Makalah Islam di Indonesia

Islam[1] di Indonesia merupakan suatu agama yang hidup dan vital, yang kini sedang terlibat dalam proses transformasi dari posisi kuantitas menjadi kualitas. Proses Islamisasi di Indonesia bukanlah suatu produk sejarah yang telah rampung, tetapi merupakan proses berkelanjutan, dan ini dapat dilakukan dengan Komunikasi[2]. Komunikasi Merupakan aktifitas dasar manusia. Dengan Komunikasi, manusia saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, di tempat pekerjaan, di pasar, dalam masyarakat atau di mana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi[3].

Ada empat Kewajiban yang diemban di atas tengkuk para Pemuda/remaja Islam pada masa ini : 1. Kewajiban memahami Islam secara benar, 2. Kewajiban mengamalkan Islam, 3. Kewajiban mendakwahkan Islam dan, 4. Kewajiban mempererat tali persaudaraan Islam.[4].

Kewajiban untuk menyebarkan syi'ar Islam akan memberikan motivasi bagi para da'i untuk berdakwah sesuai dengan profesinya. Proses dakwah bukan semata-mata merupakan suatu komunikasi yang bersifat lisan maupun tulisan, akan tetapi lingkup dakwah dapat mencakup sarana yang bisa digunakan berdasarkan keahlian da' i. Kesadaran akan tanggung jawab tersebut di atas akan menciptakan suatu dorongan. Sebagai proses dimana setiap muslim dapat mendayagunakan kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain agar bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam kontek dakwah yang pertama da'i perlu menanamkan kredibilitas melalui the core of action (inti tindakan) atau uswatun hasanah. Untuk menciptakan Komunikasi yang berwibawa, Komunikasi harus mengenal dan konsisten terhadap Dakwah[5], sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Nabi dalam pelaksanaan dakwah. Dalam hal ini da'i juga memperhatikan pendekatan-pendekatan dakwah sebagai salah satu faktor suksesnya dakwah. Proses dakwah tidak menghendaki adanya unsur paksaan, karena dalam menerapkan pendekatan dakwah, da'i didasarkan pada konsep hikmah yang bertumpu pada pandangan menempatkan penghargaan pada diri manusia (human orrented).

Para praktisi dakwah pada umumnya berpendapat bahwa keberhasilan dakwah ditentukan oleh berbagai faktor, di antaranya materi dakwah, media dakwah, pendekatan dakwah yang dipergunakan dan da'i yang menyampaikan pesan (message) dakwah. Dalam proses dakwah, keempat komponen tersebut sating terkait dan mendukung. Bahkan, jikalau ada salah satu di antaranya yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka dakwah tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

Upaya untuk mendayagunakan keempat faktor tersebut sangat tergantung pada da'i sebagai pengemban dakwah. Da'i harus dapat membaca fenomena sosial yang terjadi, menyesuaikan antara sasaran dakwah dengan materi yang disampaikan. Sebagai contoh, seorang da'i dalam melaksanakan dakwah pada masyarakat kota harus dapat membedakan dengan dakwah pada masyarakat desa. Perbedaan ini disebabkan karena keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, baik itu di bidang agama, pendidikan, budaya, ekonomi dan lingkungan sosial.

Dalam tinjauan sosiologi perbedaan masyarakat kota (urban community) dengan masyarakat desa (rural community) dapat dilihat pada beberapa ciri. Menurut Soerjono Soekanto, salah satu ciri masyarakat pedesaan adalah sistem kehidupan mereka biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan, sementara masyarakat kota pada umumnya mereka lebih bersifat perorangan atau individual dan kehidupan kekeluargaan sukar untuk disatukan, karena perbedaan kepentingan dan agama antar individu[6].

Selain itu, dalam bidang keagamaan Abdul Munir Mulkhan menyebutkan bahwa masyarakat desa adalah basis NU (Nahdatul Ulama) yang menempatkan kiai sebagai tempat bertaklid. Masyarakat desa juga dikenal sebagai masyarakat "Islam abangan"[7]yang sinkretik yang menempatkan dukun sebagai mediator hubungannya dengan sumber kekuatan supernatural secara magis bagi kepentingan usaha tani[8].

Dalam bidang pendidikan, masyarakat desa memiliki pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di kota, sehingga masyarakat desa dikenal sebagai masyarakat awam dan tradisional, sedangkan masyarakat kota lebih cerdas dan memiliki pemikiran yang lebih moderen[9]. Menurut Soetrisno, masyarakat desa juga dikenal dengan masyarakat miskin karena penghasilan diperoleh dari hasil pertanian semata, sehingga pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian di desa perlu ditingkatkan[10].

Perbedaan karakteristik masyarakat kota dan desa sebagaimana yang dijelaskan di atas juga tampak pada masyarakat desa yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga diperlukan adanya perubahan dan ini dapat dilakukan dengan dakwah; baik secara individual maupun lembaga. Salah satu lembaga dakwah yang berupaya melakukan perubahan pada masyarakat desa adalah BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia). Bahwa pada tanggal 3 September 1977 M. atau bertepatan dengan 19 Ramadhan 1397 H. pukul 22.40 WIB bertempat di MASJID Al-Istiqamah Bandung, atas prakarsa beberapa aktivitas pemuda masjid yang mendambakan kembali kegiatan dakwah pemuda dan remaja di masjid telah bersepakat melahirkan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), sebagai gerakan dakwah dan wadah komunikasi program untuk pemuda dan remaja masjid seluruh Indonesia, yang berasas Islam dan berstatus independent. BKPRMI diresmikan berdirinya oleh Ketua MUI Alm. KH.E.Z.Muttaqien, tanggal 5 September 1997M. atau 21 Ramadhan 1397 H. di Masjid Istiqamah Bandung dan BKPRMI di-SK-kan Depdagri Nomor : 205 Tahun 1999/DIV tanggal 28 Juni 1999 dan SK Depag RI Nomor : ND/DIII/BA.01/130/1999 tanggal 28 Juli 1999 di Jakarta. Gagasan yang melatar-belakangi berdirinya BKPRMI, adalah ingin memakmurkan masjid melalui berbagai kegiatan dakwah keislaman[11].

Tujuan utama BKPRMI adalah untuk mengaktifkan dan mengembangkan kualitas dakwah. Di samping itu pula perlu menguasai bidang penyelidikan dan pembangunan bagi memantapkan mutu dakwah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu aktivitas yang dilakukan BKPRMI adalah mengadakan perkampungan remaja masjid melaksanakan berbagai kegiatan keislaman ke daerah-daerah pedesaan dan transmigrasi.

Secara struktural, organissasi menyebarkan dakwahnya sampai ke pelosok desa. Penyebaran dakwah yang meluas dilakukan supaya message dakwah dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat dan dapat merasakan nikmat dakwah Islamiyah. Dakwah pada masyarakat desa, juga dilakukan oleh BKPRMI NAD, bahkan ini menjadi sasaran utamanya.

Dakwah pada masyarakat desa dijadikan fokus utama BKPRMI, karena menurut mereka perubahan masyarakat dalam bidang pemahaman keagamaan, pengetahuan dan pengamalannya di desa masih sangat kurang sekali. Misalnya, masjid di desa sangat jarang dijumpai. Kadang kala tiga desa hanya terdiri dari satu masjid, itupun tidak diisi oleh jamaah yang banyak kecuali hari Jumat. Di sisi lain mereka melihat perlunya pemerataan pembangunan (masjid dan lembaga pendidikan) serta peningkatan perekonomian masyarakat bukan hanya dilakukan di kota saja akan tetapi juga di desa, sehingga hal ini merupakan faktor utama dakwah BKPRMI di desa.

Dalam upaya mewujudkan tujuan dan misinya, BKPRMI NAD sebagai sebuah organisasi dakwah (nirlaba), tidak dapat terlepas dengan fungsi-fungsi manajemen[12] yang ada, sebagaimana halnya organisasi sosial lainnya. Pada mulanya manajemen berkembang hanya di kalangan dunia industri dan perusahaan (bussiness) . Tetapi pada zaman moderen ini boleh dikatakan tidak ada suatu usaha kerjasoma manusia untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang tidak mempegunakan manajemen. Usaha dakwah juga dapat berjalan secara efektif dan efisien apabila disertai dengan manajemen yang baik. Dengan demikian, penggunaan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan dakwah merupakan hal yang penting[13]. Salah satu fungsi manajemen yang sangat menentukan adalah perencanaan dan pengawasan. Di dalam Alquran proses perencanaan telah dijelaskan dalam surat al-Hasyr ayat 18 yaitu :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan[14]."

Ayat di atas menjelaskan bahwa perencanaan diperlukan dalam setiap kegiatan, sebab dengan perencanaan dapat menjadi arah bagi pelaksanaan kegiatan tersebut. Pelaksanaan dakwah pada masyarakat desa sebagai fokus dari kegiatan dakwah BKPRMI, memerlukan perencanaan yang matang atau strategis agar dapat mencapai hasil yang maksimal.

John M. Bryson menjelaskan bahwa untuk merencanakan arah (perubahan) masyarakat di masa mendatang menurut visi dan misi yang dianut oleh sebuah negara maupun golongan bisnis, ditentukan oleh kemampuan untuk membuat perencanaan strategis (strategis planning)[15] secara khusus atau manajemen pada umumnya. Oleh karena itu, proses perubahan masyarakat sebagaimana yang diinginkan oleh organisasi sosial dan keagamaan, akan sulit terwujud jika mereka tidak memiliki kemampuan dan metode untuk merencanakan sebagaimana yang dilakukan oleh golongan bisnis.

Atas dasar ini penulis melihat bahwa pada saat sekarang, berdakwah pada masyarakat desa dengan metode ceramah saja tidak cukup serta kurang berkesan dan perlu dicari cara-cara serta teknik lain yang sesuai dalam upaya pencapaian tujuan dakwah. Kesibukan masyarakat desa di bidang pertanian, taraf pendidikan dan ekonomi yang rendah, hubungan komunikasi yang masih sulit serta sarana ibadah yang belum memadai, merupakan suatu tantangan dakwah pada masyarakat desa. Permasalahan dan tantangan-tantangan dakwah tersebut merupakan persoalan umat Islam pada umumnya dan para praktisi dakwah khususnya, sehingga hal ini perlu dicari pemecahannya.

DDII sebagai sebuah organisasi dakwah yang besar dan bermisi menegakkan amar makruf nahi munkar serta berupaya melakukan perubahan pada masyarakat, sangat berkompeten untuk menangani persoalan tersebut. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman pimpinan BKPRMI di masa lalu, bahwa Dewan dakwah telah banyak berkiprah dalam bidang kemasyarakatan, perubahan yang di bawanya adalah dalam bidang aqidah, ibadah dan bidang ekonomi. Menurut informasi yang diperoleh, tahun 2006 BKPRMI telah dapat membantu masing-masing Masjid Agung 21 Kabupaten dana sebanyak Rp. 5.000.000,- di Nanggroe Aceh Darussalam. Keberhasilan lembaga ini dalam membawa perubahan masyarakat merupakan suatu hal yang luar biasa dan ini tidak terlepas dari pengaruh pimpinan dalam pengelolaan (manajemen) lembaga.

Berangkat dari kenyataan di atas, menarik untuk diteliti bagaimana proses manajemen komunikasi Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) NAD dalam pembinaan agama masyarakat desa. Penulis melihat bahwa hal ini merupakan sesuatu yang signifikan untuk diteliti dan perlu dianalisis. Oleh karena itu, penulis mengkaji persoalan ini lebih mendalam dalam bentuk penelitian tesis dengan judul: ANALISIS MANAJEMEN BADAN KOMUNIKASI PEMUDA REMAJA MASJID INDONESIA (BKPRMI) NANGGROE ACEH DARUSSALAM DALAM PEMBINAAN AGAMA PADA MASYARAKAT DESA.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana manajemen Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Nanggroe Aceh Darussalam dalam Pembinaan Agama pada masyarakat desa.

Agar lebih jelas, permasalahan pokok di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa sub masalah berikut:

1. Bagaimana sejarah lahirnya BKPRMI di NAD?
2. Apa isu-isu strategis yang dihadapi BKPRMI NAD tentang Pembinaan agama pada masyarakat desa?
3. Bagaimana manajemen pembinaan agama masyarakat desa yang dilakukan BKPRMI NAD?
4. Apakah faktor pendukung dan penghambat manajemen Komunikasi pembinaan agama BKPRMI NAD?


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan pokok, yaitu analisis manajemen BKPRMI NAD dalam pembinaan agama pada masyarakat desa, serta menjawab sub masalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan sejarah lahirnya BKPRMI NAD.
2. Untuk mengetahui isu-isu strategis yang dihadapi BKPRMI NAD tentang pembinaan agama pada masyarakat desa.
3. Untuk menjelaskan manajemen pembinaan agama pada masyarakat desa yang dilakukan BKPRMI NAD.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan pengharnbat manajemen pembinaan BKPRMI NAD?

Penelitian ini secara formal digunakan sebagai salah satu persyaratan dalam mencapai gelar Magister Of Art (M.A) dalam bidang Komunikasi Islam pada Program Pascasarjana IAIN SU Medan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan Komunikasi khususnya dalam menyusun perencanaan dan pengawasan (manajemen) organisasi-organisasi keagamaan dalam upaya pencapaian tujuannya, dan membangun integrasi sosial serta dapat memperūaya khazanah intelektual di masa yang akan datang.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman bagi para pembaca dalam memahami isi tesis ini, maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul, diantaranya sebagai berikut:

1. Manajemen

Manajemen menurut bahasa berasal dari kata "to manage" (bahasa Inggris} yang artinya mengatur, mengendalikan, merencanakan, memimpin dan lain-lain. Sementara menurut istilah manajemen diartikan sebagai proses penggunaan secara efektif untuk mencapai sasaran. Menurut George R.Terry yang dikutip Ibnu Syamsi menjelaskan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menetapkan dan mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya[16].

Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa manajemen yang di.maksudkan di sini adalah proses atau segala kegiatan yang dilakukan BKPRMI NAD dalam pembinaan agama pada masyarakat desa dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada demi tercapainya tujuan BKPRMI, yang difokuskan pada penggunaan fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (controling) dan pengawasan (actuating) yang digunakan BKPRMI NAD. Sementara analisis manajemen yang dimaksudkan adalah analisa penulis tentang segala kegiatan BKPRMI NAD dalam pembinaan agama pada masyarakat desa di NAD yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasannya.

2. Pembinaan Agama

Pembinaan berasal dari kata "bina" yang berarti membangun, mendirikan dan mengusahakan supaya lebih baik, dan pembinaan dapat diartikan sebagai suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efesien untuk memperoleh hasil yang lebih baik[17]. Sementara agama merupakan suatu keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. Jadi pembinaan agama yang dimaksudkan di sini adalah suatu usaha yang dilakukan BKPRMI dalam menanamkan pengetahuan, keyakinan dan pengamalan agama seseorang kepada Tuhan secara efektif dan efisien.

3. Masyarakat Desa

Masyarakat desa yang dunaksudkan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan (tidak termasuk daerah dataran kota) atau daerah tingkat II NAD dan mereka sebagai objek atau sasaran dakwah BKPRMI NAD dalam pelaksanaan dakwahnya.

E. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan ditulis secara sistematis dalam bentuk bab per bab. Substansi pembahasannya berisi lima bab, memuat sub-sub bab sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, membahas tentang landasan teoritis yang terdiri dari kerangka teori, kajian terdahulu, pengertian manajemen, sejarah BKPRMI. Kemudian dalam bab ini juga dijelaskan tentang definisi masyarakat desa.
Bab ketiga, membahas metodologi penelitian yang terdiri dari objek penelitian, jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, alat pengumpulan data dan tehnik analisis data.
Bab keempat merupakan bab pembahasan dari hasil penelitian, dalam bab ini menguraikan isu-isu strategis tentang Pemuda dan Remaja menurut NAD. Selanjutnya menjelaskan tentang pembinaan agama Pemuda dan Remaja yang dilakukan BKPRMI NAD, bagian ini difokuskan pada lima sub pembahasan yaitu : perkampungan remaja masjid, manajemen pembinaan da'i, manajemen pengelolaan masjid, manajemen pembelajaran TKA/TPA/TQA, dan manajemen peningkatan perekonomian melalui koperasi. Pada bagian akhir juga dijelaskan tentang faktor pendukung dan penghambat manajemen dakwah BKPRMI NAD, baik itu faktor internal maupun eksternal.
Bab lima merupakan bab terakhir yang mencoba menarik kesimpulan dari semua pembahasan yang telah diuraikan di atas, dan memberikan.saran-saran yang diperlukan.

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masyarakat Desa

1. Pengertian

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community), dengan masyarakat perkotaan (urban community). Pembedaan tersebut pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme. Para sosiolog berpendapat bahwa untuk membedakan antara masyarakat kota dan desa dapat dipelajari melalui karakteristik masyarakat desa, dan ini menjadi kajian disiplin ilmu sosiologi yaitu "sosiologi pedesaan".[18]

Seringkali, bila para sosiolog berbicara tentang masalah pedesaan mereka tertarik untuk membicarakan perilaku kehidupan orang di pedesaan dalam kaitannya dengan kelompok lain di luar mereka. Jadi, mereka melihat desa sebagai suatu tipe atau bentuk masyarakat dalam arti kemunitas kecil yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penduduk kota. Untuk lebih jelasnya, terlebih dahulu akan digambarkan pengertian desa menurut para ahli sosiologi.

Kata desa berasal dari bahasa sansekerta dari kata deshi yang artinya "tanah kelahiran" atau "tanah tumpah darah". Selanjutnya dari kata desa itu, merupakan istilah yang menunjukkan "suatu wilayah hukum di Jawa pada umumnya". Kata yang hampir sama atau sedikit lebih kecil tingkatannya dari desa adalah "dusun, dukuh atau kampung" atau sebutan yang lain lagi yang searti seperti gampong, hukum tua, wanua dan lain sebagainya[19].

Pada perkembangan selanjutnya di tahun 1979, istilah desa seperti yang dikemukakan di atas telah diseragamkan antuk seluruh wilayah tanah air Indonesia, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Jadi istilah desa telah menjadi istilah nasional, untuk menunjukkan bahwa kesatuan wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalaminya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat, dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia[20].

Selain itu, dalam Undang-Undang (UU) No. 22/1999 tentang pemerintah daerah (bab I pasal I ketentuan umum) disebutkan bahwa desa (atau yang disebut nama lain) merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintah nasional dan berada di daerah kabupaten. Wilayah pedesaan adalah wilayah yang penduduknya rnempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi wilayah sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Menurut catatan Departemen Dalam Negeri RI, jumlah desa di Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Marauke pada saat ini adalah 68.988 buah[21].

Menurut Vernor C. Finch, pada dasarnya desa diartikan sebagai suatu tempat tinggal dan bukan merupakan pusat perdagangan atau the village Islam principally a place of residence and not primarily a bussiness center[22]. Selain itu, Sutardjo Kartohadikusumo mendefinisikan desa sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri[23].

Birtanto mengartikan desa sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu adalah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain[24]. Selain itu Birtanto juga membedakan pengertian desa berdasarkan artian umum, yaitu desa sebagai unit-unit pemusatan penduduk yang bercorak agraris dan terletak jauh dari kota, dan desa dalam artian administratif, yaitu desa sebagai kesatuan administratif yang dikenal dengan istilah kelurahan, karena pimpinan desanya adalah lurah[25].

Setelah diketahui batasan pengertian desa seperti yang telah dijelaskan di atas, maka batasan pengertian masyarakat desa menurut Sayogyo sering dibayangkan oleh masyarakat kota sebagai suatu tempat orang bergaul secara rukun, tenang dan selaras. Tempat orang hidup berdekatan dengan tetangganya secara terus menerus. Ini tidak berarti kesempatan untuk pertengkaran tidak ada, bahkan amat banyak dan peristivva peledakan dari keadaan-keadaan tegang merupakan suatu hal yang sering terjadi. Pertengkaran yang terjadi pada masyarakat desa berkisar tentang hal tanah, sekitar masalah kedudukan dan gengsi, sekitar hal perkawinan, perbedaan antar kaum tua dan kaum muda dan sekitar perbedaan antara pria dan wanita.[26]

Selain itu, ahli-ahli antropologi yang pernah meneliti masalah ini menilai bahwa pertengkaran (konflik), pertentangan (kontroversi) dan persaingan (kompetisi) juga terjadi dalam hubungannya dengan berbagai gejala sosial tertentu. Misalnya, dipandang berdasarkan konsep-konsep perubahan kebudayaan, konsep psikologi dan juga konsep hukum atau konsep agama[27]. Setelah diketahui pengertian masyarakat desa, kiranya perlu juga dilihat bagaimana sebenarnya ciri-ciri dari masyarakat desa itu sendiri.

2. Ciri-Ciri Masyarakat Desa

Pada sisi lain dapat dilihat bahwa ciri atau karakteristik masyarakat desa yang paling penting adalah pentingnya kelompok inti dan peranan kelompok inti di kalangan penduduk desa. Apabila keluarga itu besar, maka para anggotanya kerapkali berjumpa satu sama lain. Orang-orang di desa mengenal sanak keluarga mereka secara lebih akrab dibanding orang-orang di kota, dan ada kemungkinan mereka berhubungan antara satu sama lain dalam jangka waktu yang lebih lama. Dalam keadaan-keadaan demikian, kontrol kelompok ini seperti puji, tuduh, pengejekan, mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap tingkah laku individu. Pada waktu yang sama, lebih banyak menitik beratkan perhatian, pada kebaikan-kebaikan untuk anggota kelompok inti itu[28].

Orang-orang di desa adalah lebih homogen dan lebih serupa ketimbang orang di kota. Di kalangan masyarakat desa, tidak banyak perbedaan antara penduduk dalam soal pendapatan, kelas sosial, latar belakang etnik, dan ideologi yang menjadi ciri penduduk kota.

Di kalangan masyarakat desa terdapat mobilitas sosial yang rendah dibandingkan masyarakat kota. Ini meliputi ketiga jenis mobilitas sosial yaitu horisontal, geografis dan vertikal[29]. Kemungkinan besar penduduknya terus menerus menekuni pekerjaan yang sama, tinggal dalam kawasan yang sama dan berada dalam kedudukan kelas sosial yang sama.

Dari beberapa pendapat di atas, pengertian desa dan karakteristik masyarakatnya dapat ditinjau dari segi hukum, ekonomi, sosial, psikologi, geografis dan sebagainya. Ini berarti, pengertian masyarakat desa itu sendiri memiliki makna yang komplek yang saling terkait antara unsur- unsur yang ada di desa.

Menurut Koentjaraningrat yang dikutip oleh Imam Asy'ari, ada empat unsur atau faktor dasar kehidupan masyarakat di desa yaitu:

1. Hubungan kekerabatan (geneologis)

Setiap warga persekutuan desa itu, mersa dirinya sebagai bagian dari seluruh persekutuan, karena ia adalah anggota dari suatu kesatuan kerabat atau saudara. Hubungan kekerabatan di antara mereka terjalin bagaikan jaringan yang menguasai semua sendi-sendi kehidupan. Kekuasaan ikatan kekerabatan menjadi sumber dalam menilai sesuatu perbuatan. Pimpinan persekutuan berdasarkan pada ide paternalistik atau keturunan kerabat yang tertua, mewarnai organisasi kehidupan dalam persekutuan. Penghormatan kepada garis keturunan, nenek moyang pertama. Menata pandangan orang tentang masa lampau sebagai patron pola bertingkah laku[30].

2. Hubungan tinggal dekat (territorial)

Dalam hubungan ini rasa keterikatan kepada wilayah (lingkungan geografi atau ekologi) menjadi pangkal penilaian utama, atas hubungan-hubungan seseorang terhadap yang lainnya, baik berupa sesama warga maupun yang lain yang terdapat di dalamnya. Tata nilai itu diatur sangat tajam antara warga asli dengan pendatang baru dalam persekutuan. Kekuasaan tertentu yang menjadi pedoman atau pengatur kehidupan persekutuan hidup disitu adalah keterikatan dan kesetiaan kepada pemilikan ash atau yang terdekat kepadanya[31].

3. Prinsip tujuan khusus

Dalam persekutuan hidup yang mendasarkan diri pada prinsip ini, seperti pada desa-desa yang penduduknya terintegrasi secara fungsional (desa nelayan, desa perkebunan, pertambangan dan lain-lain) nampak adanya kekuasaan tertentu yang mendata tingkah laku persekutuan berdasarkan nilai keahlian atau keterampilan khusus[32].

4. Prinsip ikatan dari atas.

Prinsip ini menamakan sikap menghargai atasan dan rasa ketergantungan kepada atasan atau negeri induk, atau pusat kerajaan tampak sebagai sumber nilai yang menentukan pola tingkah laku warga persekutuan itu. Apa yang datang dari atas, adalah bernilai pedoman yang harus ditaati. Tata nilai demikian dapat dilihat dari sudut prinsip terbentuknya sesuatu persekutuan desa. Apa yang paling dihargai orang dalam sesuatu persekutuan, niscaya dapat dicari akarnya dari prinsip-prinsip yang melahirkan semangat yang mempersatukan warga persekutuan hidup itu[33]. Beberapa unsur yang dijelaskan di atas, merupakan suatu ikatan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, kepercayaan mereka terhadap atasan sangat sulit untuk dihilangkan. Keterikatan itu muncul disebabkan masyarakat desa yang bersifat homogen dan saling ketergantungan.

B. Pengertian dan Fungsi Manajemen
Pengertian

Istilah manajemen berasal dari kata management kata kerjanya to manage yang bararti mengatur. Dalam hal mengatur akan tiunbul banyak pertanyaan tentang apa yang diatur, siapa yang mengatur, mengapa harus diatur, apa tujuan dilaksanakannya mengatur dan bagaimana mengaturnya.[34]

Sementara pengertian manajemen menurut istilah para ahli sangat bervariasi, sebagaimana dikemukakan S. Prajudi Atmosudirjo yang memahami pengertian manajemen dan lingkup sempit dan luas. Disamping itu menurutnya, ada juga yang menghubungkan pengertian manajemen itu sama dengan pengertian administrasi, begitu juga dilihat dari skala luasnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa administrasi itu lebih luas dari manajemen[35].

Griffin menyebutkan "management Is the process of planninq and decision making, organizing, leading and controling and organization sosial gools in efficient and effectiv manner"[36], manajemen adalah proses perencanaan dan pengambilan keputusan, mengatur, memimpin (mengarahkan) dan mengontrol sebuah organisasi, manusia, keuangan, badan pemeriksaan dan informasi untuk mencapai keberhasilan dengan cara efektif dan efisien.

Pengertian di atas relevan dengan apa yang dikemukakan James A.F. Store, "manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan[37]. Sedangkan Mary Farket Follet mendefinisikan manajemen sebagai suatu seni untuk melakukan sesuatu melalui orang lain[38].

Sementera Sofyan Syafri Harahap mengemukakan bahwa defenisi Ilmu manajemen dapat dilihat dari berbagai sisi yaitu :

1. Manajemen diartikan sebagai menggabungkan faktor-faktor produksi yang ada (sumber alam, tenaga manusia, modal, teknologi, manujemen) untuk memproduksi kebutuhan manusia dapat dijual / dipersembahkan kepada masyarakat.
2. Manajemen diartikan sebagai mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan orang lain secara lebih efektif dan efisien.
3. Manajemen merupakan seluruh kegiatan organisasi yang melibatkan penyusunan dan pencapaian tujuan, penilaian prestasi, dan pengembangan suatu filosofi dalam melaksanakan kegiatan yang memberi keyakinan terhadap keberadaan organisasi di tengah suatu sistem sosial di mana organisasi itu berada.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi itu, ditunjuk sebuah unit organisasi yang bertugas untuk mengelola organisasi, pengelola ini disebut manajer. Manajer dalam menjalankan roda organisasi memiliki tugas dan fungsi untuk merealisir tujuan organisasi yang dibebankan kepadanya[39]. Berdasarkan uraian di atas, kendatipun definisi manajemen menurut para ahli terdapat perbedaan, makna, tujuan serta sasaran yang diinginkan sama, karena secara substansinya bahwa manajemen merupakan suatu proses pengorganisasian, yang di dalamnya terdapat aspek perencanaan dan pengambilan keputusan guna tercapai suatu tujuan bersama. Lebih fokus lagi manajemen juga menganalisa, menetapkan tujuan/sasaran serta mendeterminasi tugas-tugas dan kewajiban secara bail, efektif dan efisien[40].

Manajemen merupakan salah satu ilmu pengetahuan di antara ilmu-ilmu sosial yang lain, ditinjau dan posisi dan eksistensinya, manajemen memiliki nilai utama di segenap aktivitas manusia, dalam hal ini aktivitas dakwah yang menjadi kajian utama merupakan sebagai suatu proses usaha kerjasama yang di dalamnya menyangkut segi-segi kegiatan sangat luas, yang meliputi semua lapangan kehidupan, mulai pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan politik, kesemuanya mencakup persoalan dalam kajian keilmuan dakwah yang harus diselesaikan agar tercapainya tujuan yang diharapkan.

Dalam pelaksanaan dakwah, para da'i tidak dapat melepaskan dirinya dengan manajemen. Beranjak dari definisi manajemen secara umum maka yang dikatakan dengan manajemen dakwah menurut penulis adalah proses pelaksanaan dakwah yang inti pokoknya mewujudkan kebahagiaan manusia dengan berpegang pada beberapa prinsip-prinsip dasar yang terdapat di dalam Alquran[41].

2. Fungsi-Fungsi Manajemen

Salah satu cara untuk menggali subjek dari manajemen adalah dengan jalan memusatkan perhatian pada prosesnya. Secara khas, proses tersebut melibatkan fungsi-fungsi tertentu yang harus diperhatikan seorang manajer sekaligus mambantu untuk memberikan petunjuk tentang subjek dari manajemen tersebut. Dikaitkan dengan definisi manajemen yang dikemukakan para ahli, dapat disebutkan bahwa titik fokus utama manajemen berarti pencapaian tujuan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu, meskipun belum ditemukan persamaan pendapat dari para ahli tentang fungsi-fungsi dimaksud. Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para ahli tidak sama, tergantung pada sudut pendekatan dan pandangan mereka. Untuk bahan perbandingan dikemukakan pembagian fungsi-fungsi manajemen pada tabulasi di bawah ini yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan.

Beberapa fungsi manajemen yang telah disebutkan di atas pada dasarnya harus dilaksanakan oleh setiap manajer/pelaksana organisasi secara berurutan, supaya proses manajemen itu diterapkan secara baik[42]. Kesemua fungsi manajemen yang telah disebutkan memiliki perbedaan, sesuai lingkup gerakan yang dikelola baik itu manajemen secara umum maupun manajemen dakwah. Hal ini dapat ditempuh dengan melihat latar belakang suatu organisasi (badan usaha), kemudian baru ditetapkan fungsi yang relevan atau tidak untuk pengembangan organisasi dimaksud.

C. Teori-Teori Manajemen

Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan dari padanya proposisi bisa dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai prilaku. Teori adalah hasil telaah dengan metode ilmiah, metode yang dapat membuktikan suatu teori tersebut dengan dunia nyata (real world)[43]. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teori adalah teori tentang manajemen dan beberapa ayat al-Qur'an yang menjadi prinsip-prinsip dasar manajemen dakwah.

Manajemen secara praktis sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, artinya sejak adanya pembagian kerja dan adanya tujuan bersama di antara sekelompok orang yang tergabung dalam suatu ikatan formal. Dengan kata lain manajemen sudah ada sejak ada pemimpin/pengatur dan ada bawahan/yang diatur untuk mencapai suatu tujuan bersama. Perkembangan manajemen terus berlanjut sampai saat ini. Teori lama diganti dengan teori yang baru yang dianggap dapat menjawab tantangan yang dihadapi pada masa ini, yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Meskipun harus diakui pula bahwa teori yang sudah lama bukan berarti tidak berguna atau tidak berlaku lagi pada saat ini. Sebelum sejarah yang disebut zaman manajemen ilmiah muncul, telah terjadi revolusi industri pada abad ke 19, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen kemudian dilakukan oleh para teoritisi.

Berangkat dari gambaran tersebut, dapat diasumsikan bahwa manajemen yang berkembang sekarang telah mengalami masa perioderisasi (devision of history into period) yang begitu lama, maka wajar saja bila dalam perkembangannya lahir berbagai aliran. Dalam teori manajemen terdapat tiga aliran pemikiran manajemen yaitu: aliran klasik (yang akan dibagi menjadi dua aliran yaitu manajemen ilmiah dan teori organisasi), kedua aliran hubungan manusiawi, dan ketiga aliran manajemen modern[44].

1. Teori Manajemen Klasik

a. Manajemen ilmiah

Aliran ini mula-mula dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor (1856-1915) sekitar tahun 1900-an, ia dikenal sebagai "bapak manajemen ilmiah"[45]. Dalam pemikirannya Taylor telah memberikan konstribusi tentang prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah pada manajemen, dan mengembangkan sejumlah tehnik-tehniknya untuk mencapai efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dimaksud adalah :

1. Pengembangan metode-metode ilmiah dalam manajemen. Sebagai contoh, metode yang paling baik untuk pelaksanaan setiap pekerjaan dapat ditentukan.
2. Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat memberikan tanggung jawab atas suatu tugas sesuai dengan kemampuannya.
3. Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
4. Kerjasama yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.

Dalam upaya pengaplikasian prinsip-prinsip di atas diperlukan beberapa tehnik khusus antara lain studi gerak dan waktu, pengawasan fungsional, sistem upah per-potong diferensial, prinsip pengecualian, kartu instruksi, pembelian dengan spesifikasi, dan standarisasi pekerjaan, peralatan serta tenaga kerja. Menurut Taylor manfaat dari pengembangan teknik-tehnik manajemen ilmiah ini tampak pada perkembangan tehnik-tehnik riset operasi, simulasi, otomatisasi dan sebagainya dalam memecahkan masalah-masalah manajemen[46].

Masih dalam aliran ini, Lilian Gilbreth mengemukakan hal yang berbeda, yaitu la tertarik pada aspek-aspek manusia dalam kerja, seperti seleksi, penempatam dan latihan personalia. Menurutnya manajemen ilmiah mempunyai satu tujuan akhir yaitu membantu para karyawan untuk mencapai seluruh potensinya sebagai makhluk hidup[47].

b. Organisasi Klasik

Pada aliran ini seorang industrial Perancis yaitu Henri Fayol (1841-1925) menitik beratkan pemikirannya pada teori dan tehnik-tehnik administrasi sebagai pedoman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks. Dalam teori administrasinya Fayol merinci manajemen menjadi lima unsur yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian dan pengawasan[48].

Di samping itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip-prinsip menajemen yaitu pembagian kerja, wewenang, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan pengerahan, meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum, balas jasa, sentralisasi, rantai skalar, order, keadilan, stabilitas staf organisasi, inisiatif, esprit de corps (kesatuan adalah kekuatan)[49].

2. Aliran Hubungan Manusiawi

Aliran hubungan manusiawi yang sering dikenal dengan perilaku manusia atau neoklasik, muncul karena ketidak puasan tentang apa yang dikemukakan aliran klasik, menurutnya tidak menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Dalam sebuah perusahaan para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan dan frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yang rasional, sehingga pembahasan sisi perilaku manusia dalam organisasi menjadi penting.

Menurut Elton Mayo (1880-1994) hubungan manusiawi sering digunakan sebagai istilah umum untuk menggambarkan cara di mana manajer berinteraksi dengan bawahannya. Bila "manajemen personalia" mendorong lebih banyak dan lebih baik dalam kerja, maka hubungan manusiawi dalam organisasi adalah "baik". Akan tetapi, bila moral dan efesiensi memburuk hubungan menusia dalam organisasi adalah "buruk”. Untuk menciptakan hubungan manusiawi yang baik, manajer harus mengerti mengapa karyawan bertindak seperti yang mereka lakukan serta falaor-faktor sosial dan psikologi apa yang memotivasi mereka[50].

3. Aliran Manajemen Modern

Pada aliran ini dapat disimpulkan bahwa ada beberapa prinsip dasar manajemen yang telah dikemukakan para ahli misalnya; Abraham Maslow, Fred Fiedler, Chris Argyris dan Adgalr Schein yaitu:

a. Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, prinsip).
b. Manajemen harus sistematik, dan pendekatan yang digunakan harus dengan pertimbangan secara hati-hati.
c. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual untuk pengawasan harus sesuai situasi.
d. Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan.

Selain itu mereka juga menambahkan beberapa gagasan khusus dari berbagai riset perilaku yaitu:

a. Unsur manusia adalah faktor kunci sukses tidaknya sebuah organisasi.
b. Manajer masa kini harus diberi latihan dalam pemahaman prinsip-prinsip dan konsep-konsep manajemen.
c. Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesempatan bagi karyawan untuk memuaskan seluruh kebutuhan mereka.
d. Komitmen dapat dikembangnkan melalui pertisipasi dan keterhbatan para karyawan.
e. Pakerjaan setiap karyawan harus disusun yang memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri dari pekerjaan tersebut.
f. Pola-pola pengawasan harus dibangun atas dasar pengertian positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan[51].

Perkembangan manajemen yang telah dijelaskan diatas, terlihat bahwa penerapan sistem manajemen sangat sederhana pada saat itu. Perkembangan di masa lalu telah menjadi acuan dasar bagi pengembangan model-model manajemen masa sekarang dan masa akan datang[52]. Selanjutnya berkembang dalam disiplin ilmu tersendiri, seperti halnya manajemen perkantoran, manajemen perbankan, manajemen pendidikan, manajemen strategi dan model-model manajemen lain termasuk manajemen dakwah.

Manajemen merupakan salah satu ilmu pengetahuan di antara ilmu-ilmu sosial yang lain, dan eksistensinya adalah mencakup semua komponen aktifitas manusia. Dalam hal ini dakwah diartikan sebagai suatu proses usaha kerjasama yang di dalamnya meliputi semua lapangan kehidupan manusia seperti halnya manajemen, akan tetapi ia lebih bersifat normatif (berlandaskan pada al-Quran dan Hadis). Konsep manajemen di dalam Islam telah dikenal begitu lama. Islam memandang manusia adalah "khalifatu fi ardi', manusia adalah pengganti (penerus) yang mengelola alam (manajer) dan bertanggung javvab terhadap apa yang dipimpinnya. Hal ini dijelaskan di dalam beberapa ayat alQuran di antaranya:

Firman Allah swt:
Artinya:

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang, memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah. (Q.S. al-Anbiyaa': 73)

2. وما خلقت الجن والنس الاليعبدون (الذاريات : 56)

Artinya:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S; 51: 56).

3. ومنهم من يقول ربنا اتنا ف الدنيا حسنه وف الاخرة حسنه وقنا عذابالنار (البقرة : 201)

Artinya:

Dan di antara merka ada orang yang mendo’a : “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Q.S; 2: 201).

4. والا خرة خيروابق. (الاعلى : 17)

Artinya:

Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik cdlan lebih kekal. (Q.S: 87: 17).

5. وللا خرة خيرلك الاولى (الصحى : 4)

Artinya:

Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. (Q-S: 93:4).

Beberapa ayat al-Quran yang telah disebutkan di atas, dijadikan titik tolak bahwa untuk hidup di dunia manusia harus memiliki tanggung jawab (sifat seorang manajer). Dalam tinjauan Islam manusia diciptakan oleh Allah swt. Pada dirinya melekat beberapa macam tanggung jawab. Pertama, tanggung jawab sebagai abdillah (orang yang mengabdi kepada Allah), kedua tanggung jawab sebagai insaniyah, di sini manusia dituntut untuk selalu berinteraksi (kebaikan dan kebenaran) dan ketiga tanggung jawab manusia terhadap keberlangsungan makhluk Allah yang lain di muka bumi.

Dalam pandangan Islam, ditinjau dari sudut apapun pelaksanaan manajemen sebagai inti kepemimpinan, dasar dan tujuan pelaksaannya bermuara dari hal yang paling dasar, yakni terwujudnya lingkungan manusia yang senantiasa bertaqarrub (mendekatkan) diri kepada Allah, diiringi juga sifat mahabbah (rasa cinta) kepada Allah, sehingga aktivitas apapun diprakarsai cita-cita utama yaitu memperoleh keridhaan Allah.

D. Penelitian Terdahulu

Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) sebagai sebuah lembaga Komunikasi, bisa dikatakan masih sedikit yang membahas tentang analisis manajeman Komunikasi yang dilakukannya dalam pembinaan agama pada masyarakat desa. Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel-variabel penelitian yang akan dilaksanakan.

1. Sidi Gazalba Masjid Sebagai Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, yang di tulis oleh Mustafa Abu Bakar Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Mengemukakan dalam makalahnya dalam Musyawarah Pengurus Masjid pada tanggal 11 – 12 November 2006 di Asrama haji Banda Aceh tentang pemikiran Sidi Gazalba mengenai dakwah yang dikhususkan pada aktivitasnya dalam lembaga BKPRMI yang la juga sebagai Pembina BKPRMI Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Bustami Usman yang menulis tentang Peran Pemuda dan Remaja Masjid dalam Kemakmuran Masjid,Tulisan ini dimuat dalam Makalah Musyawarah Pengurus Masjid pada tanggal 11 – 12 November 2006 di Asrama haji Banda Aceh Dalam tulisannya Bustami Usman sebagai Ketua Umum DPW BKPRMI Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagai Kepala Biro Keistimewaan Aceh Setda Provinsi nanggroe Aceh Darussalam menjelaskan tentang pemuda dan remaja Masjid merupakan dua istilah yang melekat pada lembaga kemasjidan. Konstribusi dan Kiprah para pemuda dan remaja masjid sangat menentukan bagi eksistensi masjid. Dengan kata lain pemuda dan remaja masjid itu merupakan dua un sur yang sangat fundamental dalam mmerevitalisasikan peran dan fungsi masjid itu sendiri. Dari pemahaman ini menjadi alas an utama hadirnya Badan Komunikasi pemuda Remaja masjid Indonesia (BKPRMI) tahun 1977. Hal ini dilakukan mengingat pemuda dan remaja masjid merupakan generasi penerus bangsa, pemegang estafet kepemimpinan umat nantinya.

3. M. Hasan Basri, menjelaskan tentang Management Masjid dan Meunasah, dalam Bukunya Dewan Kemmakmuran Masjid Aceh (DKMA), tahun 2005. Dalam hal ini ia mengemukakan, bahwa masjid adalah milik umat, maka remaja adalah bagaian terpenting dari batang tubuh sesuatu umat. Bersamaan bagian remaja adalah muslimat yang belum mendapat porsi tertentu sebagai bidang tanggungjawabnya terhadap kemakmuran masjid. Tanpa reamaja dan muslimat dari sesuatu kepemimpinan masjid maka masjid-masjid dapat diperkirakan menjadi institusi yang kering dan gersang tanpa program pembinaan umat yang bernuansa syi’ar dan strategis. Generasi sekarang yang sedang diatas pentas akan bertahan hanya selama masa yang sangat pendek, sedangkan zaman akan terus bergerak tanpa batas akhir melampaui periode sesuatu generasi. Oleh karena itulah maka peran dan posisi remaja masjid sangat penting untuk dipastikan dalam kepemimpinan sesuatu masjid. Mereka adalah pelanjut, pemelihara kelangsungan Dinullah dari masa ke masa pada sesuatu lingkungan.

4. Masjid Sebagai Pusat Pembinaan Umat tantangan dan Peluangnya,, yang ditulis dalam makalah oleh Ali Mocthar Ngabalin Ketua Umum DPP BKPRMI juga sebagai Anggota Komisi I DPR RI disampaikan pada Musyawarah Pengurus Masjid di Asrama haji Banda Aceh pada tanggal 11-12 November 2006, menjelaskan salah satu fungsi social masjid adalah sebagai pusat pembinaan umat, baik ekonomi maupun social kemasyarakatan seperti politik maupun kebudayaan. Namun apa yang dapat kita lihat sekarang? Masjid hanya penuh atau setengah penuh pada saat ramadhan, menjadi persoalan besar bagi pengurus masjid agara umat mau dan bersedia untuk dapat menjalankan fungsi sosialnya menjadi pusat pembinaan umat.

5. Hery Bachrizal Tanjung, Mantan Ketua Umum DPP BKPRMI Periode 2003-2006 dalam laporan pertanggungjawabannya disampaikan pada MUNAS X BKPRMI di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam mengatakan : BKPRMI memainkan peran positif dalam era globalisasi kapitalisme yang kompetitif dan menekan, maka harus dilakukan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan adalah ; (1) penataan yang mantap dalam aspek manajemen organisasi dan modal kelembagaan, (2) Pengembangan wilayah dan daerah berdasarkan jejak geo-sejarah kejayaan bangsa, dengan ditoang kemampuan sistem komunikasi yang kuat internal dan eksternal, (3) Kemampuan kepemimpinan yang professional, cendikiawan, dan matang dalam ipoleksosbud-hankamnas, (4) Komunikasi persaudaraan yang fungsional antar kader, dan (5) Program nyata yang dapat memperkuat kewirausahaan dan menegakkan keadilan bagi bangsa serta khususnya kaum dhu’afa.

6. Badruzzaman Ismail, Peran dan Fungsi Masjid Dalam Mempersatukan umat, dalam makalahnya disampaikan pada acara kegiatan Dialog antar umat beragama Se-Prov. NAD tanggal 22 s/d 25 September 2004, Bagi umat Islam Masjid merupakan simbol, sebagai pusat pembinaan Ibadah dan Muamalah dengan segala prilaku budaya dan peradabannya sebagai sumber syi’ar Islami yang berfungsi sebagai sentral komunikasi dan terminal dialog antara manusia dengan Tuhannya dan antara manusia dengan sesama manusia dan lingkungan hidupnya.

7. Fakry Yusuf, Pemikiran Muhammad Natsir dan Tunku Abdurrahnan Tentang Dakwah dan Aplikasinya (Suatu Kajian analisis Komparatif), Tulisan ini adalah hasil penelitian seorang Mahasiswa Universitas Kebangsaan Malaysia dalam bentuk tesis pada tahun 1999. Dalam tulisannya menurut penulis ia mengkaji pemikiran Muhammad Natsir tentang dakwah yang kemudian dibandingkan dengan pemikiran konsep dakwah menurut Tunku Abdul Rahman. Selanjutnya kajian juga difokuskan pada perbedaan dan pengaruh badan dakwah yang dijalankan oleh Muhammad Natsir dan Tunku Abdul Rahman melalui organisasinya yaitu PERKIM (Pertumbuhan Kebajikan Islam Malaysia).

8. Manajemen Dakwah Kajian Menurut Perspektif Al-Quran, yang ditulis oleh Al-Wahidi Ilyas. Buku ini di tulis dalam tujuh bab, dan secara keseluruhan buku ini menjelaskan tentang teori manajemen yang tidak hanya berasal dari Barat tetapi juga dari dunia Islam itu sendiri yaitu Alquran dan Hadis. Buku ini juga belum tuntas membahas bagaimana manajemen dakwah itu sendiri.

Dalam masalah kajian terdahulu ini menurut hemat penulis masih banyak buku-buku atau tuhsan-tulisan lain tentang BKPRMI yang tidak dapat penulis paparkan dalam tulisan ini, akan tetapi penulis mempunyai suatu keyakinan bahwa tulisan-tulisan yang mencoba membahas “Analisa Manajemen Dakwah Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dalam Pembinaan Agama Masyarakat Desa" dapat dikatakan belum ada, baik dalam bentuk tesis maupun buku. Akan tetapi buku-buku atau tulisan-tulisan di atas, dalam proses penulisan tesis ini dapat dijadikan rujukan, di samping buku-buku lain yang membahas tentang objek kajian dalam penelitian


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dari objek penelitian, Jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, alat pengumpulan data dan diakhiri dengan teknik analisa data.

A. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah lembaga Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam, yang berada di Menara Selatan masjid raya Baiturrahman Banda Aceh. Titik fokus objek penelitian adalah para pengurus sebagai pimpinan BKPRMI dan penyusun rencana kegiatan BKPRMI dalam pembinaan agama masyarakat desa, yang selanjutnya disebut sebagai manajer atau Pelaksana.

B. Jenis dan Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis yaitu dengan memberikan data seteliti mungkin kemudian menganalisisnya dalam bentuk uraian atau kata-kata tertulis[53]. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pemaparan data secara sewajarnya tidak dibuat berbentuk simbol, angka atau bilangan, dengan kata lain tidak dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus atau simbol-simbol statistik.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat diambil dari beberapa data primer dan skunder. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan objek penelitian yang telah ditentukan yaitu BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam khususnya para pengurus yang bertindak sebagai presedium, dan terdaftar di dalam SK (Surat Keputusan) BKPRMI pusat, Nomor: 102/ SK/ A-DEWAN DAKWAH/ IV/ 1422 H/ 2001 M (SK kepengurusan terlampir), di antaranya adalah Bapak Prof. Drs. H. Abdullah Yacub Hasibuan sebagai ketua majelis pertimbangan dan mantan ketua umum BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 1945. Bapak Dr. Ir. H. Masri Sitanggang, MP menjabat sebagai PJS (Pejabat Sementara) ketua umum periode 2001/2004, Bapak H. Zainal Abidin Jamaris yang menjabat sebagai anggota majelis pertimbangan dan sebagai da'i yang aktif terjun ke masyarakat desa di Sumatera Utara mulai dari tahun 2000-an, selain itu yang menjadi informan pada penelitian ini adalah Bapak Furqan sebagai anggota Dewan Dakwah.

Selain wawancara, sumber data juga diperoleh melalui observasi langsung peneliti selama penelitian serta menelaah dokumen-dokumen yang ada di kantor BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam. Sementara data sekunder diperoleh melalui kajian-kajian terdahulu, baik itu berupa buku, majalah, hasil penelitian yang pernah dilakukan orang lain serta literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

D. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang berasal dari lapangan dilakukan dengan: wawancara, observasi dan dokumentasi[54].

a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mendapatkan informasi dari responden yang ada, yaitu pimpinan BKPRMI, beberapa anggota kepengurusan sebagai data primer, dan informasi lain. Sebelum turun ke lapangan, penulis terlebih dahulu menulis pokok-pokok pertanyaan yang berhubungan dengan persoalan penelitian. Pokok-pokok pertanyaan yang termasuk dalam daftar wawancara adalah mengenai sejarah lahirnya BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam, isu-isu yang berkembang tentang masyarakat desa menurut BKPRMI, manajemen pembinaan agama masyarakat desa yang meliputi, manajemen pembinaan da'i, pembangunan masjid, pembelajaran Alquran dan manajemen peningkatan perekonomian, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan BKPRMI pada masyarakat desa. Selanjutnya daftar wawancara tersebut dikembangkan ketika berada di lapangan, guna memperkaya informasi yang diperoleh.

b. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan gejala yang tampak pada objek penelitian yang pelaksanaannya langsung dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi[55]. Observasi dilakukan untuk melihat dari dekat manajemen pembinaan agama masyarakat desa. Sebelum turun ke lapangan, penulis terlebih dahulu telah membuat pedoman tertulis tentang aspek-aspek yang akan diobservasi, yakni meliputi pelaksanaan kegiatan BKPRMI pada masyarakat desa, keadaan dokumentasi dan segala peristiwa yang terjadi di BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam. Selanjutnya pedoman tertulis observasi ini dikembangkan di lapangan untuk memperkaya informasi yang diperlukan.

c. Dokumentasi

Dokumen yang dijadikan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tulisan-tulisan yang memuat tentang BKPRMI, baik itu yang terdapat di dalam buku-buku, majalah, buletin maupun dokumen yang ada di kantor BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian dipelajari dan dianalisis secara mendalam.

d. Tehnik Analisis Data

Analisis data pada prinsipnya adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, satuan uraian dasar. Setelah data-data terkumpul, selanjutnya data-data tersebut diperiksa untuk mengetahui validitasnya. Data yang diperoleh akan dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban, seperti pertanyaan tentang sejarah lahirnya BKPRMI, manajemen pembinaan da'i dan lainnya. Data yang terhimpun, kemudian dianalisa secara induktif[56].

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, observasi di lapangan dan dokumen. Setelah dibaca dipelajari dan ditelaah maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi (usaha membuat rangkuman-rangkuman inti), kemudian mulailah penulis memberikan penafsiran dan kesimpulan secara induktif[57].

Proses analisis data dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dan dikerjakan secara intensif, yaitu setelah data-data tersebut dianalisis, maka akan diperoleh suatu kesimpulan yang diuraikan secara deskriptif, tentang bagaimana sebenarnya manajemen BKPRMI Nanggroe Aceh Darussalam dalam pembinaan agama masyarakat desa. Dari pembahasan dan analisis ini diperoleh kesimpulan yang diberikan atas permasalahan yang ada.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Makalah Islam di Indonesia, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com

Footnote

Footnote

[1] Menurut Mohammad Natsir Islam adalah agama risalah, ini dapat di lihat pada sabda Nabi Saw. "Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan (menjadi Rasul) membawa berita gembira dan peringatan kepada seluruh umat manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". Lihat: Mohammad Natsir, Fiqhud Da'wah, Media Dakwah, Jakarta, 2000.



[2] Komunikasi adalah bidang baru berbanding bidang-bidang ilmu komunikasi diasaskan oleh pakar-pakar daripada bidang-bidang lain seperti sosiologi, antropologi, psikologi, psikologi social, dan sains politik, yang bertapak terlebih awal. Pakar-pakar ini memasuki bidang komunikasi bagi menjalankan penyelidikan untuk coba menjawab persoalan-persoalan yang timbul di dalam bidang masing-masing melalui komunikasi dan kemudiannya mereka kembali ke bidang komunikasi tidak tersusun atau teratur seperti bidang pengajian lain. (Sodah Wok, Narimah Ismail, Mohd. Yusof hussain, Teori-teori komunikas, PTS Publications & Distributors SDN BHD, 2003, hlm. 1.

[3] Muhammad, Arni, (Komunikasi Organisasi, Pengantar, T Raka Joni – Ed. 1 Cet. 5. – Jakarta : Bumi Aksara, 2002) hlm. 1

[4] Yusuf Qaradhawi, (Risalah untuk Pemuda Muslim, Pustaka FAHIMA Yogyakarta, 1991) hlm.16



[5] Dakwah yang bersumber dari Alquran dan telah ditetapkan oleh Rasulullah ada tujuh yaitu: 1. Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, dalam surat al-Baqarah: 44, as-Shaf: 2-3. 2. Tidak mencerca kawan (non muslim) dalam surat al-An'am: 108.3. Tidak memungut imbalan, dalam surat as-Saba': 1-2, as-Syura: 109, 127,145, 164, 180 dm Hud: 29, 51. 4. "Tidak melakukan diskriminasi sosial, surat "Abasa: 1-2, al-An'aam: 52 dm al-Kahli: 28. 5. Tidak melakukan kompromi dalam maslah agama, surat al-Kafirun: 1-6. 6. Tidak mengawini pelaku maksiat, dalam surat al-Maidah: 78-79. 7. "T'idak menyampaikart ha1-hal yang tidak diketahui, dalam surat al-Isra':36. i_ihat, ibid., hlm. 47, 74 dan 223.

[6] Soejono Soekanto, (Sosiologi Suatu Pengantar, Cet. XXXIII, Raja Grafindo Persada, Jakarta), hlm. 153.



[7] Islam abangan adalah rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap Islam dan lebih terpengaruh oleh nilai-nilai kebudayaan jawa pra Islam dari pada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. Lihat, Fachri Ali dan Bahtiar Efendi, Merambah ja/an Baru Islam, Cet. III, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 42.

[8] Abdul Munir Mulkhan, (Islam Murni Dalam Masyarakat Petni; Bentang Budaya, Yogyakarta, 2000), hlm. 8.



[9] Anwar Masy'ari, (Butir-Butir Problematika Dakwah lslamiah, Birra Ilmu, Surabaya, 1993), hIm. 72.



[10] Soetrisno, (Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pemberantasan Kemeskinan, Philosophy Press, Yogyakarta, 2001), hlm. 1-6.



[11] Thohir Luth, M. Natsir (Dakwah dan pemikirannya, Gema Insani Press, Jakarta, 1999), hlrn. 55.

[12] Menurut Al-Wahidi Ilyas hahwa fungsi Manajemen yang biasa digunakan adalah empat yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Lihat: Alwahidi Ilyas, Manafemen Dakwah Kajian Menurut Alquran, Pustaka Belajar, 2001, h1m. 22.



[13] Abd. Rosyad Shaleh, (Manajemen Dakwah, Bulan Bintang, Jakarta, 1986), h1m. 4



14 Departemen Agama, (Alquran dam Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran, Jakarta, 1999), hlm. 919.



[15] Menurut John M. Bryson perencanaan strategi diartikan sebagai suatu upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan mengarahkan bagaimana suatu organisasi, yang dikerjakan dan mengapa melakukannya.Lihat: john M. Bryson, Strategi Planning For Public and Non Profit Organization, terj, M. Miftahuddin, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. xv.



[16] Lihat; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, h1m. 623., dan Ibnu Syamsi, S.U, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajernen, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1988), hlm. 59.



[17] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.cit., hlm. 152.

[18] Ilmu Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan sosial antar individu dalam masyarakat, yang tidak dari aspek kejiwaan-Nya, melainkan dari arah pandangan realitas sosial itu sendiri. Atau mempelajari struktur dan proses-prose sosial yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat dari hubungan dan tindakan sosial (fenomena yang terjadi), bagaimana proses pembentukan sosial dengan berbagai norma dan nilai yang ada di dalamnya, bagaimana memelihara hubungan-hubungan sosial demi keteraturan sosial yang tetap terpelihara. Lihat: Muhammad Amin, Konsep Masyarakat Islam Upaya Mencari Identitas Dalam Era Modernisasi, Fikahati Aneska, Jakarta, 1992, hlm. 17, dan sosiologi pedesaan itu tumbuh pertama sekali dan berkembang di Amerika Serikat, oleh para pendeta Kristen yang hidup di daerah pedesaan (pertanian) yang menuliskan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan di bagian utara negeri ini dan mereka mencari pemecahan problema yarig timbul di dalam masyarakat pedesaan. Masalah-masalah tersebut timbul bersamaan dengan lahirnya industri di benua ini yang menyebabkan sebagian daerah pedesaan terbengkalai. Pada tahun 1920-an mata kuliah tentang problema kehidupan pedesaan mulai masuk di berbagai universitas (disiplin akademik) di bagian utara negeri ini. Sosiologi pedesaan dapat diartikan sebagai suatu ilmu yan mempelajan prilaku spesial (fenomena) masyarakat pedesaan dalam hubungan kelompoknya, dengan menggunakan prinsip ilmu. Lihat; Bahrein T. Sugihen, Sosiologl Pedesaan Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1997, hlm. 22-24.

[19] Kartohadikusumo Soetardjo, (Desa, Balai Pustaka, Jakarta, 1984), hlm. 15.

[20] Soesabdo Marmo Soedjono, (Pemerintah Desa (Undang-Undang No.5 Tahun 1979), Bina Aksara, Jakarta, 1981).



[21] Mubyarto dkk, (Otonomi Masyarakat Desa Perspektif Orang Daerah dan Orang Desa di Enam Desa Jawa-Bali, FPPM, Jakarta, 2000), h1m. 1.



[22] Vernor C. Finch, (Elements Of Geography, McGrow Hill Book Company, London, 1957, hlm). 555.



[23] Sutardjo Kartohadikusumo, (Desa, t.p, Yogyakarta, 1953), hlm. 2.



[24] Birtanto, (Interaksi Kota - Desa, Gholia Indonesia, Jakarta, 1983), hlm. 11.

[25] Birtanto, (PengantarGeografi Desa, UP.Spring, Yogyakarta, 1977), hlm. 10

[26] Sayogyo, (Sosiologi Pedesaan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995), h1m. 24-25.

[27] lbid, hlm , 25.



[28] Joseph S.Rouceh dan Roland L.Warren, (Pengantar Sosiologi, Bina Aksara, 1984), h1m. 103-105.



[29] Mobilitas sosial pada jenis vertikal adalah perubahan status individu karena diharuskan pindah dari satu kelas sosial lainnya, baik pada kelas sosial Yang Jebih tinggi atau lebih rendah. Mobilitas geografi dapat diartikan sebagai letak kelas sosial yang ada, sementara mobilitas horisontal adalah perpindahan atau gerakan dari suatu kepercayaan ke kepercayaan lainnya atau dari suatu kedudukan ke kedudukan yang sama atau sederajat. Tegasnya tidak menimbulkan pengaruhpengaruh atas status sosialnya, skala wibawanya tidak berubah menjadi naik atau turun. Lihat: G.Kartasapoetra dan L.J.B, Sosiologi Umum, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 49-50.



[30] Sapari Imam Asy’ari, (Sosiologi Kota dan Desa, Usaha Nasional, Surabaya, 1993), hlm. 95.



[31] Ibid.



[32] lbid., hlm. 99.



[33] lbid., hlm. 100



[34] Malayu Sp. Hasibuan, (Manajemen-Dasar-Pengertian dan Masalah, Haji Masagung, Jakarta, 1982), hlm. 2.



[35] S. Prajudi Atmo Sudirdjo, (Administrasi dan Management, Gahlia Indonesia, Jakarta, Cet.IX, 1982), h1m. 122-123.



[36] Giffin, (Management, hough ton Mufflin Company, Secand Edition Compyright, 1987), hlm, 8-9.

[37] James A.F.Stomer, (Managemen; terjemahan, Al-Fonsus Strait,Erlangga, Jakarta, Cet.II, 1990), hlm.8.



[38] Ibid.



[39] Sofyan Syafri Harahap, (Sistem Pengawasan Manajemen (Management Control System), Quantum, Jakarta, 2001), hlm.4.

[40] Malayu Sp, (Hasibuan, op.cit), hlm.2.

[41] Prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah 1. Prinsip ketauhidan. 2. Prinsip amar ma'uf nahi munkar; 3. Prinsip kebenaran. 4. Prinsip menegakkan keadilan. 5. Prinsip menjaga amanah. 6. Prinsip keseimhangan. Lihat Alwahidi Ilyas, Manajenen Dakwah Kajian Menurut Perspektif Alquran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 87-100.



[42] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia Dasar dan Kunci Keberhasilan, Gunung Agung, Jakarta, 1997, hlm. 1-7. Sumber lain mengemukakan bahwa setidakrtya ada empat fungsi paling umum digunakan oleh organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Pertama, perencanaan (planning) yaitu menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Kedua, pengorganisasian (organising) yaitu tugas yang dilakukan seorang manajer untuk mengatur pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan sehingga dapat dilakukan secara efektif. Ketiga, memberi dorongan/arahan (actuating) adalah kegiatan yang dilakukan seorang manejer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Keempat, pengawasan (controling) yaitu suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan sebagaimana disusun dalam perencanaan. Lihat: George R. Terry, Prinsip-prinisip Manajemen, terjemahan, J. Smith D.F.M, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, h1m. 15-18. Alwahidi Ilyas, op.cit., hlm. 22-27. Dan Louis E. Boone-David. L. Kurtz, Principles Of Management, Random House Business Division, New York, Second Edition, 1984, him. 5-6.



[43] Onong Uchana Effendy, (Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000), hlm. 241-142.

[44] Selain itu, Frement E. Kast dan James E. Rosen Zweing mengemukakan bahwa ada tiga tahap aliran teori manajemen yaitu : Pandangan tradi5sional, sumbangan ilmu prilaku dan ilmu manajemen dan perkembangan sistem modern dan konsep Contingency. Lihat: Frement E. Kast dan James E. Roserzweing, Organization and Management, terjemahan, A. Hasyimi, Organisasi dan Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm. 77.



[45] Dalam buku-buku literatur, manajemen ilmiah sering diartikan berbeda, pertama manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Kedua, manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik "a bag of tricks" untuk meningkatkan efesiensi kerja organisasi. Lihat: Sukanto R dan T. Hani Handoko, Organisasi Perusahaan: Teori dan Perilaku, BPFE, Yogyakarta, 1983, h1m.14-15.

[46] Hani Handoko, (Manajemen, Cet. IV, BPFE, Yogyakarta, 199I), hlm.43.



[47] Ibid., hlm. 44.

[48] Henri Fayol, (General and Industrial Management, Sir Issac Pitman of Sons, London), 1965, hlni. 47-48.



[49] Ibid

[50] Tani Handoko, op.cit., hlm. 49-52.



[51] Ibid., .hlm. 53-54.



[52] Menurut Stoner bahwa arah perkembangan teori manajemen pada masa yang akan datang ada lima yaitu: l. Dominasi adalah suatu aliran utama akan muncul menjadi yang paling berguna. Dengan menggunakan gagasan-gagasan dari aliran lain, pendekatan yang dominan akan mendesak aliran lainnya dari bidang ini, ini belum terjadi. Sekarang masing-masing pendekatan diketahui memberikan sumbangan pandangan yang kuat, dan memberikan alat dalam mengembangan teori manajemen. 2. Divergensi/ penyimpangan yaitu masing-masing aliran utama dapat membelok dari jalurnya, dengan sedikit saja pengaruh dari teon yang lain. Ini pun jelas belum terjadi saat ini. 3. Konvergensi/penggabungan yaitu semua aliran pada akhirnya bisa banyak persamaannya, dengan batas yang semakin kabur. Hal ini memaing yang terjadi sekarang ini. Konvergensi ini tidak merata, sebagai contoh: peralatan khusus dan model matematika yang canggih dari ilmu manajemen belum diterima secara luas oleh pemikir-pemikir yang berorientasi pada teknik. Nyatanya, beberapa orang melihat kecenderungan pada konvergensi sebagai dominasi satu aliran pada aliran yang lain. 4. Sintesis yaitu ahli-ahli teori yang lain memandang konvergensi yang terlihat sekarang ini akan berpengaruh pada integrasi (paduan pers ektif aliran-aliran yang ada, ini tidak akan menjadi pembentukan erlapis. Sebaiknya integrasi itu akan merupakan pendekatan konsep yang segara pada bidang manajemen. Dua calon untuk integrasi itu adalah : pendekatan sistem dan pendekatan kontijensi. 5. Penambahan aliran baru, sebagai kemungkinan terakhir, masih akan timbul lebih banyak aliran atau perspektif lain. Lihat: James A.F. Stoner, .Manajemen, Edisi2. Erlangga, Jakarta, 1989, hlm. 54.

[53] Lexy J. Moeleong, (Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XI, Remaja Rosda Karva, Bandung), hlm. 3.



[54] Koentjaraningrat, (Mctode-metode Penelitian Masyarakat, Cet.II, Gramedia, Jakarta, hlm. 129. Lihat juga Robert R. Mayer dan Emest Green Wood, Rancangan Penrlitian Kebijakan Sosial, Raja Wali Pres, Jakarta, 1984), hlm. 397-398.





[55] Cholid Narbuko dan Abu ahmadi, (Metodelogi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 1993), h1m. 70-83.

[56] Lexy J. Moleong, (Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999), hlm. 22



[57] Ibid., hlm 190













.