pada kurangnya literatur-literatur yang membahas secara mendalam mengenai makna din . Sejauh yang penulis ketahui, Tafsir-tafsir atau terjemahan yang ada kurang memberikan pengertian yang luas terhadap istilah ini. Akibatnya, makna din hanya dilihat sebagai sebuah istilah sederhana yang kurang bermakna dan tidak memberikan pemahaman yang mendalam bagi umat Islam.[5]

Penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan bahwa istilah din ternyata bukanlah suatu istilah yang bermakna sederhana dan terbatas hanya sekedar untuk mendefenisikan agama. Menyangkut pengertian din , Al-Attas telah menjelaskan dalam tulisannya bahwa din merupakan sebuah istilah yang memiliki konsepsi yang luas. Walaupun kata din memiliki banyak arti pokok, yang nampaknya berlawanan satu sama lain, secara konseptual masih saling berhubungan sehingga makna akhir yang berasal daripadanya semua tertampilkan sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan yang jelas.[6]


B. Al-Din Menurut  Al-Attas

Al-Attas menjelaskan bahwa deskripsi Islam sendiri mengenai dirinya adalah din yang mencakup gagasan yang lebih luas dari sekedar sebuah ajaran atau agama. Istilah din memiliki landasannya dalam sebuah ayat Alquran yang sangat fundamental yang dikenal sebagai ayat perjanjian,[7] di mana jiwa-jiwa anak Adam, keturunan anak Adam dihadapkan kepada Tuhan, dan di mana Tuhan kemudian mengajak mereka untuk mengakui ketuhanan-Nya dan mereka pun mengakuinya. Ini sudah menyiratkan suatu perjanjian yang mereka buat bersama Tuhan, yaitu mengakui dan bersaksi bahwa Dia adalah Tuhan, suatu perjanjian yang dibuat dalam keadaan jiwa pra-ada itu. Ketika mereka ada sebagai manusia di atas bumi, mereka yang ingat akan perjanjian itu berarti melaksanakan kehidupan mereka sesuai dengan yang telah mereka akui dan persaksikan tersebut.[8] Oleh karena itu, din dalam konsep religiusnya adalah suatu sistem ajaran yang menyiratkan semacam ketundukan kepada Tuhan. Kendatipun demikian, yang lebih fundamental daripada ketundukan itu adalah adanya perasaan berhutang dalam ruh manusia karena Tuhan telah membawa manusia dari alam pra-ada kepada ada.[9] Ia juga berarti bahwa manusia harus memahami tujuan hidupnya di dunia ini. Dengan beragama Islam, manusia dapat mengenal kembali Tuhan melalui segala ciptaan-Nya.

Makna din sebagai agama menunjukkan bahwa agama telah memberikan fasilitas kepada manusia untuk mengaktualisasikan potensi spiritual yang ada dalam dirinya. Salah satu ciri yang paling mudah dikenali dari agama adalah fungsinya sebagai jalan menuju Tuhan.[10] Islam, sebagai agama yang fitrah, memiliki keabsahan yang berlaku abadi. Sebagai way of life, ia mempergunakan segala aspek eksistensi manusia dan prestasinya. Tidak satupun aspek yang diberikan mendahului yang lain atau bertentangan antara satu dengan lainnya. Tiap-Tiap aspek kebudayaan dan peradaban secara penuh dipelihara dari kelebihan dan keekstreman pada kedua sisinya. Semua sisi kehidupan sosial tetap berada dalam timbangan yang sempurna[11] Di dalamnya terkandung suatu campuran dan perimbangan antara materi, akal dan aspek-aspek spiritual yang dicari manusia. Dengan kata lain bisa dijelaskan, bahwa konsepsi din secara umum adalah mengemban misi penyelamatan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat dan pada akhirnya mencakup gagasan tentang kebudayaan, peradaban dan pandangan dunia.


DAFTAR PUSTAKA
  • Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, cet. 25, Surabaya, Pustaka Progresif, 2002
  • Altaf Gauhar (ed.), The Challenge of Islam, London: Islamic Council of Europe, 1978
  • Anton Bakker & Achmad Charris Zubeir, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990
  • Dagobert D. Runes, et. al., Dictionary of Philosophy, New Jersey: Littlefield, Adam & Co, 1977
  • Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988
  • S.M.N. Al-Attas, Islam and Secularism, Delhi: New Crescent Publissing Co, 2002
  • --------------------, Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Cet.2, Bandung: Mizan, 1977
  • --------------------, Dilema Kaum Muslimin, terj. Anwar Wahdi Hasi & Muchtar Zoerni, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986
  • -------------------, Islam: The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 1992
  • Syahminan Zaini, Hakekat Agama Dalam Kehidupan Manusia, Surabaya: Al-Ikhlas, tt
  • Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, Jakarta: Mulya Istiqomah Press, 2006
  • Umi Chulsum & Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kashiko, 2006
  • Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, terj. Hamid Fahmi, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel, Bandung: Mizan, 2003
  • Ziauddin Sardar & Merryl Wyn Davies (ed.), Wajah-Wajah Islam, terj. A.E. Priono dan Ade Armando, Bandung: Mizan, 1989
____________________
[2] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Cet. Ke-25, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002) h. 436-438
[3] Syahminan Zaini, Hakekat Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Surabaya: Al-Ikhlas,tt) h. 17
[4] Menurut G.A. Parwez dan kamus Arab Lane Lexicon, kata akar din (dal-ya'-nun) di dalam al-Quran merangkumi pengertian-pengertian selain agama berupa: suatu sistem, undang-undang, jalan hidup, code of conduct atau akhlak, taat/patuh, rendah diri, pengesahan dan pembalasan/penghargaan.
[6] Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism, (Delhi: New Crescent Publissing Co, 2002) h. 59, lihat juga Muhammad Naquib Al-Attas, Dilema Kaum Muslimin, terj. Anwar Wahdi Hasi & Muchtar Zoerni (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986) h. 47
[7] “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang belakang mereka, dan dijadikan-Nya mereka saksi atas diri-diri mereka: “Bukankah Aku Tuhan kamu?” Mereka berkata: “Betul, kami menyaksikan”. (QS. al-A’raf: 172)
[8] Ziauddin Sardar & Merryl Wyn Davies (ed.), Wajah-Wajah Islam, terj. A.E. Priyono dan Ade Armando (Bandung: Mizan, 1992), h. 14
[9] S.M.N. Al-Attas, Islam: The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 1992) h. 2-5
[10] M. Nasir Tamara & Saiful Anwar Hashem, Agama dan Dialog Antar Peradaban, dalam Agama dan Peradaban, dalam: M. Nasir Tamara & Elza Peldi Taher (ed.), (Jakarta: Paramadina, 1996) h. xiii
[11] Afzalur Rahman, Islam, Ideology and the Way of Life, (Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 2003) h. 251













.