Makalah Penyakit Pes

 *Artikel ini dibuat pada  10 April 2008 sebagai salah satu bentuk tugas Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat. Tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan sarannya sangat penulis harapkan....
Semoga Bermanfaat.....!
Azhadira Crew, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja 2008.
I.    PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Penyakit pes di Indonesia termasuk penyakit yang dicantumkan dalam Undang-undang Karantina dan Epidemi, (Undang-undang RI 1962) karena menimbulkan wabah yang berbahaya. Pertama kali wabah penyakit pes menyerang Eropa, kemudian India dan sampai ke Indonesia pada tahun 1910 karena adanya tikus yang sedang menderita pes terbawa di dalam kapal dari India yang mengangkut beras ke Indonesia. Pada tahun 1910 terjadi wabah pes di Surabaya, kemudian menjalar ke Malang, Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta. juga masyarakat dusun Solorowo masih tradisional. Merebaknya berbagai penyakit menular yang terjadi di Indonesia sebagian besar ditimbulkan oleh kurangnya perhatian pada perbaikan kesehatan lingkungan. kehidupan masyarakat dahulu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek. Dinding-dinding gedek itu sering kali dibuat rangkap sehingga di antaranya terdapat celah atau lubang yang memungkinkan tikus bersarang.
Kehidupan masyarakat sekarang ini, tidak menutup kemungkinan, wabah penyakit pes itu akan kembali terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya. Di kota-kota besar seperti Jakarta misalnya, banyak daerah-daerah yang kondisi kebersihannya masih belum terjaga, bangunan-bangunan non permanen (gubuk)  yang dihuni oleh masyarakat pendatang yang tidak memiliki rumah tetap bisa menjadi sarang untuk hewan yang menjadi penyebaran penyakit pes ini yaitu tikus. Selain dari lingkungan yang kurang kebersihannya, penyebaran penyakit pes ini bisa juga disebabkan oleh adanya suatu tradisi yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap suatu tempat tertentu yang menyebabkan adanya keakraban antara manusia terhadap lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat sangat mensakralkan tempat-tempat tertentu yang dianggap mempunyai nilai kesejarahan serta nilai budaya seperti Petrenan, yaitu tempat yang disakralkan yang dipercaya sebagai tempat makam leluhur dijadikan tempat pemujaan dan untuk menyelenggarakan upacara ritual dan keagamaan (Kasnodihardjo, 2005).
Sehingga adanya hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan alam sekitarnya yang menyangkut rodent, pinjal dan habitat juga sifat tradisional tersebut menunjang tetap terpeliharanya penularan pes di masyarakat. Ditunjang pula oleh pengetahuan dan persepsi penduduk yang salah terhadap penyakit pes, maka penyakit tersebut sewaktu-waktu akan tetap menjadi wabah.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.2.1    Apakah penyakit pes itu?
1.2.2    Bagaimana mekanisme penularan penyakit pes tersebut?
1.2.3    Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi penderita penyakit pes?

1.3    Tujuan
Adapun tujuan deri penulisan makalah ini yaitu:
1.3.1    Untuk mengetahui definisi penyakit pes,
1.3.2    Untuk mengetahui mekanisme penularan penyakit pes,
1.3.3    Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi penderita penyakit pes.

1.4    Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.4.1    Dapat menambah pengetahuan bagi penulis mengenai penyakit-penyakit menular khususnya penyakit pes, baik mekanisme penularannya sampai upaya-upaya pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi bagi penderitanya.

II.    PEMBAHASAN

2.1    Tinjauan tentang Penyakit Pes
Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia. Pes juga merupakan infeksi pada hewan pengerat liar yang ditularkan dari satu hewan pengerat ke hewan lain dan kadang-kadang dari hewan pengerat ke manusia karena gigitan pinjal.
Vector dari penyakit pes ini adalah pinjal. Ada 4 jenis pinjal di Indonesia yaitu Xenopsylla cheopis, Culex iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus.
Penyebab penyakit pes ini adalah hama penyakit basil pes yang disebut juga Pasteurella pestis. Basil ini ditemukan oleh Kitasato dan Yersin di Hongkong pada tahun 1894. Setelah hasil itu (basil) diberi warna menurut Loefler terlihat, bahwa pewarnan pada kedua ujungnya adalah lebih tebal, dan basil itu disebut berkutub dua atau bipolar. Besarnya lebih kurang 2 mikron. Basil pes ini dapat dibunuh oleh sinar matahari. Larutan karbol 1% sublimate 1% dan susu kapur dapat membunuh basil ini dalam beberapa menit. Bila di atas tanah, basil ini akan mati selama 24 jam.

2.2    Mekanisme Penularan Penyakit Pes
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.
Mengenai terjadinya wabah pes pada tikus dan manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1    Terjadinya wabah pes pada tikus
Wabah pada hewan umumnya disebut epi-zooti dari (epi = pada, zoo = hewan; Epi-demi berasal dari epi = pada, demi/demos = rakyat). Wabah pes pada manusia didahului oleh epizooti pes pada tikus, dan ini tentunya ada hubungan antara epizooti tikus dengan epidemic manusia. Pada seekor tikus yang menderita penyakit pes terdapat gejala penyakit: suhu badan naik, sangat gelisah, berkeliaran kian kemari. Mungkin tikus ini akan mati disembarang tempat. Pinjal-pinjalnya yang telah ketularan karena menghisap darah tikus yang sakit tadi segera meninggalkan bangkai tikus yang telah dingin. Pinjal tersebut akan meloncat-loncat tidak lebih 50 cm dan jauh tidak lebih 60 cm. jika perut pinjal itu mengandung darah yang berisi basil-basil pes, basil tersebut dapat hidup di dalam perut pinjal selama 40 hari. Bila pinjal yang tertular tersebut menggigit tikus yang sehat, tikus tersebut akan menderita penyakit pes dan akan mati dalam 4 atau 5 hari.  Dengan cara demikian timbullah epizooti pada tikus. Pada epizooti ini mungkin banyak tikus yang mati, baik di dalam maupun di luar rumah. Untuk menetapkan bahwa tikus itu mati karena pes, bangkai tikus itu perlu dikirim ke perusahan Negara Laboratorium Bio Farma. Bangkai tikus itu harus dicapit dengan capit yang panjangnya lebih kurang 1 cm, mengingat bahwa pinjal-pinjal itu dapat meloncat sampai kurang 90 cm. lalu bangkai itu dimasukkan ke dalam blek minyak tanah kosong dan dikirim ke Lab dan ditutup rapat.
Bila banyak tikus yang mati karena pes, banyak pula pinjal-pinjal tikus yang meninggalkan bangkai tikus itu. Pinjal dapat juga melewati lubang pada langit-langit rumah yang lubangnya tidak tertutup rapat. Dengan melalui lubang pada langit-langit ia dapat masuk ke dalam rumah. Barulah manusia menjadi sasarannya seperti pada gambar 01. Pinjal tikus yang telah kelaparan dapat menghisap darah dengan kuat. Jika di dalam perut pinjal itu banyak terdapat basil pes, basil itu akan menyumbat lubang antara proventrikulus dan ventrikulus. Karena penyumbatan itu, pada permulaan proventrikulus akan penuh dengan darah, akan tetapi tidak menimbulkan rasa kenyang. Pinjal itu akan mencabut moncongnya dan menggigit lagi. Pada waktu moncong dicabut, darah yang tercampur dengan basil pes akan turut keluar dan masuk ke dalam tempat penggigitan. Dengan cara itu manusia dapat ketularan basil pes dan mulailah perkembangan penyakit pes di dalam tubuh manusia.
Pengalaman para ahli menunjukkan bahwa suatu wabah biasanya terjadi dalam musim hujan dan mempunyai puncaknya pada bulan desember atau januari. Agar pada puncak wabah didapat kekebalan yang cukup, immunitas biasanya dimulai 2/3 bulan sebelumnya. Pada daerah-daerah dengan suhu iklim kurang dari 30ÂșC seperti di pegunungan penyakit pes akan menetap.

2.2.2    Perkembangan wabah pes di dalam tubuh manusia.
Pada tempat gigitan pinjal akan timbul gelembung kecil yang berisi cairan yang Hemoragis, juga akan timbul pada kulit setempat yang agak besaran. Bentuk demikian disebut pes kulit. Menurut Prof. De Lange 5% dari gigitan pinjal yang ketularan menimbulkan pes kulit. Basil pes kemudian ikut dengan aliran getah bening, menuju daerah kelenjar getah bening, dan menimbulkan Limpadenitis atau bubo. Jika digigit di tangan, bubo akan timbul di ketiak. Jika digigit dikaki, bubo akan timbul di lipatan paha, dan jika digigit dikepala, bubo akan timbul di leher. Jika orang yang tertular itu tidak pernah menerima vaksinasi terhadap pes dan tidak memiliki kekebakan tubuh, bubo itu menimbulkan gejala: peradangan merah, panas, bengkak, sakit yang hebat disertai suhu badan yang tinggi. Penderita terlihat sangat gelisah. Selaput lendir mata yang kemerah-merahan seringkali sebagai gejala yang terlihat. Bubo di lipatan paha sedemikian sakitnya, sehingga penderita berbaring dengan rasa tak berdaya, sedang pahanya terkaku dalam fleksi. Lalu bubo itu akan pecah, dan keluarlah nanah bercampur darah dari jaringan yang mati. Penyembuhan berjalan sangat perlahan, hal ini berlainan dengan bisul karena stafilokokkus yang lekas sembuh setelah pecah. Dengan penderita yang agak lama, bubo ini akan merusak badan penderita sampai kurus. Kematian dapat meningkat sampai 60% pada panderita yang belum pernah mendapat vaksinasi anti-pes.
Pada penyakit pes yang disebabkan karena basil pes yang sangat ganas, mungkin tidak timbul bubo. Daerah kelenjar limpa dilewati dan melalui duktus thorasikus, basil itu masuk ke dalam peredaran darah. Timbullah keadaan pes-sepsis (pes-bakteri aemi, atau pes septichaemi) dengan gejala intoksikosis yang hebat dan penderita menderita panas yang tinggi. Ia kelihatan gelisah, mungkin penderita berkeliaran di luar ruamah dan meninggal di sembarang tempat. Bila di daerah yang ketularan pes ditemukan mayat yang berbadan baik, tidak memperlihatkan gejala sakit dan penganiayaan, kemungkinan orang itu meninggal karena pes.
Pes-septichaemi juga dapat terjadi pada penderita pes bubo. Setelah terjadi pes bubo mungkin bubo itu dilewati oleh basil pes. Dengan melalui duktus torasikus ia masuk ke peredaran darah, selanjutnya masuk ke vena kava superior, ke serambi kanan, bilik kanan, arteria pulmonalis, dan sampai di paru-paru akan menimbulkan pes paru-paru. Pes paru ini disebut pes paru sekunder. Karena terjadi dengan melalui pes bubo dan pes-septichaemi.
Penderita ini dapat menyemburkan basil pes dengan dahaknya yang halus ke udara. Basil pes ini akan masuk ke pernafasan orang sehat dengan cara langsung dan akan timbul pes paru primer (terlihat pada gambar 01 di atas).
Pes paru adalah penyakit yang berat dan dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa hari saja. Penderita kelihatannya sangat lemah, sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu batuk dengan keras. Jika batuk, dahaknya bercampur dengan darah.

Dari peristiwa terjadinya wabah pes di atas, ada beberapa penularan penyakit pes tersebut. Adapun bagan penularan penyakit pes sebagai berikut.

Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang–orang yang bila digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif. Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan, ataupun pada orang-orang yang mengadakan rekreasi/camping di hutan.                  
Penularan pes ini dapat terjadi pada orang yang berhubungan erat dengan tikus hutan, misalnya para ahli Biologi yang sedang mengadakan penelitian di hutan, dimana orang tersebut terkena darah atau organ tikus yang mengandung kuman pes.
 Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada seseorang karena digigit oleh pinjal infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.
Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal. Pinjal yang efektif kemudian menggigit manusia.
Penularan pes dari seseorang ke orang lain dapat juga terjadi melalui gigitan pinjal manusia Culex Irritans (Human flea)
Penularan pes dari seseorang yang menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan. Pada no.1 sampai dengan 5, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).

2.3    Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi
2.3.1    Pencegahan
Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya.
Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya dengan manusia dapat dilakukan seperti berikut.
  1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.
  2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung sehingga mengurangi kesempatan bagi tikus untuk bersarang (rat proof).
  3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.
  4. Menggunakan lantai semen.
  5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai atau mengundang tikus.
  6. Melaporkan kepada petugas Puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas (rat fall).
  7. Tinggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah.
Surasetja (1980), menyatakan bahwa selain upaya pencegahan, ada pula upaya pemberantasan penyakit pes yaitu sebagai berikut.
  1. Keharusan melaporkan terjadinya penyakit pes oleh para dokter supaya tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat dijalankan. Keharusan ini tercantum dalam undang-undang karantina danepidemi (UU Wabah 1962).
  2. Keharusan melaporkan adanya kematian sebelum mayat dikubur. Pada mayat itu dilakukan fungsi paru, limfa dan pada bubo. Pes paru primer dapat dinyatakan bila cairan paru pasitif dan pes cairan limpa negatif. Pes paru sekunder terjadi bila cairan paru dan cairan limpa positif. Pes septichaemi jika cairan paru negatif dan cairan limpa positif.
  3. Tindakan selanjutnya jika telah dinyatakan diagnosa pes adalah penderita pes paru (primer dan sekunder) harus diisolasi dan dirawat di rumah sakit. Penduduk di sekitar rumah pes divaksinasi. Rumah disemprot dengan DDT. Kemudian rumah itu dibuka atapnya agar matahari dapat masuk. Lalu rumah tersebut diperbaiki kembali.
  4. Suntikan anti pes secara umum.
  5. Pembasmian pinjal tikus dilakukan dengan bubuk DDT yang ditaruh pada tempat yang biasa dilalui oleh tikus. Bubuk DDT akan melekat pada bulu tikus sehingga akan membunuh pinjal-pinjal itu. Hal ini dapat pula dilakukan serangkaian pemberantasan nyamuk malaria melalui penyemprotan.
  6. Pembasmian tikus dengan racun, perangkap dan kucing.
  7. Pengawasan angkutan padi dan lain-lain dengan pikulan, gerobak, dan sebagainya agar tikus yang tertular pes tidak terangkut dari satu daerah ke daerah yang lain.
  8. Perbaikan rumah agar tikus tidak bersarang di dalam rumah.
  9. Tindakan kebersihan seperti menjemur alat-alat tidur setiap minggu. Jangan ada sisa-sisa makanan yang berhamburan dan menarik tikus.

2.3.2    Pengobatan
Upaya pengobatan terhadap penderita penyakit pes, baik yang menularkan maupun yang tertular adalah sebagai berukut.
1)    Untuk tersangka pes
  • Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau
  • Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut
2)    Untuk Penderita Pes
  • Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturut-turut.Setelah panas hilang.
  • Dilanjutkan dengan pemberian :
  • Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau
  • Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut –turut, kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.
3)    Untuk pencegahan terutama ditujukan pada:
  • Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo.
  • Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru.
Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10 hari berturut-turut.

2.3.3    Rehabilitasi
Untuk rehabilitasi terhadap penyakit pes ini tidak menduduki peranan penting, karena yang telah sembuh dari penyakit pes ini, umumnya menjadi sehat kembali dan dapat bekerja seperti bisanya.


III.    PENUTUP
3.1    Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
  1. Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia.
  2. Mekanisme penyebaran penyakit pes terjadi melalui kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.
  3. Upaya dalam menanggulangi wabah penyakit pes ini meliputi upaya pencegahan yang dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya, upaya pengobatan dengan obat-obatan seperti Tetracycline, Cholamphenicol, Streptomycine yang diminum sesuai aturan dan dosis, serta upaya rehabilitasi.

3.2    Saran
  1. Hendaknya masyarakat tetap mempertahankan kebersihan lingkungan agar terhindar dari berbagai jenis penyakit yang membahayakan.
  2. Pihak pemerintah harus lebih memperhatikan rakyat di semua lapisan secara merata untuk bisa memberikan fasilitas yang menunjang kesehatan bagi masyarakat.


Daftar Pustaka

  1. Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Alumni : Bandung.
  2. Jawetz, Erner. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.
  3. Surasetja, Admiral. 1980. Ilmu Penyakit Khusus untuk Perawat bagian III. Bhatara Karya Aksara: Jakarta.













.