Konsep patogenesis telah mengalami perubahan pada beberapa dekade terakhir. Pada awal 60-an, bronkokonstriksi merupakan dasar patogenesis asma, kemudian pada 70-an berkembang menjadi proses inflamasi kronis, sedangkan tahun 90-an selain inflamasi juga disertai adanya remodelling. Berkembangnya patogenesis tersebut berdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehingga berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada awalnya pengobatan hanya diarahkan untuk mengatasi bronkokonstriksi dengan pemberian bronkodilator, kemudian berkembang dengan antiinflamasi. Pada saat ini upaya pengobatan asma selain dengan antiinflamasi, juga harus dapat mencegah terjadinya remodelling.
Selain upaya mencari tatalaksana asma yang terbaik, beberapa ahli membuat suatu pedoman tatalaksana asma yang bertujuan sebagai standar penanganan asma, misalnya Global Initiative for Asthma (GINA) dan Konsensus Internasional. Pedoman tersebut belum tentu dapat dipakai secara utuh mengingat beberapa fasilitas yang dianjurkan belum tentu tersedia, sehingga dianjurkan untuk membuat pedoman yang sesuai untuk masing-masing negara.
Akhir-akhir ini dilaporkan adanya peningkatan prevalensi morbiditas dan mortalitas asma di seluruh dunia, khususnya peningkatan frekuensi perawatan pasien di RS atau kunjungan ke emergensi. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan asma belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Selain masalah peningkatan pencemaran dan polusi, masalah sosioekonomi juga turut berperan dalam peningkatan prevalensi tersebut.7
[download pdf lengkap]