Artikel Virus Polio

*Artikel ini dibuat pada  10 April 2008 sebagai salah satu bentuk tugas Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat. Tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan sarannya sangat penulis harapkan....
Semoga Bermanfaat.....!
Azhadira Crew, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja 2008.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Polio adalah infeksi penyakit virus polio menyerang dan merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah yaitu lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.
Polio masih menjadi masalah di beberapa negara di seluruh dunia. Pada tahun 1988, beberapa negara meluncurkan Program Pemberantasan Polio Global untuk menghapus polio dengan melaksanakan kampanye imunisasi masal. Sebab masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, kampanye imunisasi masal dilakukan dengan mengadakan PIN (Pekan Imunisani Nasional). PIN adalah merupakan suatu imunisasi suplementasi, bertujuan untuk menghilangkan atau mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio liar yang masih ada di wilayah yang bersangkutan (Pedoman Pelaksanaan PIN. 2005). Program PIN ini, semua anak usia 0-59 bulan (Balita), tanpa kecuali akan serentak diimunisasi, tanpa memandang apakah sudah pernah diimunisasi Polio atau belum. Imunisasi serentak dilakukan pada pos-pos PIN, seperti Posyandu dan Puskesmas. Selain itu, juga dilakukan kunjungan kesemua rumah untuk meyakinkan bahwa semua balita telah terimunisasi.
Dengan program PIN tersebut, Indonesia pernah dinyatakan bebas polio selama 10 tahun. Tetapi pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi (Jawa Barat) akibat strain virus yang menyebabkan wabah di Nigeria. Virus ini diperkirakan terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang yang bepergian ke Arab untuk haji. Mewabahnya kembali polio di Indonesia terjadi karena pada putaran-putaran imunisasi sebelumnya ditahun 2005 tidak cukup untuk mengimunisasi banyak anak, rendahnya angka rata-rata cakupan imunisasi berkala di Indonesia yaitu 70 persen serta pola hidup masyarakat yang masih kurang.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana tinjauan singkat polio?
1.2.2 Bagaimana mekanisme peyebaran polio?
1.2.3 Bagaimana upaya preventif, kuratif, dan rehabilitasi polio?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tinjauan singkat polio.
1.3.2 Untuk mengetahui mekanisme peyebaran polio.
1.3.3 Untuk mengetahui upaya preventif, kuratif, dan rehabilitasi polio.

1.4 Manfaat
Melalui makalah yang penulis susun, diharapkan masyarakat tahu dan memahami gejala-gejala polio serta dampak yang ditimbulkannya, sehingga bisa melakukan tindakan preventif, kuratif dan rehabilitasi untuk mengatasi masalah wabah polio di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Singkat Polio

Poliovirus

Klasifikasi virus
Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Spesies : Poliovirus

2.1.1 Penyebab Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus yaitu poliovirus (PV). Virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon). Strain 1 merupakan paralitogenik atau paling ganas dan sering menyebabkan kejadian luar biasa (wabah), strain 3 lebih jarang demikian pula strain 2 paling jarang dan paling jinak. Virus polio berukuran hanya 27 nanometer, berbentuk icosahedral, tanpa sampul (envelope) dengan genom RNA, single stranded messenger molecule. Single stranded RNA membentuk hampir 30% bagian virion dan sisanya terdiri atas 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg) (Widodo Judarwanto, 2005).

2.1.2 Gejala Polio
Respons pertama terhadap infeksi virus polio biasanya bersifat infeksi asimptomatik, yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 - 8 % infeksi virus polio tidak menimbulkan gejala serius. Infeksi itu hanya menimbulkan penyakit minor (abortive poliomyelitis) berupa demam, mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, otot menjadi lemah, sembelit dan sakit tenggorokan. Setelah itu, penderita dapat sembuh dalam beberapa hari.
Namun, bila virus menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat di otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik 1 - 2% dan poliomyelitis paralitik (kelumpuhan) 0,1-1%. Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, virus polio telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher. Sedangkan kasus poliomyelitis paralitik, biasanya terjadi sebagai perkembangan lebih lanjut dimulai dengan fase preparalitik selama 1-2 hari. Strain poliovirus menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Gejalanya adalah badan panas, nyeri kepala, muntah atau mencret, nyeri pada otot-otot, kemudian terjadi kelumpuhan pada anggota gerak, lengan atau tungkai yang sifatnya lemas (flacid paralisis). Lumpuh lemas (flacid paralisis) terjadi karena hilangnya refleks atau penurunan refleks pada lengan dan tungkai, yang terjadi akibat kerusakan neuron motor bawah. Jika tidak adanya kekebalan alami akan menyebabkan terserangnya batang otak yang menyebabkan poliomyelitis bulbar. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan. Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan.
Menurut Widodo Judarwanto (2005), fase-fase infeksi virus polio adalah sebagai berikut.
  1. Stadium akut (sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu). Ditandai dengan suhu tubuh meningkat, kadang disertai sakit kepala dan muntah. Kelumpuhan itu terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di medula spinalis (tulang belakang) oleh invasi virus. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit. Kelumpuhan tersebut bersifat asimetris sehingga menimbulkan deformitas yang cenderung menetap.
  2. Stadium subakut (2 minggu s/d 2 bulan). Ditandai dengan menghilangnya demam, kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan, kemudian timbul kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi.
  3. Stadium konvalescent (2 bulan s/d 2 tahun). Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot lemah. Sekitar 50%-70% fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Kemudian setelah usia dua tahun, diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot.
  4. Stadium kronik atau dua tahun lebih sejak gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot permanen.
Gamar 2. Anak yang terkena polio

2.2 Mekanisme Penyebaran Polio
Virus polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus polio ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan virus polio dapat berlangsung melalui:
1) Fekal-oral (dari tinja ke mulut) berarti minuman atau makanan yang telah terkontaminasi tinja dari orang yang sudah terjangkit polio masuk ke mulut manusia sehat lainnya
2) Oral-oral (dari mulut ke mulut) adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya. (Widodo Judarwanto, 2005).
Setelah seseorang terkena infeksi, virus tersebut berkembang biak didalam usus dan akan keluar melalui feses selama beberapa minggu. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Virus polio dapat ditemukan didalam sekret tenggorokan dalam waktu 36 jam dan pada tinja 72 jam setelah terpajan dengan infeksi baik dengan penderita klinis maupun dengan kasus inapparent. Penderita polio sangat menular selama beberapa hari sebelum dan beberapa hari sesudah gejala awal.
Dalam artikel yang berjudul Polio Impor Di sukabumi (http://www.tempointeraktif.com, diakses tanggal 28 maret 2008) Siklus penularan virus poilo dapat dijelaskan sebagi berikut.
  1. Satu virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah.
  2. Reseptor-reseptor sel saraf menempel pada virus.
  3. Capsid (kulit protein) dari virus pecah untuk melepaskan RNA (materi genetik) ke dalam sel.
  4. RNA polio bergerak menuju sebuah ribosom-stasiun perangkai protein pada sel.
  5. RNA polio menduduki ribosom dan memaksanya untuk membuat lebih banyak RNA dan capsid polio.
  6. Capsid dan RNA polio yang baru bergabung untuk membentuk virus polio baru.
  7. Sel inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus polio baru kembali ke aliran darah.
Banyak jenis sel manusia memiliki reseptor yang cocok dengan virus polio tak diketahui mengapa virus suka neuron motorik ketimbang sel lain. Dari 200 virus yang bertemu sel, hanya satu yang sukses masuk dan bereplikasi. Sistem kekebalan tubuh melindungi diri dengan memproduksi antibodi yang melawan protein yang ditutupi virus, mencegah virus berinteraksi dengan sel yang lain.

2.3 Upaya Preventive, Kuratif, dan Rehabilitasi Penyakit Polio
2.3.1 Preventive. 
Upaya pencegahan polio dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
  1. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi sedini mungkin semasa anak-anak.
  2. Pekan Imunisasi Nasional (PIN). Imunisasi dilakukan untuk memberikan vaksin polio kepada balita. Vaksin polio yang diberikan ada dua jenis vaksin polio yaitu:
  • Vaksin polio oral (OPV) yang ditemukan Albert Sabin. OPV diberikan ke dalam mulut yang berisi virus polio hidup yang telah dilemahkan. OPV merangsang pembentukan antibodi baik antibodi di dalam darah maupun antibodi lokal pada jonjot (vili) usus. OPV dapat memberikan perlindungan kepada individu sebab jika diberikan berulang kali, vaksin ini merangsang pembentukan antibodi dalam darah yang memblokir penyebaran virus ke sistem saraf pusat dan melindungi seorang anak seumur hidup. Cara memberikannya adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis.
  • Vaksin polio yang dinonaktifkan/dimatikan (IPV) yang dikembangkan Jonas Salk. Vaksin polio ini mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan dengan cara disuntikkan. Baik OPV maupun IPV kedua-duanya merangsang pembentukan kekebalan intestinal. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine yaitu kombinasi DPT dan polio. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi Polio Dasar yang lengkap adalah 4 kali, yaitu saat bayi lahir (Polio-), usia 3 bln (Polio-1), usia 4 bln (Polio-2) dan usia 5 bln (Polio-3). Dengan lengkap 4 kali dimaksudkan bayi dapat menyusun antibodinya dengan maksimal, untuk suatu proteksi 5-10 thn. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5–6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun) (Sulianti Saroso, 2007).
  • Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
  • Melakukan Mopping Up artinya pemberian vaksinasi masal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
  • Peningkatan sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan. Karena penyebaran virus polio ini melalui tinja, maka masyarakat dihimbau menjaga kebersihan lebih baik lagi, terutama pada jamban di rumah-rumah mereka serta selalu melakukan cuci tangan bila akan melakukan sesuatu pekerjaan seperti makan.
  • Konsumsi makanan yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh seperti vitamin C.
2.3.2 Kuratif.
Sejauh ini belum ditemukan obat spesifik yang dapat membunuh virus polio. Anak yang terinfeksi virus polio dan belum pernah melakukan imunisasi, maka diberikan globulin gamma. Penderita polio juga bisa diberikan obat penahan rasa sakit dan obat pengurang rasa nyeri, seperti aspirin atau obat golongan astominofen dan kejang otot. Kejang dan nyeri otot juga bisa dikurangi dengan kompres hangat.

2.3.3 Rehabilitasi.
Kelumpuhan ditatalaksana dengan cara rehabilitasi medik, yaitu latihan-latihan tertentu, bila keadaan sudah stabil. Untuk perawatan bagi penderita polio akut dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik serta peralatan yang memadai terutama bagi penderita yang membutuhkan bantuan alat bantu pernafasan (trakeostomi). untuk memulihkan fungsi tubuh setelah mengalami kelumpuhan akibat poliomyelitis dan dapat mencegah terjadinya deformitas dapat dilakukan dengan cara fisioterapi , menggunakan sepatu khusus yaitu bidai (alat batu berjalan) dan operasi ortopedik


BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut.
3.1.1. Tinjauan singkat polio meliputi:
  1. Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus yaitu poliovirus (PV).
  2. Gejala-gejala polio berbeda-beda sesuai dengan jenis polio yang terjangkit. Dimana fase infekasi polio meliputi: stadium akut, stadium subakut, stadium konvalescent, stadium kronik
3.1.2. Mekanisme Penyebaran Polio meliputi penularan virus polio yang terdiri dari fekal-oral (dari tinja ke mulut) dan oral-oral (dari mulut ke mulut). 

3.1.3. Upaya Preventive, Kuratif, dan Rehabilitasi Polio, meliputi:
  1. Preventif : memberikan penyuluhan, Pekan Imunisasi Nasional (PIN), Survailance Acute Flaccid Paralysis, Mopping Up dan peningkatan sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan.
  2. Kuratif : memberikan obat penahan rasa sakit, dan pengurang rasa nyeri.
  3. Rehabilitasi: rehabilitasi medik, alat bantu pernafasan, fisioterapi, menggunakan bidai dan operasi ortopedik
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut.
  1. Masyarakat hendaknya melakukan pola hidup sehat.
  2. Posyandu kini harus secepatnya direvitalisasi dimana penanggulangan kesehatan masyarakat bukan hanya diprogramkan pada aspek kuratif saja, tetapi sekaligus mencakup aspek pencegahan penyakitnya.
  3. Para pelancong yang mengunjungi negara endemis polio hendaknya diberi imunisasi.













.