Perkembangan kognitif anak


BAB I
PEndahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah
Sepeti yang telah kita ketahui bersama bahwa pendidikan merupakan pondasi bagi generasi penerus. Dunia pendidikan tentunya tak lepas dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan tiang dari dunia pendidikan itu sendiri. Setiap manusia, dalam hal ini khususnya peserta didik akan mengalami berbagai perkembangan dalam fase kehidupannya. Antara lain perkembangan biologis, perkembangan perseptual, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan kemandirian, dll.           

             Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dengan hewan. eberapa tahun ini semenjak setiap guru wajib merencanakan pembelajaranya melalui RPP, pengembangan psikomotor, afektif, dan kognitif anak benar-benar sangat diutamakan. Setiap pendidik wajib untuk benar-benar mengembangkan materi yang akan ia berikan agar mampu mengembangkan sisi psikomotor, afektif, dan kognitif setiap anak didiknya dengan maksimal. Hal ini membuktikan kepada kita semua bahwa belajar bukan hanya sebuah sistem untuk mentransfer ilmu tapi juga sebuah sistem yang menjadikan ilmu merupakan jembatan untuk bisa meningkatkan kemampuan psikomotor, afektif, dan kognitif setiap peserta didik.       
Oleh karena itu kami ingin mengangkat masalah “ Perkembangan Kognitif Pada Anak” yang tentunya perlu dipahami dan diperhatikan oleh segenap pendidik, karena dengan memahami fase-fase dan bagaimana pikiran anak berkembang kita semua akan lebih mudah untuk mengoptimalkan kemampuan anak tersebut.








1.2 Rumusan Masalah
1.  Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif?
2. Bagaimana perkembangan kognitif anak usia 0-2 tahun?
3. Bagaimanakah perkembangan kognitif anak usia 2-7 tahun?
4. Bagaimanakah perkembangan kognitif anak usia 7-11 tahun?
5. Bagaimanakah perkembangan kognitif anak usia 11- dewasa?
6. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif.
2. Untuk memahami bagaimana perkembangan kognitif anak di usia 0-2  tahun.
3. Untuk memahami bagaimana perkembangan kognitif anak di usia 2-7 tahun.
4. Untuk memahami bagaimana perkembangan kognitif anak di usia 7-11 tahun.
5. Untuk memahami bagaimana perkembangan kognitif anak di usia 11- dewasa.
6. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian kognitif
Pengertian kognitif adalah bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Hal tersebut diutarakan oleh Piaget (Hetherington & Parke, 1975). Pieget memandang bahwa anak memiliki peran aktif dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas.
Adapun pengertian perkembangan kognitif menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.    Myers (1996)
     Cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering.
2.    Margaret W. Matlin (1994)
Cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.
3.    Drever (2000)
Dalam bukunya yang berjudul Dictionary of psychology, Kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yaitu persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran”
4.    Chaplin (2002)
Dalam bukunya yang berjudul Dictionary of psychology, kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai.         

Selanjutnya istilah yang perlu kita mengerti bersama adalah kognisi. Kognisi adalah istilah yang mencakup segenap model pemahaman yang membutuhkan pikiran dan biasanya ini disebut 6 tingkatan kognitif, yakni sudut pandang, melihat, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, dan penalaran. Kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
            Pengertian kognisi sendiri secara singkat adalah berpikir dan mengamati. Atau tingkah laku yang mengakibatkan individu memperoleh pengertian, atau tingkah laku yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikologSwiss yang hidup tahun 1896-1980. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anakuntuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
  • Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
  • Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
  • Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
  • Periode operasional formal (usia 11-dewasa)

2.2  Anak usia 0-2 tahun
Periode sensorimotoradalah periode pertama dari empat periode. Mengapa tahapan ini disebut sebagai tahap sensorimotor? Karena pada tahapan ini intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau (mencium) dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “sudah mempunyai gagasan”.
Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:
  1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. Periode paling awal tahap sensorimotor ini adalah periode refleks. Pada periode ini, tingkah laku bayi lebih banyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
  2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer (kebiasaan), dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan awal. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengadakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala ke sumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan  konsep pengenalan benda.
  3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder (kejadian menarik), muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin terarah pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah (perabaan). Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiyaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
  4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder (koordinasi skema), muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ia mulai mempunyai konsep tentang ruang.
  5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier (eksperimen), muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Unsur pokok pada periode ini adalah mulainya anak mengembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda  secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
  6. Sub-tahapan awal representasi simbolik (representasi), berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas. Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi representatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, representasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan dalam konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.

2.3  Anak usia 2-7 tahun
            Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologismuncul. Pemikiran (Pra) Operasidalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajarmenggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
            Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Otak perkembangan bayi dapat dibagi menjadi dua tahap yang merupakan pikiran bawah sadardari 0-3 tahun dan pikiran sadar dari 3-6 tahun. perkembangan otak bayi adalah dari kanan ke kiri. Perkembangan otak secara perlahan maju ke otak kiri lebih mendominasi dari 3-7 tahun. Selama pikiran sadar dari usia 0-3 tahun pikiran otak kanan terbuka lebar.
Pada fase kedua dari 3-7 tahun usia anak mulai menjadi rentan untuk terpengaruhi orang dewasa. Pikiran kiri datang bermain dengan pengaruh yang besar dari orang tua mereka. Selama tahap kemampuan belajar dan kepribadian mengalami perubahan besar. Dari kehidupan sekolah mulai diatur dengan penguatan lebih lanjut tentang aturan, peraturan, harapan, tekanan dan disiplin. Pada fase ini anak itu belum menjadi makhluk sosial dalam arti penuh dunia, karena energi individunya sebagian besar masih diarahkan pada akuisisi kesempurnaan fungsi baru. Pada tahap ini, lingkungan yang telah disiapkan sangat penting baginya untuk bertindak bebas atas inisiatifnya sendiri tanpa intervensi dari orang dewasa di mana ia dapat memilih tindakan sendiri dan membuat kontak sosial. Dibebaskan untuk hidup mandiri di lingkungan, dia tidak hanya belajar untuk melakukan hal-hal sendiri dan memperoleh bakat moral dan sosial yang baru, tetapi juga membuat kemajuan cepat dan kejutan utama karena pendidikan awal  telah diperkenalkan dalam dirinya dari kanan ke kiri.

2.4  Anak usia 7-11 tahun
           Menurut Piaget Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat komulatif. Artinya, perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan memperoleh hambatan. Dalam hal ini Piaget  menjelaskan bahwa Perkembangan kognitif usia anak 7 sampai 11 tahun disebut sebagai Tahap Operasi Kongkret.
           Pada tahap operasi kongkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat objek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara kongkret. Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalam kemampuan mengklarifikasikan objek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara dedukatif. Tahapan ini mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
1. Pengurutan  : Kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya,                      bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling                          besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi    : Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut     tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda- benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animise (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3. Decentring   : Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tetapi pendek lebih sedikit isinya dibandingkan cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility: Anak mulai memahami jumlah atau benda-benda dapat diubah kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservasi   :Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda- benda tersebut. Contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme :Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Contoh, tunjukkan komik yang memprlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi kongkret akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
               Perkembangan Kognitif pada anak usia 7 sampai 11 tahun atau anak usia sekolah juga mengalami kemampuan kognitif yang sangat pesat. Karena pada usia seperti ini dan dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas. Dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia  dan obyek-obyek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah  berkembang secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris maka pada masa ini daya pikir anak akan berkembang kearah berpikir kongkret, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.

2.5  Anak usia 11 - Dewasa
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Perkembangan kognitif pada masa ini selain mengalami perkembangan fisik, seksual dan sosial, pada masa ini anak juga mengalami perkembangan pemikiran, pemikiran remaja berubah menjadi lebih abstrak, logis dan idealis. Artinya remaja tidak akan percaya begitu saja terhadap apa yang dikatakan oleh orang tua tanpa tahu sebab dan alasannya, remaja mulai berfikir layaknya para intelektual dimana semua serba rasional, dan remaja juga mulai berfikir tentang citra diri mereka. Pemikiran remaja lebih bersifat egosentris (Santrock, 1995), dimana remaja mempunyai keyakinan bahwa orang lain akan memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dirinya sendiri.
Remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau menerima begitu saja perintah-perintah atau aturan-aturan yang ada, mereka ingin juga mengetahui alasan dan sebab-sebabnya. Tidak jarang dengan perkembangan intelektualnya yang bersifat kritis ini, remaja mengalami konflik atau pertentangan dengan pihak orang tua atau pendidik-pendidik yang biasanya berpegang akan nilai-nilai lama(Mulyono, 1995). Piaget menyebutnya dengan operasional formal.
Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika, pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.


2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelegensi / kognitif
          Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual individu ini terjadi perbedaan pendapat di antara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu sekitar 90 % ditentukan oleh faktor hereditas dan pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya pendidikan hanya memberikan kontribusi sekitar 10 % saja. Kelompok ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki hereditas intelektual unggul, pengembangannya sangat mudah meskipun dengan intervensi lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang hereditas intelektual rendah seringkali intervensi lingkungan sulit dilakukan meskipun sudah secara maksimal.
    
     Sebalkinya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikanjustru memberikan andil sekitar 80 – 85 %, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi 15 – 20 % terhadap perkembangan individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelektualnya secara maksimal.
    
       Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan  resultan dari interaksi keduanya.
         
     Untuk mencari titik temu perbedaan yang menyolok di antara pandangan tersebut, maka para ahli kemudian memadukan keduanya, sehingga terjadilah interaksi. Perpaduan antara faktor genetis maupun faktor lingkungan menyatakan bahwa perkembangan seseorang tidak akan maksimal kalau hanya mengandalkan salh satu faktor pengaruh saja. Karena itu, keduanya harus dipersatukan demi mengupayakan maksimalisasi perkembangan seseorang. Dengan demikian, faktor genetis harus ditopang dengan faktor lingkungan atau sebaliknya.
         
          Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut para ahli ila dijelaskan antara lain sebagai berikut :
1.    Faktor Hereditas/Keturunan
Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan. Secara potensialanak telah membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berpikir setaraf normal, di atas normal, atau di bawah normal. Namun potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan
perkembangan intelektual anak.

2.    Faktor Lingkungan
Lingkungan memiliki peran besar bagi perubahan yang positif atau negatif pada individu. Hal ini tergantung bagaimana karakteristik lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang baik tentu membawa pengaruh positif bagi individu, sebaliknya lingkungan yang kurang baik, rusak, buruk cenderung memperburuk perkembangan individu. Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh Jhon Locke. Dia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa. Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat Jhon Locke tersebut perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
         
               Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
      a.      Keluarga
     Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman pada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehinggan anak memiliki informasi yang sangat banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan misalnya memberikan kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak.

      b.      Sekolah
     Sekolah adalah lembanga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkankan perkembangan anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak ditangannya. Beberapa cara di antaranya adalah sebagai berikut.

      1. Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan mereka.
      2. Memberika kesempatan pada peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang ahli dan berpengalaman dalam bidang ilmu pengetahuan, sangan menunjang perkembangan intelektual anak.
      3. Menjaga dan meningkatkan pertumbunhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik.
      4. Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual peserta didik.
Menurut Ngalim Purwanto (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual antara lain :
Faktor Pembawaan (Genetik). Banyak teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelegensi  dipengaruhi oleh gen orang tua. Namun, yang cenderung mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan anak tergantung factor gen mana (ayah atau ibu) yang dominan mempengaruhinya pada saat terjadinya “konsepsi” individu. Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan.    
           
Faktor Gizi. Kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi / tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensi ialah pada fase prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia diatas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.           

            Faktor Kematangan. Piaget (seorang psikolog dari Swiss) membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu: Periode sensori motorik (0-2 tahun), Periode pra operasional (2-7 tahun), Periode operasional konkrit (7-11 tahun) dan Periode operasional formal (11-16 tahun). Hal tersebut membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti factor kematangan mempengaruhi struktur intelektual, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelektual. Yaitu kemampuan menganalisis (memecahkan suatu permasalahan yang rumit) dengan baik.         

            Faktor Pembentukan. Pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai, semua ini dapat membentuk anak serta meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya, pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak dibanding anak seusianya.          

            Kebebasan Psikologis. Kebebasan psikologis perlu dikembangkan pada anak agar intelektualnya berkembang dengan baik. Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelektual.
Menurut Andi Mappiare (1982) tiga faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan intelegensi remaja, yaitu :
1. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berfikir selektif.
2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir    proporsional.
3. Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis yang radikal dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.




BAB III
PEnutup


Peserta didik merupakan subjek utama dalam penyelenggaran pembelajaran. Tugas utama peserta didik adalah belajar, yaitu kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh perubahan perilaku dari segala aspek, mulai dari kognitif sampai psikomotorik. Maka hendaknya para guru, orang tua, dan pembimbing benar–benar mengeluarkan segenap kemampuan dan dorongan untuk bisa mendorong peserta didik dalam belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. 
                Dengan memahami fase-fase perkembangan kognitif pada anak kita akan lebih mudah memahami bagaimana mengembangkan anak-anak sesuai dengan kemampuan yang telah mereka miliki. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
            Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami memohon maaf bila terdapat kesalahan atau ketidak jelasan dalam makalah ini.



















.