BAB I
PENDAHULUAN
Siapa pun pasti tak pernah berharap menjadi orang tua tunggal (single parent). Keluarga yang lengkap dan utuh merupakan idaman setiap orang. Namun, adakalanya nasib berkata lain.
Menjadi single parent dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah. Terlebih, bagi seorang isteri yang ditinggalkan suaminya, karena meninggal atau bercerai. Paling tidak, dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Meski menjadi orangtua tunggal terbilang tak mudah dijalani, namun sangat banyak wanita yang menjadi ibu sekaligus kepala keluarga, tetap sukses membesarkan anak-anaknya.
Anak masalah terberat: Pakar ahli jiwa AS, Dr Stephen Duncan, dalam tulisannya berjudul "The Unique Strengths of Single-Parent Families" mengungkapkan, pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga yang hanya dipimpin orangtua tunggal adalah masalah anak.
Anak, paparnya, akan merasa dirugikan dengan hilangnya salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. ''Hasil riset menunjukkan bahwa anak di keluarga yang hanya memiliki orangtua tunggal, rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan sesuatu dengan baik dibandingkan anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya utuh,'' terangnya.
Menurut Duncan, keluarga dengan orangtua tunggal selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi. Ia berpendapat, sebuah keluarga dengan orangtua tunggal sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif, laiknya keluarga dengan orangtua utuh.
Asalkan, mereka tak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya. ''Melainkan, harus secara sadar membangun kembali kekuatan yang dimilikinya,'' katanya. Sedangkan, Stephen Atlas, pengarang buku Single Parenting, menuliskan, jika keluarga dengan orangtua tunggal memiliki kemauan untuk bekerja membangun kekuatan yang dimilikinya, itu bisa membantu mereka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dengan begitu, Duncan menyambung, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari upaya itu bagi si orangtua maupun anak-anaknya. ''Dengan begitu, sebenarnya bukan sebuah halangan bagi wanita yang menjadi single parent untuk mendidik dan memelihara keluarganya,'' katanya.
Apalagi ada sebuah kajian psikologi yang menyatakan bahwa wanita bisa lebih kuat menghadapi perpisahan, baik itu kematian maupun perceraian dengan pasangan, ketimbang laki-laki.
Wanita semestinya lebih tahan menderita karena secara sunnahtullah ia terlatih untuk 'kuat' menghadapi darah menstruasi di awal balighnya, hamil, dan melahirkan.
Sementara, di usia baligh yang sama, anak laki-laki mungkin masih bermain-main. Namun, paparan ini bukan menjadi alasan untuk mudah memutuskan menjadi orang tua tunggal, apalagi karena perceraian.
BAB II
PEMBAHASAN
WANITA SEBAGAI SINGLE PARENTS
Keluarga yang lengkap dan utuh merupakan idaman setiap orang. Namun, adakalanya takdir berkata lain sehingga menempatkan Anda sebagai orangtua tunggal. Menjadi orangtua tunggal dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah. Baik pria maupun wanita, tentu sangat berat mengalami ditinggal pasanga. Dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Seringkali orangtua tunggal dituntut harus bekerja ekstra keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Disisi lain, orangtua tunggal seharusnya tetap menyediakan waktu bersama dengan anak-anaknya.
Fenomena single parent beberapa dekade terakhir ini menjadi marak terjadi di berbagai negara di seluruh dunia. Pada tahun 2003, di Australia terdapat 14% keluarga dari keseluruhan jumlah keluarga masuk dalam kategori single parent, sedangkan di Inggris pada tahun 2005 terdapat 1,9 juta single parent dan 91% dari angka tersebut adalah wanita sebagai single parent. Berdasarkan data tersebut dapat memberikan gambaran tingginya keluarga yang berstatus sebagai single parent.
Menurut Deacon dan Firebough (1988) ada beberapa faktor yang mempengaruhi status single parent. Faktor-faktor tersebut antara lain: kehamilan sebelum menikah, kematian suami atau istri, perpisahan atau perceraian dan adopsi. Data di Inggris menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga yang berstatus single parent adalah wanita sebagai kepala keluarga merangkap sebagai ibu rumah tangga, dalam kata lain wanita menjalankan peran ganda.
Fakta yang terjadi di Inggris tersebut akan menunjukkan hal sama yang terjadi pada negara lain termasuk Indonesia. Menjadi single parent dan menjalankan peran ganda bukan merupakan hal yang mudah bagi seorang wanita, terutama dalam hal membesarkan anak. Hal ini dikarenakan, di satu sisi ia harus memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya (pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan di sisi lain ia pun harus memenuhi semua kebutuhan fisik anak-anaknya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan materi).
Artinya, wanita yang berstatus sebagai single parent harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan domestik dan publik demi tercapainya tujuan keluarga yang utama, yakni membentuk anak yang berkualitas. Bukan hal yang mudah menjalankan dua peran tersebut sekaligus dalam membentuk anak yang berkualitas. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen keluarga khusus dan matang agar anak yang dibesarkan pada kondisi keluarga single parent pun sama berkualitasnya dengan anak yang dibasarkan pada keluarga utuh.
2.1 Kematangan Wanita sebagai Single Parent
Seperti yang telah disebutkan pada sebelumnya bahwa keluarga yang berstatus single parent disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang ada itu mempengaruhi kematangan wanita sebagai seorang single parent. Kematangan dalam segi fisik dan terutama psikologis menjadi faktor yang utama yang dibutuhkan untuk keberhasilan wanita sebagai single parent dalam membesarkan anaknya. Wanita sebagai single parent yang sangat riskan dalam membesarkan anaknya adalah disebabkan oleh kehamilan sebelum menikah, karena sebagian besar kehamilan sebelum menikah terjadi pada remaja.
Remaja belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjadi single parent. Pada kasus ini dibutuhkan dukungan yang lebih besar dari keluarganya untuk menyiapkannya menjadi seorang single parent. Pada kasus lain yang menyebabkan wanita menjadi single parent (perpisahan atau perceraian, kematian suami atau istri, dan adopsi), dirasa tidak terlalu bermasalah pada kematangan wanita tersebut (terutama alasan adopsi karena ada keinginan internal dari wanita untuk memiliki dan membesarkan anak, artinya ia telah benar-benar siap dengan segala konsekuensi sebagai single parent) karena pada kondisi itu wanita dinggap telah dewasa dan telah mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap membutuhkan jangka waktu tertentu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Kematangan wanita yang berstatus sebagai single parent merupakan hal yang utama dibutuhkan dalam mebesarkan serta mendidik anak-anaknya. Hal tersebut dikarenakan, kematangan pada wanita sebagai single parent dapat mempengaruhi caranya dalam memanajemen diri dan keluarganya, terutama dalam membentuk anak yang berkualitas.
2.2 Manajemen Keluarga pada Keluarga Berstatus Single Parent
Orang tua sebagai single parent harus menjalankan peran ganda untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan dengan baik antara pekerjaan domestik dan publik. Dalam hal ini, kematangan fisik dan psikologis merupakan faktor yang sangat vital dibutuhkan untuk melakukan manajemen keluarga.
Wanita yang berstatus single parent dimana ia harus mencari uang untuk menafkahi keluarganya dan juga harus memenuhi kebutuhan kasih sayang keluarganya harus melakukan perencanaan yang matang dalam pengorganisasian kegiatanya menjalankan peran ganda. Dalam melakukan perencanaan tersebut, ia harus mengkomunikasikan rencana yang telah ia buat pada keluarga terdekatnya (orang tua, paman atau bibi), terutama yang akan dimintai bantuan nantinya.
Setelah dilakukan perencanaan, maka ia harus melaksanakan rencana yang telah ia buat. Apabila diperlukan, maka ia bisa juga meminta bantuan pada keluarga terdekatnya untuk membantu kegiatan keluarganya selama ia diluar rumah untuk mencari nafkah, tentunya ia harus mengkomunikasikan hal ini sebelumnya dengan orang yang bersangkutan.
Hal terakhir yang harus dilakukan dalam memanajemen keluarga yang berstatus single parent adalah dengan mengevaluasi semua kegiatan yang telah berlangsung di keluarga. Evaluasi diperlukan untuk meninjau apakah kegiatan keluarga yang telah berlangsung, terutama yang dihandle oleh anggota keluarga yang lain sesuai dengan harapannya atau tidak. Disamping itu, evaluasi juga dibutuhkan membenahi perencanaan keluarga selanjutnya.
2.3 Manajemen Wanita sebagai Single Parent dalam Membentuk Anak yang
Berkualitas
Membentuk anak yang berkualitas merupakan tugas dari semua orang tua, begitu pula dengan single parent. Akan tetapi, ada beberapa hal khusus yang harus dilakukan oleh single parent agar anaknya berkembang sama seperti anak-anak pada keluarga lengkap. Hal tersebut antara lain sebagai berikut:
• Pengganti Figur Orang Tua yang Hilang
Wanita sebagai single parent harus mampu menjadi ibu bagi ana-anaknya sekaligus memenuhi kebutuhan anaknya akan figure seorang ayah. Menjalankan dua peran tersebut bukanlah hal yang mudah. Senada dengan yang diungkapkan oleh Elly Risman, Psi “Sudah suratan takdir laki-laki tak akan _ega menjadi ibu seutuhnya, begitu juga ibu tak _ega sepenuhnya mengisi peran ayah”. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan bahwa dalam kasus single parent, wajib hukumnya bagi ayah atau ibu yang menjadi orang tua tunggal untuk tetap menghadirkan sosok ayah atau ibu yang tidak ada selama membesarkan anak-anaknya. Mengenai siapa yang _ega dihadirkan sebagai pengganti salah satu orang tua yang tidak ada, menurut Elly, _ega merupakan keluarga terdekat, seperti paman-bibi, kakek-nenek. Pokoknya kerabat sedarah yang tidak mengizinkan adanya pertalian nikah (muhrim). Tak mesti sosok pengganti salah satu orang tua ini berada bersama anak setiap saat. “Cukup selama dua tiga hari atau saat melakukan kegiatan tertentu, seperti belanja ke pasar atau mal bersama nenek dan bibi, sedangkan pergi ke bengkel atau berolahraga dengan paman.” Dengan demikian apa yang tidak didapatkan anak dari salah satu orang tua tetap _ega terpenuhi. “Oh, kita harus bersikap begini rupanya kalau jadi laki-laki,” atau, “Seperti ini rupanya dunia perempuan.”
• Alokasi Waktu yang Efektif
Menjadi single parent sebetulnya mempunyai sisi baik dari segi keleluasaan waktu yang dimiliki. Ibu/Ayah, hanya berperan membesarkan anak, tidak ada suami/Istri yang harus dilayani dan dimanja-manja,seperti ketika _egati Ayah dan Ibu berada satu atap. Dengan demikian seorang single parent memiliki kelebihan waktu.
Wanita sebagai single parent yang menjalankan peran _egative dan publiknya secara bersamaan harus memiliki manajemen waktu yang efektif. Apabila ia berada di tempat kerja, maka ia harus mengkonsentrasikan diri sepenuhnya pada pekerjaannya, dan sebaliknya, apabila ia telah berada di rumah, maka ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya terutama pada anak-anaknya. Ia harus menemani anaknya makan, belajar, ataupun membacakan dongeng sebelum tidur.
• Komunikasi dengan Anak Harus Selalu Dijaga
Manusia sanggup mencintai dan dicintai, ini adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih _egati, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan manusia. Anak sangat membutuhkan kasih _egati dari kedua orang tuanya. Kasih _egati yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak yang kurang baik. Anak akan menjadi agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Kondisi seperti itu sangat rentan terjadi pada anak dengan kondisi keluarga single parent. Maka orang tua perlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian. Orang tua mendengarkan cerita anak, dan sebaliknya orang tua juga menceritakan apa yang sedang dia alami. Jadikan anak sebagai sahabat, agar masing-masing pihak saling mengerti dan memahami situasi yang dialami
• Menerapkan Disiplin
Penerapan disiplin pada keluarga single parent menjadi lebih mudah dilaksanakan karena hanya ada satu sumber komando dari Ibu atau Ayah saja[6]. Pada kasus wanita sebagai single parent, anak akan mendapatkan disiplin dari ibunya saja. Akan akan lebih mudah untuk mengerti disiplin yang ditetapkan di keluarganya. Yang perlu diperhatikan adalah, ibu harus menerapkan disiplin yang ada dengan tegas sekaligus penuh kasih sayang. Selain itu, ibu perlu mengkomunikasikan disiplin yang berlaku pada anggota keluarga lain yang membantunya menggantikan figur seorang ayah bagi anaknya.
• Menjaga Hubungan Interpersonal dengan Anak
Dalam keluarga single parent, hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak sangatlah penting untuk dijaga. Menjaga hubungan interpersonal dengan anak dapat dilakukan dengan menjaga komunikasi serta meluangkan waktu khusus bersama anak. Hubungan antara anak dengan orang tua menjadi faktor penentu utama dalam keberhasilan anak berperilaku prososial ketika berinteraksi di lingkungan sosial yang lebih luas Oleh karena itu, hubungan yang terjalin dengan baik antara orang tua dengan anak menentukan keberhasilan anak dalam menjalin hubungan secara interpersonal dengan orang lain
• Persepsi Positif Terhadap Anak
Kadangkala sebagian single parent, wanita merasa stress dengan beragam pekerjaan yang menumpuk di kantor ditambah lagi dengan kerumitan permasalahan rumah tangga, terutama yang berkaitan dengan anak yang rewel. Kondisi tersebut seringkali menyebabkannya berpersepsi negatif (menganggap anak ini nakal, makannya rewel, tidak menghargai waktu saya dan berbagai persepsi awal _egative lainnya) terhadap anak yang dapat menyebabkannya melakukan perbuatan kasar terhadap anak (seperti mencubit, memukul, memarahi, dll). Tanpa kita sadari persepsi negatif mampu memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan anak serta kepribadian anak pada masa dewasanya.
Persepsi mengarahkan tindakan kita. Tindakan kita akhirnya memicu reaksi dari anak. Reaksi dari anak akan memicu pemikiran tertentu. Pemikiran ini akan membentuk persepsi anak tentang dirinya sendiri. Akhirnya konsep diri anak terbentuk
Berdasarkan ilustrasi diatas, jelaslah bahwa peranan orang tua sangat besar dalam membentuk konsep diri anak. Maka dapat disimpulkan bahwa wanita sebagai single parent haruslah selalu menjaga persepsi positif pada anak jika ingin memiliki anak yang berkualitas.
Wanita sebagai single parent saat ini telah banyak dijumpai pada berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan peran ganda yang harus dijalankannya, terutama dalam menjalankan tugas utamanya, yakni membentuk anak yang berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ia harus melakukan manajemen sumberdaya keluarga yang terencana dan dilaksanakan secara konsisten. Manajemen sumberdaya keluarga tersebut sangat penting untuk dilaksanakan agar semua kebutuhan anak dapat terpenuhi yang pada akhirnya padat membentuk anak yang berkualitas. Berikut ini adalah beberapa tips yang berguna bagi orang tua terutama wanita sebagai single parent dalam membesarkan anak-anaknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak-anak yang orangtuanya bercerai atau meninggal dunia seringkali mengalami problem prilaku diri dan prilaku sosial. Misalnya, gampang tersinggung dan marah-marah, murung ataupun lebih memilih bermain sendiri (soliter).\
Salah satu hal yang harus dilakukan orangtua untuk membantu anak menghadapi kondisi semacam itu adalah mengajarkan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Jika orangtua bercerai, maka yakinkan anak bahwa keadaan tersebut bukan kesalahannya, melainkan ketidakcocokan ayah dan ibu. Bangkitkan lagi rasa percaya diri anak.
Menurut Psikolog dari Alfred I. duPont Hospital for Children Wilmington, Colleen Sherman PhD, terutama pada waktu-waktu khusus anak meminta perhatian lebih untuk bersama orangtuanya seperti saat liburan sekolah. Saat anak di rumah tanpa ada orangtua disisinya.
“Meskipun anak bisa mengerti alasan orangtuanya harus bekerja, namun sesekali sulit untuk menerima jawaban orangtuanya yang mengatakan “jangan sekarang, ayah atau ibu harus bekerja,”. Terutama pada saat anak ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan seperti saat liburan,” ujar Colleen.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar orangtua dan anak dapat bertemu ialah mengadakan pertemuan keluarga. Dalam pertemuan tersebut, semua anggota keluarga diberi kesempatan untuk membicarakan kegiatannya di kantor atau sekolah. Selain itu, didalam pertemuan tersebut dapat dibicarakan juga mengenai kegiatan wajib masing-masing anggota keluarga yang yang dilakukan di rumah.
3.2 Saran
• Fleksibel mengelola waktu bekerja. Salah satu persoalan bagi orang tua tunggal adalah mengatur waktu antara mencari nafkah dan mengawasi keseharian anak. Bekerja paruh waktu atau pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah dapat menjadi pilihan. Yang jelas, Anda dituntut untuk menjadi orang yang kreatif dan fleksibel dalam mengelola waktu kerja.
• Pilih pengasuh anak yang bisa dipercaya. Menjadi orang tua tunggal yang mencari nafkah, tentu akan memotong waktu kebersamaan Anda dengan anak. Jika kakek nenek dapat ikut menjaga lebih baik, namun jika Anda perlu mencari pengasuh bagi anak maka perhatikan sikap dan komitmen seperti apa yang dia miliki dalam mengasuh anak Anda.
• Jalin komunikasi. Sesibuk apa pun, Anda harus tetap bisa menjalin komunikasi dengan anak. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan anak. Kasih sayang yang tak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak kurang baik seperti agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Maka Andaperlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian.
• Jangan bebani anak. Anda harus hati-hati untuk tidak mendewasakan anak terlalu dini, sehingga dia kehilangan masa kanak-kanaknya. Ada kecenderungan orang tua tunggal akan bergantung pada anak yang lebih tua untuk menjaga adik-adiknya. Anak kadang dilarang untuk bermain, hanya untuk menekan dia agar membantu orang tuanya.
• Pelihara keintiman. Anda harus terus memelihara keintiman didalam keluarga, jangan sampai berkurang. Misalnya seminggu sekali pastikan Anda dan anak-anak keluar bersama, ke mall, atau ke toko buku. Bisa juga ngobrol bersama sambil makan malam. Setidaknya, luangkan waktu sekitar 30 menit saja sebelum tidur dengan anak untuk bicara dari hati ke hati.
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Siapa pun pasti tak pernah berharap menjadi orang tua tunggal (single parent). Keluarga yang lengkap dan utuh merupakan idaman setiap orang. Namun, adakalanya nasib berkata lain.
Menjadi single parent dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah. Terlebih, bagi seorang isteri yang ditinggalkan suaminya, karena meninggal atau bercerai. Paling tidak, dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Meski menjadi orangtua tunggal terbilang tak mudah dijalani, namun sangat banyak wanita yang menjadi ibu sekaligus kepala keluarga, tetap sukses membesarkan anak-anaknya.
Anak masalah terberat: Pakar ahli jiwa AS, Dr Stephen Duncan, dalam tulisannya berjudul "The Unique Strengths of Single-Parent Families" mengungkapkan, pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga yang hanya dipimpin orangtua tunggal adalah masalah anak.
Anak, paparnya, akan merasa dirugikan dengan hilangnya salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. ''Hasil riset menunjukkan bahwa anak di keluarga yang hanya memiliki orangtua tunggal, rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan sesuatu dengan baik dibandingkan anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya utuh,'' terangnya.
Menurut Duncan, keluarga dengan orangtua tunggal selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi. Ia berpendapat, sebuah keluarga dengan orangtua tunggal sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif, laiknya keluarga dengan orangtua utuh.
Asalkan, mereka tak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya. ''Melainkan, harus secara sadar membangun kembali kekuatan yang dimilikinya,'' katanya. Sedangkan, Stephen Atlas, pengarang buku Single Parenting, menuliskan, jika keluarga dengan orangtua tunggal memiliki kemauan untuk bekerja membangun kekuatan yang dimilikinya, itu bisa membantu mereka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dengan begitu, Duncan menyambung, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari upaya itu bagi si orangtua maupun anak-anaknya. ''Dengan begitu, sebenarnya bukan sebuah halangan bagi wanita yang menjadi single parent untuk mendidik dan memelihara keluarganya,'' katanya.
Apalagi ada sebuah kajian psikologi yang menyatakan bahwa wanita bisa lebih kuat menghadapi perpisahan, baik itu kematian maupun perceraian dengan pasangan, ketimbang laki-laki.
Wanita semestinya lebih tahan menderita karena secara sunnahtullah ia terlatih untuk 'kuat' menghadapi darah menstruasi di awal balighnya, hamil, dan melahirkan.
Sementara, di usia baligh yang sama, anak laki-laki mungkin masih bermain-main. Namun, paparan ini bukan menjadi alasan untuk mudah memutuskan menjadi orang tua tunggal, apalagi karena perceraian.
BAB II
PEMBAHASAN
WANITA SEBAGAI SINGLE PARENTS
Keluarga yang lengkap dan utuh merupakan idaman setiap orang. Namun, adakalanya takdir berkata lain sehingga menempatkan Anda sebagai orangtua tunggal. Menjadi orangtua tunggal dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah. Baik pria maupun wanita, tentu sangat berat mengalami ditinggal pasanga. Dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Seringkali orangtua tunggal dituntut harus bekerja ekstra keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Disisi lain, orangtua tunggal seharusnya tetap menyediakan waktu bersama dengan anak-anaknya.
Fenomena single parent beberapa dekade terakhir ini menjadi marak terjadi di berbagai negara di seluruh dunia. Pada tahun 2003, di Australia terdapat 14% keluarga dari keseluruhan jumlah keluarga masuk dalam kategori single parent, sedangkan di Inggris pada tahun 2005 terdapat 1,9 juta single parent dan 91% dari angka tersebut adalah wanita sebagai single parent. Berdasarkan data tersebut dapat memberikan gambaran tingginya keluarga yang berstatus sebagai single parent.
Menurut Deacon dan Firebough (1988) ada beberapa faktor yang mempengaruhi status single parent. Faktor-faktor tersebut antara lain: kehamilan sebelum menikah, kematian suami atau istri, perpisahan atau perceraian dan adopsi. Data di Inggris menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga yang berstatus single parent adalah wanita sebagai kepala keluarga merangkap sebagai ibu rumah tangga, dalam kata lain wanita menjalankan peran ganda.
Fakta yang terjadi di Inggris tersebut akan menunjukkan hal sama yang terjadi pada negara lain termasuk Indonesia. Menjadi single parent dan menjalankan peran ganda bukan merupakan hal yang mudah bagi seorang wanita, terutama dalam hal membesarkan anak. Hal ini dikarenakan, di satu sisi ia harus memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya (pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan di sisi lain ia pun harus memenuhi semua kebutuhan fisik anak-anaknya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan materi).
Artinya, wanita yang berstatus sebagai single parent harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan domestik dan publik demi tercapainya tujuan keluarga yang utama, yakni membentuk anak yang berkualitas. Bukan hal yang mudah menjalankan dua peran tersebut sekaligus dalam membentuk anak yang berkualitas. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen keluarga khusus dan matang agar anak yang dibesarkan pada kondisi keluarga single parent pun sama berkualitasnya dengan anak yang dibasarkan pada keluarga utuh.
2.1 Kematangan Wanita sebagai Single Parent
Seperti yang telah disebutkan pada sebelumnya bahwa keluarga yang berstatus single parent disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang ada itu mempengaruhi kematangan wanita sebagai seorang single parent. Kematangan dalam segi fisik dan terutama psikologis menjadi faktor yang utama yang dibutuhkan untuk keberhasilan wanita sebagai single parent dalam membesarkan anaknya. Wanita sebagai single parent yang sangat riskan dalam membesarkan anaknya adalah disebabkan oleh kehamilan sebelum menikah, karena sebagian besar kehamilan sebelum menikah terjadi pada remaja.
Remaja belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjadi single parent. Pada kasus ini dibutuhkan dukungan yang lebih besar dari keluarganya untuk menyiapkannya menjadi seorang single parent. Pada kasus lain yang menyebabkan wanita menjadi single parent (perpisahan atau perceraian, kematian suami atau istri, dan adopsi), dirasa tidak terlalu bermasalah pada kematangan wanita tersebut (terutama alasan adopsi karena ada keinginan internal dari wanita untuk memiliki dan membesarkan anak, artinya ia telah benar-benar siap dengan segala konsekuensi sebagai single parent) karena pada kondisi itu wanita dinggap telah dewasa dan telah mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap membutuhkan jangka waktu tertentu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Kematangan wanita yang berstatus sebagai single parent merupakan hal yang utama dibutuhkan dalam mebesarkan serta mendidik anak-anaknya. Hal tersebut dikarenakan, kematangan pada wanita sebagai single parent dapat mempengaruhi caranya dalam memanajemen diri dan keluarganya, terutama dalam membentuk anak yang berkualitas.
2.2 Manajemen Keluarga pada Keluarga Berstatus Single Parent
Orang tua sebagai single parent harus menjalankan peran ganda untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan dengan baik antara pekerjaan domestik dan publik. Dalam hal ini, kematangan fisik dan psikologis merupakan faktor yang sangat vital dibutuhkan untuk melakukan manajemen keluarga.
Wanita yang berstatus single parent dimana ia harus mencari uang untuk menafkahi keluarganya dan juga harus memenuhi kebutuhan kasih sayang keluarganya harus melakukan perencanaan yang matang dalam pengorganisasian kegiatanya menjalankan peran ganda. Dalam melakukan perencanaan tersebut, ia harus mengkomunikasikan rencana yang telah ia buat pada keluarga terdekatnya (orang tua, paman atau bibi), terutama yang akan dimintai bantuan nantinya.
Setelah dilakukan perencanaan, maka ia harus melaksanakan rencana yang telah ia buat. Apabila diperlukan, maka ia bisa juga meminta bantuan pada keluarga terdekatnya untuk membantu kegiatan keluarganya selama ia diluar rumah untuk mencari nafkah, tentunya ia harus mengkomunikasikan hal ini sebelumnya dengan orang yang bersangkutan.
Hal terakhir yang harus dilakukan dalam memanajemen keluarga yang berstatus single parent adalah dengan mengevaluasi semua kegiatan yang telah berlangsung di keluarga. Evaluasi diperlukan untuk meninjau apakah kegiatan keluarga yang telah berlangsung, terutama yang dihandle oleh anggota keluarga yang lain sesuai dengan harapannya atau tidak. Disamping itu, evaluasi juga dibutuhkan membenahi perencanaan keluarga selanjutnya.
2.3 Manajemen Wanita sebagai Single Parent dalam Membentuk Anak yang
Berkualitas
Membentuk anak yang berkualitas merupakan tugas dari semua orang tua, begitu pula dengan single parent. Akan tetapi, ada beberapa hal khusus yang harus dilakukan oleh single parent agar anaknya berkembang sama seperti anak-anak pada keluarga lengkap. Hal tersebut antara lain sebagai berikut:
• Pengganti Figur Orang Tua yang Hilang
Wanita sebagai single parent harus mampu menjadi ibu bagi ana-anaknya sekaligus memenuhi kebutuhan anaknya akan figure seorang ayah. Menjalankan dua peran tersebut bukanlah hal yang mudah. Senada dengan yang diungkapkan oleh Elly Risman, Psi “Sudah suratan takdir laki-laki tak akan _ega menjadi ibu seutuhnya, begitu juga ibu tak _ega sepenuhnya mengisi peran ayah”. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan bahwa dalam kasus single parent, wajib hukumnya bagi ayah atau ibu yang menjadi orang tua tunggal untuk tetap menghadirkan sosok ayah atau ibu yang tidak ada selama membesarkan anak-anaknya. Mengenai siapa yang _ega dihadirkan sebagai pengganti salah satu orang tua yang tidak ada, menurut Elly, _ega merupakan keluarga terdekat, seperti paman-bibi, kakek-nenek. Pokoknya kerabat sedarah yang tidak mengizinkan adanya pertalian nikah (muhrim). Tak mesti sosok pengganti salah satu orang tua ini berada bersama anak setiap saat. “Cukup selama dua tiga hari atau saat melakukan kegiatan tertentu, seperti belanja ke pasar atau mal bersama nenek dan bibi, sedangkan pergi ke bengkel atau berolahraga dengan paman.” Dengan demikian apa yang tidak didapatkan anak dari salah satu orang tua tetap _ega terpenuhi. “Oh, kita harus bersikap begini rupanya kalau jadi laki-laki,” atau, “Seperti ini rupanya dunia perempuan.”
• Alokasi Waktu yang Efektif
Menjadi single parent sebetulnya mempunyai sisi baik dari segi keleluasaan waktu yang dimiliki. Ibu/Ayah, hanya berperan membesarkan anak, tidak ada suami/Istri yang harus dilayani dan dimanja-manja,seperti ketika _egati Ayah dan Ibu berada satu atap. Dengan demikian seorang single parent memiliki kelebihan waktu.
Wanita sebagai single parent yang menjalankan peran _egative dan publiknya secara bersamaan harus memiliki manajemen waktu yang efektif. Apabila ia berada di tempat kerja, maka ia harus mengkonsentrasikan diri sepenuhnya pada pekerjaannya, dan sebaliknya, apabila ia telah berada di rumah, maka ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya terutama pada anak-anaknya. Ia harus menemani anaknya makan, belajar, ataupun membacakan dongeng sebelum tidur.
• Komunikasi dengan Anak Harus Selalu Dijaga
Manusia sanggup mencintai dan dicintai, ini adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih _egati, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan manusia. Anak sangat membutuhkan kasih _egati dari kedua orang tuanya. Kasih _egati yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak yang kurang baik. Anak akan menjadi agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Kondisi seperti itu sangat rentan terjadi pada anak dengan kondisi keluarga single parent. Maka orang tua perlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian. Orang tua mendengarkan cerita anak, dan sebaliknya orang tua juga menceritakan apa yang sedang dia alami. Jadikan anak sebagai sahabat, agar masing-masing pihak saling mengerti dan memahami situasi yang dialami
• Menerapkan Disiplin
Penerapan disiplin pada keluarga single parent menjadi lebih mudah dilaksanakan karena hanya ada satu sumber komando dari Ibu atau Ayah saja[6]. Pada kasus wanita sebagai single parent, anak akan mendapatkan disiplin dari ibunya saja. Akan akan lebih mudah untuk mengerti disiplin yang ditetapkan di keluarganya. Yang perlu diperhatikan adalah, ibu harus menerapkan disiplin yang ada dengan tegas sekaligus penuh kasih sayang. Selain itu, ibu perlu mengkomunikasikan disiplin yang berlaku pada anggota keluarga lain yang membantunya menggantikan figur seorang ayah bagi anaknya.
• Menjaga Hubungan Interpersonal dengan Anak
Dalam keluarga single parent, hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak sangatlah penting untuk dijaga. Menjaga hubungan interpersonal dengan anak dapat dilakukan dengan menjaga komunikasi serta meluangkan waktu khusus bersama anak. Hubungan antara anak dengan orang tua menjadi faktor penentu utama dalam keberhasilan anak berperilaku prososial ketika berinteraksi di lingkungan sosial yang lebih luas Oleh karena itu, hubungan yang terjalin dengan baik antara orang tua dengan anak menentukan keberhasilan anak dalam menjalin hubungan secara interpersonal dengan orang lain
• Persepsi Positif Terhadap Anak
Kadangkala sebagian single parent, wanita merasa stress dengan beragam pekerjaan yang menumpuk di kantor ditambah lagi dengan kerumitan permasalahan rumah tangga, terutama yang berkaitan dengan anak yang rewel. Kondisi tersebut seringkali menyebabkannya berpersepsi negatif (menganggap anak ini nakal, makannya rewel, tidak menghargai waktu saya dan berbagai persepsi awal _egative lainnya) terhadap anak yang dapat menyebabkannya melakukan perbuatan kasar terhadap anak (seperti mencubit, memukul, memarahi, dll). Tanpa kita sadari persepsi negatif mampu memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan anak serta kepribadian anak pada masa dewasanya.
Persepsi mengarahkan tindakan kita. Tindakan kita akhirnya memicu reaksi dari anak. Reaksi dari anak akan memicu pemikiran tertentu. Pemikiran ini akan membentuk persepsi anak tentang dirinya sendiri. Akhirnya konsep diri anak terbentuk
Berdasarkan ilustrasi diatas, jelaslah bahwa peranan orang tua sangat besar dalam membentuk konsep diri anak. Maka dapat disimpulkan bahwa wanita sebagai single parent haruslah selalu menjaga persepsi positif pada anak jika ingin memiliki anak yang berkualitas.
Wanita sebagai single parent saat ini telah banyak dijumpai pada berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan peran ganda yang harus dijalankannya, terutama dalam menjalankan tugas utamanya, yakni membentuk anak yang berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ia harus melakukan manajemen sumberdaya keluarga yang terencana dan dilaksanakan secara konsisten. Manajemen sumberdaya keluarga tersebut sangat penting untuk dilaksanakan agar semua kebutuhan anak dapat terpenuhi yang pada akhirnya padat membentuk anak yang berkualitas. Berikut ini adalah beberapa tips yang berguna bagi orang tua terutama wanita sebagai single parent dalam membesarkan anak-anaknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak-anak yang orangtuanya bercerai atau meninggal dunia seringkali mengalami problem prilaku diri dan prilaku sosial. Misalnya, gampang tersinggung dan marah-marah, murung ataupun lebih memilih bermain sendiri (soliter).\
Salah satu hal yang harus dilakukan orangtua untuk membantu anak menghadapi kondisi semacam itu adalah mengajarkan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Jika orangtua bercerai, maka yakinkan anak bahwa keadaan tersebut bukan kesalahannya, melainkan ketidakcocokan ayah dan ibu. Bangkitkan lagi rasa percaya diri anak.
Menurut Psikolog dari Alfred I. duPont Hospital for Children Wilmington, Colleen Sherman PhD, terutama pada waktu-waktu khusus anak meminta perhatian lebih untuk bersama orangtuanya seperti saat liburan sekolah. Saat anak di rumah tanpa ada orangtua disisinya.
“Meskipun anak bisa mengerti alasan orangtuanya harus bekerja, namun sesekali sulit untuk menerima jawaban orangtuanya yang mengatakan “jangan sekarang, ayah atau ibu harus bekerja,”. Terutama pada saat anak ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan seperti saat liburan,” ujar Colleen.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar orangtua dan anak dapat bertemu ialah mengadakan pertemuan keluarga. Dalam pertemuan tersebut, semua anggota keluarga diberi kesempatan untuk membicarakan kegiatannya di kantor atau sekolah. Selain itu, didalam pertemuan tersebut dapat dibicarakan juga mengenai kegiatan wajib masing-masing anggota keluarga yang yang dilakukan di rumah.
3.2 Saran
• Fleksibel mengelola waktu bekerja. Salah satu persoalan bagi orang tua tunggal adalah mengatur waktu antara mencari nafkah dan mengawasi keseharian anak. Bekerja paruh waktu atau pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah dapat menjadi pilihan. Yang jelas, Anda dituntut untuk menjadi orang yang kreatif dan fleksibel dalam mengelola waktu kerja.
• Pilih pengasuh anak yang bisa dipercaya. Menjadi orang tua tunggal yang mencari nafkah, tentu akan memotong waktu kebersamaan Anda dengan anak. Jika kakek nenek dapat ikut menjaga lebih baik, namun jika Anda perlu mencari pengasuh bagi anak maka perhatikan sikap dan komitmen seperti apa yang dia miliki dalam mengasuh anak Anda.
• Jalin komunikasi. Sesibuk apa pun, Anda harus tetap bisa menjalin komunikasi dengan anak. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan anak. Kasih sayang yang tak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak kurang baik seperti agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Maka Andaperlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian.
• Jangan bebani anak. Anda harus hati-hati untuk tidak mendewasakan anak terlalu dini, sehingga dia kehilangan masa kanak-kanaknya. Ada kecenderungan orang tua tunggal akan bergantung pada anak yang lebih tua untuk menjaga adik-adiknya. Anak kadang dilarang untuk bermain, hanya untuk menekan dia agar membantu orang tuanya.
• Pelihara keintiman. Anda harus terus memelihara keintiman didalam keluarga, jangan sampai berkurang. Misalnya seminggu sekali pastikan Anda dan anak-anak keluar bersama, ke mall, atau ke toko buku. Bisa juga ngobrol bersama sambil makan malam. Setidaknya, luangkan waktu sekitar 30 menit saja sebelum tidur dengan anak untuk bicara dari hati ke hati.
DAFTAR PUSTAKA
- http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&channel=s&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&q=wanita+yang+menjadi+orang+tua+tunggal&btnG=Telusuri&meta=
- http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg06379.html
- http://epaper.republika.co.id/berita/6863/Peran_Seimbang_Orangtua_Tunggal
- http://www.facebook.com/topic.php?uid=25849707236&topic=7159
- http://okvina.wordpress.com/2008/01/05/wanita-sebagai-single-parent-dalam-membentuk-anak-yang-berkualitas/