Modernisasi menurut Nurcholish Madjid

Istilah modernisasi, seperti beberapa kata lainnya, berasal dari bahasa Barat yang telah dipakai dan masuk kedalam bahasa Indonesia. Awalnya di Barat, modernisasi ini merupakan gerakan yang muncul antara tahun 1650 sampai tahun 1800 M., suatu masa yang terkenal dalam sejarah Eropa sebagai The Age Of Reason atau Enlightenment, yakni masa pemujaaan akal.[1] Modernisasi Eropa tersebut merupakan sebuah aliran, gerakan atau paham yang berusaha mengubah adat istiadat atau institusi-institusi lama dan sebagainya, agar semua itu sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Ketika istilah modernisasi masuk dan diadopsi kedalam dunia Islam pada zaman modern ini, oleh para tokoh dan pemikir terkadang istilah tersebut sering dibolak-balik menjadi Islam modern, modernisme Islam, modernitas dalam Islam dan dalam bentuk lainnya. Dalam hal ini, istilah-istilah tersebut sebenarnya mempunyai makna yang sama dan selaras maksudnya dengan modernisasi Islam. jadi, istilah ini merupakan istilah yang sering digaungkan dan didengungkan oleh para pemikir Islam untuk memperbaharui realitas-realitas yang terjadi pada masyarakat Islam sekarang. Lantas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah; bagaimana sebenarnya kondisi umat Islam sekarang? dan perlukah Islam itu dimodernisasi?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka ada baiknya jika kita melihat langsung kepada realitas yang terjadi pada umat Islam saat ini. Salah satu realitas yang dapat ditunjukkan adalah bahwa umat Islam saat sekarang merupakan masyarakat yang menempati posisi di bawah masyarakat Barat (Eropa) dalam berbagai bidang kehidupan. Berbicara tentang peradaban yang maju, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga kalah dari mereka. Ada apa sebenarnya dengan Islam? sehingga banyak para pemikir Islam yang mengernyitkan dahinya untuk memikirkan hal ini sampai mencari solusinya. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa umat Islam mundur karena masih berkutat dengan sistem atau pola-pola tradisional yang ortodok. Sistem yang dipakai khususnya berkaitan dengan pemahaman keagamaan atau pola fikir umat Islam sudah usang dan tidak relevan lagi dengan kebutuhan zaman modern. Mungkin hal tersebut ada benarnya, karena itu, modernisasi nampaknya kembali digalakkan oleh para pemikir muslim untuk menjadikan umat Islam sebagai umat yang memiliki kedinamisan dan mampu bertahan dengan berbagai tuntutan zaman yang semakin kompleks.

Jika melihat kondisi umat Islam yang ada di Indonesia, maka akan semakin jelas bahwa sebagian besar umat Islam Indonesia masih berkutat dalam pola-pola dan tradisi lama. Pemahaman mengenai dogma-dogma yang masih tradisional nampaknya masih terus dipelihara dan dipertahankan. Fazlur Rahman dalam penelitiannya mengatakan bahwa orang-orang Indonesia yang pergi ke Makkah dan tinggal bertahun-tahun di sana dan mengembangkan intelektualisme Islam ortodoks-terutama teologi ortodoks dan hadis,[2] ketika kembali ke Indonesia, mulai menyebarkan ilmu-ilmu mereka di pesantren-pesantren, yang sedikit demi sedikit berkembang menjadi madrasah. Alumni-alumninya kemudian kembali ke masyarakat dan mengembangkan ilmu-ilmu klasik yang kebanyakan berisi dogma-dogma yang tidak akliah (rasional), saya dalam hal ini tidak menyatakan bahwa pola-pola tradisional tersebut buruk dan tidak baik (pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh ulama-ulama klasik itu sangat jenius dan mampu bertahan dalam kurun waktu yang panjang) namun ada masanya di mana paham-paham (pendapat) klasik tersebut tidak dapat merespon berbagai persoalan zaman yang semakin kompleks.

Studi mengenai Islam modern, sebenarnya mencakup fikiran-fikiran, persoalan-persoalan dan gerakan yang timbul di dunia Islam modern sebagai akibat dari kontak yang terjadi antara dunia Barat dan dunia Islam. Harun Nasution menyebutkan bahwa dalam usaha modernisasi itu, umat Islam sampai sekarang masih lebih banyak berkaitan dengan aspek dari material dari kemajuan barat seperti alat-alat industri, ekonomi, pendidikan, pers dan lain-lain, dari pada aspek spiritual dan mentalnya.[3] Jadi secara lahiriah umat Islam saat sekarang telah menjadi modern, tapi secara batiniah atau mental masih banyak yang bersifat tradisional, belum ada keseimbangan antara aspek material dengan aspek mental dalam upaya melakukan modernisasi ini.

Mungkin, sebuah contoh yang bisa dikemukakan untuk mendukung pernyataan Harun nasution tersebut, bahwa masyarakat Islam khususnya di Indonesia cenderung masih belum bisa menerima banyak kebenaran. Kebenaran masih dipandang dari satu segi saja. Apabila berbeda dan melangkahi tuntunan dari agama secara normatif, maka sudah dianggap salah dan bid’ah (mengada-ada), ini masih banyak terjadi di Indonesia. Belum lagi masalah-masalah yang berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan, cenderung masih sangat rentan ada pernyataan “saya yang benar dan mereka itu salah”

Salah satu pemikir Islam yang respon dengan hal tersebut adalah Nurcholish Madjid. Pemikiran modern Nurcholish Madjid sudah dikenal pada tahun 1970-an. Modernisasi baginya identik dengan “rasionalisasi”. Bagi seorang muslim, katanya, modernisasi adalah sebuah keharusan, bahkan suatu kewajiban mutlak. Dalam arti rasionalisasi adalah kewajiban agama, karena diperintah oleh tuhan.[4] Akan tetapi pemikirannya setelah tahun 1970-an dianggap sebagai momentum lahirnya gerakan pembaharuan pada sebagian pemuda muslim yang sangat radikal dalam pemikiran regio-politik Islam di masa orde baru Indonesia.[5]

Ide-ide pembaruan dikemukakan secara formal pertama kali dalam suatu makalah yang disampaikan oleh Nurcholish Madjid di Jakarta, pada tanggal 2 Januari 1970 dengan judul “Keharusan pembaharuan pemikiran Islam dan masalah integrasi umat”. Makalah ini dibacakan dalam rangka silaturahmi Idul fitri atau halal bil halal yang diadakan bersama oleh empat organisasi pemuda dan mahasiswa muslim terkemuka, HMI, GPI, PII, dan PERSAMI. Makalah tersebut berisii lima poin, yaitu: 1) Pendahuluan, 2) Islam Yes, Partai Islam No, 3) Kwantita versus kwalita, 4) Liberalisasi pandangan terhadap “ajaran Islam” sekarang, yang terbagi kepada: sekularisasi, kebebasan berfikir, dan sikap terbuka (idea of progress), dan 5) Diperlukan kelompok pembaharuan yang liberal.[6]

Berdasarkan realitas tersebut, tak sulit disepakati bahwa Nurcholish Madjid yang akrab disapa “Cak Nur” masuk kedalam kategori pemikir neo-modernis Islam di Indonesia. Pemikiran dan gagasannya banyak dikagumi sekaligus dicaci maki oleh banyak orang. Meminjam istilah profesor Syahrin, maka Nurcholish Madjid merupakan tipe seorang shocker (pembuat kejutan) terhadap gagasan-gagasan yang diboomingkannya. Ketika umat Islam seolah-olah sedang terbuai dalam tidur nyenyak, dibuat terpelanting dari tempat tidurnya karena terkejut dengan gagasan pemikiran Islam cak Nur. Misalnya saja mengenai kasus buku Fiqh Lintas Agama karya penulis-penulis Paramadina yang notabene cak Nur juga masuk di dalamnya.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa Nurcholish Madjid juga merupakan pelanjut dari pejuang-pejuang pemikir modernis Islam di masa lampau. Menurutnya “Islam harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan modernistik”. Daya tarik Nurcholish Madjid sebenarnya terletak dalam gagasannya mengenai rasionalisasi, sekularisasi dan pluralisme agama. Jika konsep-konsep tersebut ditelusuri dan dicari akarnya, itu merupakan buah dari gagasannya mengenai modernisasi Islam, karena gagasan modernisasi akan melahirkan ide-ide baru sebagai buah dari modernisasi tersebut seperti rasionalisme, nasionalisme, sosialisme, deomkrasi dan lain sebagainya.[7] Jadi, ide-ide cak Nur yang “heboh intelektual” tersebut merupakan konsekwensi terhadap gagasan modernisasi Islam itu sendiri.

Sebenarnya masih banyak lagi gagasan-gagasan Nurcholish Madjid seputar masalah-masalah keislaman yang cukup menarik untuk dikaji. Namun dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan penelitian pada gagasan modernisasi Islam saja, dan akan menjalar kepada ide-ide yang berkembang disekitarnya seperti rasionalisasi, sekularisasi dan pluralitas agama. Gagasan-gagasan yang cukup menarik tersebut tentunya didukung oleh sosok Nurcholish Madjid sendiri sebagai pemikir kontemporer Islam yang cukup populer di Indonesia dan baru saja pergi meninggalkan kita semua untuk menghadap sang pencipta Allah SWT. Semoga nilai-nilai perjuangannya terhadap Islam diberi ganjaran yang setimpal, Amiin.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah konsep modernisasi Islam yang ditawarkan Nurcholish Madjid dalam gagasan-gagasan pembaharuannya.

2. Bagaimana aplikasi konsep Nurcholish Madjid tentang modernisasi Islam dan upaya pencapaiannya.

Berbagai pertanyaan di atas merupakan beberapa hal sentral yang sering disuarakan oleh Nurcholish Madjid dalam beberapa tulisannya tentang modernisasi Islam, khususnya berkaitan dengan umat Islam Indonesia. Patut dicatat bahwa Nurcholish Madjid merupakan tokoh yang banyak memberikan gagasan-gagasan pembaharuan Islam. oleh sebab itu, fokus penelitian ini adalah isu-isu yang berkaitan dengan modernisasi Islam saja. Dalam penelitian ini nantinya akan mengambil karya atau tulisannya yang berkaitan dengan masalah modernisasi Islam yang termuat dalam bukunya yang berjudul “Islam Kemodernan dan Keindonesiaan” dan beberapa buku lain yang dianggap mendukung.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sebagaimana dijelaskan terdahulu, bahwa penelitian ini membahas tokoh yang banyak memiliki gagasan-gagasan atau pemikiran pembaharuan Islam, maka tujuan penelitian ini hanya memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah dibatasi pada rumusan masalah yang mengacu pada inventarisasi,[8] yakni mengumpulkan semua karya Nurcholish Madjid yang berhubungan dengan modernisasi Islam, kemudian berupaya untuk merumuskannya dengan metodologi yang jelas agar menjadi gagasan yang lebih utuh dan sistematis.

Adapun manfaat penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian ilmiah dan berfikir secara kritis dan sistematis. Sejajar dengan itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran terhadap perkembangan khazanah ilmu pengetahuan Islam khususnya dalam pemikiran Islam di Indonesia.

D. Batasan Istilah

Judul penelitian ini adalah “Gagasan Nurcholish Madjid Tentang Modernisasi Islam di Indonesia”. Judul penelitian ini mencakup beberapa istilah kunci yaitu gagasan, modernisasi dan Islam. perlunya penegasan dan pembatasan istilah guna menghindari kesimpang siuran pemahaman terhadap penelitian ini.

Gagasan dapat diartikan sebagai pandangan atau pemikiran, yaitu aktifitas mental dalam sebuah perenungan terhadap obyek-obyek tertentu atau suatu pandangan untuk mendapatkan kesimpulan yang proporsional.[9] Dalam pengertian lain, gagasan merupakan konsep global yang mempunyai karakteristik pada pola fikir seseorang tentang suatu pengembangan akal yang mencerminkan obyek bahasan yang bersifat universal dan holistik.[10]

Modernisasi berasal dari kata “modern” yang berarti terbaru, mutakhir atau sikap dan cara berfikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.[11] Kata “modern” ini kemudian mendapat imbuhan “sasi” di ujungnya sehingga menjadi modernisasi. Jadi, modernisasi dapat diartikan sebagai gerakan, aliran atau usaha-usaha yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin-doktrin tradisional, dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan.

 Sementara itu, Islam merupakan sebuah agama yang berisi ajaran-ajaran yang diturunkan Allah SWT kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rasul pembawa ajaran tersebut.[12] Islam juga mengambil bentuk sikap penyerahan diri seluruhnya kepada kehendak Allah SWT atas segala kehendaknya.[13] Jika dua kata di atas digabungkan menjadi modernisasi Islam, maka akan didapat sebuah pengertian yang baru dan lebih luas maknanya. Jika disimpulkan secara sederhana, modernisasi Islam adalah sebuah gerakan, aliran dan paham yang ingin merekonstruksi dan mengoreksi kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Islam untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan relevansi umat Islam di zaman post-modern ini.
E. Penelitian Terdahulu
Sebagai pemikir muslim yang populer di Indonesia, penulis berhipotesis bahwa sudah banyak sejumlah penelitian yang telah dilakukan terhadap Nurcholish Madjid yang tersebar di seluruh Indonesia, baik penelitian itu dilakukan oleh penulis-penulis Indonesia bahkan oleh peneliti Asing. Namun dalam hal ini penelitian-penelitian tentang Nurcholish Madjid tersebut tidak dapat terdeteksi seluruhnya oleh penulis dikarenakan kesempatan dan waktu penulisan proposal yang begitu singkat. Berdasarkan penelusuran penulis ke perpustakaan-perpustakaan dan toko buku, maka penulis menemukan sebuah penelitian yang dilakukan terhadap Nurcholish Madjid, yaitu:

 Aisyah, Konsep Pluralisme Agama Dalam Pemikiran Nurcholish Madjid Dan Aplikasinya Dalam Pembinaan Kerukunan Beragama Di Sumatera Utara (IAIN-SU: Tesis, 2002). Penelitian ini membahas tentang pemikiran Nurcholish Madjid tentang pluralisme agama sebagai sebuah kemajemukan yang harus sikapi dengan baik oleh umat Islam, dikaitkan dan diaplikasikan dengan pembinaan kerukunan umat beragama di Sumatera Utara.
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kepada sumber primer dan sekunder. Sumber primer atau sumber pokok dalam penelitian ini, yaitu termuat dalam buku Nurcholish Madjid yang berjudul Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Sebuah buku yang berisi gagasan-gagasan Nurcholish Madjid selama lebih kurang dua dasawarsa. Buku ini berisi pemikiran-pemikirannya tentang modernisasi Islam dalam konteks keindonesiaan, juga seputar masalah-masalah atau isu yang berkembang dari konsep modernisasi Islam itu sendiri seperti rasionalisasi, sekularisasi dan seterusnya.

Sedangkan sumber sekunder adalah sumber pendukung terhadap sumber pokok, yaitu sumber atau referensi baik dalam tulisan Nurcholish Madjid sendiri, maupun dari tulisan orang lain mengenai modernisasi Islam secara umum serta pembahasan-pembahasan yang bersinggungan dengan gagasan Nurcholish Madjid mengenai modernisasi Islam. Adapun sumber-sumber sekunder tersebut antara lain:

1. Karya-karya Nurcholish Madjid; Khazanah Intelektual Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1984), Perspektif Kebangkitan Islam Abad ke-21 (Jurnal Ulumul Qur’an), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta, Paramadina, 1994), Islam Doktrin Dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan Dan Kemodernan (Jakarta, Paramadina, 1992), Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta, Paramadina, 1995) dan lain sebagainya.

2. Abdurrahman Wahid, dkk, Kontroversi Pemikiran Islam Di Indonesia (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1993)

3. Fazlur Rahman, Islam And Modernitas, Transformation Of An Intellectual Tradition (Chicago, University Of Chicago Press, 1982) dan lain sebagainya.

2. Metode

Karena berhubungan dengan seorang tokoh yang hidup dalam kurun waktu tertentu, maka secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah (historical approach) yang tercakup di dalamnya tentang biografi tokoh yang diteliti, yaitu penelitian terhadap latar belakang kehidupan tokoh dari masa kecilnya, pendidikan, orang-orang yang mempengaruhi pemikirannya, diskursus yang berkembang ketika pemikirannya muncul, kondisi politik, ekonomi, sosial budaya masa tersebut dan lain sebagainya.

Adapun dalam pencarian data, penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research) dengan membaca karya-karya Nurcholish Madjid sebagai sumber pokok dan sumber pendukung. Begitu juga dengan penulis-penulis lain yang berbicara mengenai gagasan Nurcholish Madjid tersebut atau yang berkaitan dengan isu-isu seputar masalah modernisasi Islam di Indonesia.

 G. Sistematika Pembahasan
Dengan menggunakan pendekatan dan metode di atas, maka penelitian ini akan diuraikan dengan sistematika sebagai berikut:

Pada bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan atau batasan masalah, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian. Selanjutnya dijelaskan mengenai kajian-kajian terdahulu menyangkut pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid, sumber-sumber yang digunakan, metode dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini.

Pada bab kedua kajian pustaka, berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi munculnya gagasan Nurcholish Madjid tentang modernisasi Islam di Indonesia, isu-isu yang berkembang seputar modernisasi Islam seperti sekularisasi, rasionalisasi, pluralitas agama dan seterusnya. Bab ini juga akan menjelaskan tentang kehidupan Nurcholish Madjid yang terdiri dari; riwayat hidup, perkembangan intelektual, dan tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiriannya.

Selanjutnya pada bab tiga, akan dijelaskan tentang metode dan pendekatan yang dilakukan oleh Nurcholish Madjid dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat Islam Indonesia sehingga melahirkan gagasan mengenai modernisasi Islam.

Pada bab empat akan berisi kesimpulan dari penelitian dan analisis peneliti mengenai gagasan Nurcholish Madjid tentang modernisasi Islam di Indonesia.

Kunjungi lebih banyak makalah di Aneka ragam Makalah selain Makalah Modernisasi menurut Nurcholish Madjid
Footnote
[1] Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung, Cet. Ke-5, 1998, h. 181

[2] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, Pustaka, Tentang Transformasi Intelektrual Bandung, 1985, h. 52

[3] Harun Nasution, Islam Rasional., h. 186

[4] Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intelektual Responses To “New Order” Modernisation In Indonesia, Terj. Ahmadi Thaha, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h. 30

[5] Ibid., h. 14

[6] Lihat tulisan Nurcholish Madjid dalam Majalah Panji Masyarakat, no. 51, Pebruari 1970, h. 5-6

[7] Harun Nasution, Islam Rasional., h. 182

[8] Inventarisasi: membaca dan mempelajari secara luas dan mendalam pemikiran seorang tokoh sehingga dapat diuraikan setepat dan sejelas mungkin. Hal ini sangat urgen dilakukan karena untuk mengetahui pemikiran seorang tokoh akan sukar dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai pemahaman yang mendalam terhadap objek yang diteliti. Lihat; George J Moily, The Science of Education Research, American Book Company, New York, 1963, h. 226

[9] Anthony Flew, A Dictinary Of Philosophy, St. Martin Press, New York, h. 352

[10] Lihat; Jamil Shaleeba, al-Mu’jam al-Falsafi, Juz II, Cet. 2, Dar al-Kitab al-Lubnani, Beirut, 1982, h. 159

[11] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, h. 622

[12] Lihat; Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI-Press, Jakarta, 1985, h. 24

[13] Ibid.,













.