Mesjid dan Langgar.Mesjid secara harfiyah adalah ”temaopt bersujud" namun dalam arti terminology, mesjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti yang luas.[15] Mesjid fungsi utama adalah untuk tempat shalat lima kali sehari semalam dan setiap minggunya dilaksanakan shalat jum'at dan dua kali setahun dilaksanakan shalat hari raya Idil Fitri dan Idil Adha. Selain dari mesjid ada pula tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebigh kecil dari pada Mesjid dan dipergunakan hanya untuk beribadah shalat lima waktu, dan bukan untuk shalat Jum'at.[16]
Selain dari fungsi utama mesjid dan langgar digunakan untuk tempat pendidikan bagi orang dewasa maupun anak-anak. Pengajian yang dilakukan untuk orang dewasa adalah penyampainan-penyampaian ajaran Islam olah para muballigh (al-Ustadz, guru, kyai) kepada para jama'ah dalam bidang yang berkenaan dengan aqidah, ibadah dan akhlak. Sedangkan pengajian yang yang dilaksanakan untuk anak-anak berpusat kepada pengajian al-Qur'an menitik bertkan kepada kemampuan membacanya dengan baik dan benar sesuai denagn kaedah-kaedah bacaannya, selain itu anak-anak juga diberikan ilmu keimanan yang bertumpu kepada rukun iman yang enam. Ilmu ibadah yaitu pendidikan tata cara shlat dan akhlak yaitu bertingkah laku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.[17]
Pendidikan agama Islam di langgar bersifat elementer, dimulai dari mempelajari abjad huruf Arab sebagai pengenalan awal tentang isi al-Qur'an sambil mengikuti gurunya, anak-anak belajar dengan duduk bersila dan belum memaki meja dan bangku. Pengajian al-Qur'an dilanggar bertujuan agar anak didik dapat membaca al-Qur'an berirama dan baik dan belum ditekankan untuk mengetahui tentang isi al-Qur'an.[18]
Dalam penyampaian materi di pendidikan Langgar, sebagaimana memakai dua metode antara lain yaitu dengan sisitem sorongan dimana dengan metode ini anak didik secara perorangan belajar dengan guru/kyai dan system khalaqah yakni seorang guru/kyai dalam memberikan pengajarannya duduk dengan dikelilingi murid-muridnya.[19]
Meunasah
Secara etimologi, kata Meunasah berasal dari bahasa Arab yaitu madrasah yang berarti tempat belajar atau sekolah. Dalam cacata sejarah Meunasah ini awalnya dinamakan Zawiyah, yaitu tempat belajar masyarakat, di Aceh, dan sesuai dengan perjalan waktu, Zawiyah itu berubah menjadi Meunasah sementara Zawiyah berubah menjadi dayah.[20]
Menurut Taufik Abdullah, sebelum suatu kampong di bangun, mereka terlebih dahul membangun Meunasah sebagi temapt beribadah dan belajar, baru kemudia mendirikan perkempungan. Disamping tempat beribadah Meunasah juga berfungsi sebagai tempat belajar tingkat dasar dalam tiap-tiap lkampung ketiuka itu.[21]
Dayah
Mukti Ali dan Hasjmy berpendapat bahwa kata dayah atau deyah berasal dari bahasa Arab Zawiyah yaitu tempat pendidikan atau belajar, temapat pendidikan ini telah berdiri pada masa Perlak, ketika Islam telah membumi di Perlak diiringi dengan berdiri kerajaan Islam, mereka mengajarkan bagaimana memelihara kebersihan, kesehatan[22], membina keluarga serta tata cara berniaga dan bertani secara baik dan benar, kemudian mereka jugamendidik masyarakat agar cerdas, rajin, jujur, dan tekun melaksanakan ibadah, dan kesemuanya itu adalah sarat dengan nilai. Melalui nilai-nilai yang telah diajarkan ketika itu, mereke mendirikan tempat-tempat sebagai sarana berlangsungnya proses belajar yaitu zawiyah, dan ada sebuah tempat pendidikan yang besar yang dinamakan Zawiyah Cot Kala, yang merupakan pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara[23]
Pesantren.
Dari cacatan sejarah dapat dilihat bahwa dengan kehadiran kerajaan Bani Umayyah menjadikan pesatnya perkembangan ilmu pengetahan, sehingga masyarakat Islam tidak hanaya belajar di Mesjid tetapi juga belajar pada lembaga-lembaga yang lain, seprti "kutab". Makna kutab sebagai karakteristik yang mempunyi kekhasan tersendiri dan merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan system halaqah.[24]
Di Indonesia, istilah kutab lebih di kenal dengan istilah "pondok pesantren" yaitu suatu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya seorang kyai(pendidik) yang mengajar dan mendidik para murid dengan sarana Mesjid yang digunakan sebagai prasarana berlangsungnya proses belajar, serta di dukung adanya pondok sebgai tempat tinggal para murid.[25]
Kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe, dan akhiran an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja juga menjelaskan pesantren pesantren berasal dari kata santri, seorang yang belajar agama Islam, demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam[26]
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya sarat dengan dengan pendidikan Islam dipahami dan dihayati serta diamalkan dengan menekankan penting moral agama Islam sebagai pedoman hidup.[27]
Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, dipandang dari histories-cultural, pesantren dapat dikatakan sebagai training center yang sekaligus menjadi sebuah bentuk curtural central Islam yang dilembagakan oleh masyarakat, khususnya masyrakat Islam. Berdirinya pesantren di Indonesia adalah sebuah tuntutan dari keinginan masyrakat Islam menuju hidup yang lebih layak dan bebas dari kolonial, dan dalam cacatan sejarah pesantren yang pertama sekali berdiri di Indonesia adalah pesantren Pamekasan di Madura, pesantren tersebut berdiri pada thun 1062, pesantren ini biasa disebut dengan pesantren Jan Tampess II.[28]
Di tinjau dari sejarah, belum ditemukan data sejarah yang membuktikan bahwa berdirinya pesantren di Indonesia, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulanana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang mendirikan pesantren.[29]
Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di Jawa, sebelum dating agama Islam telah ada lembaga pendidikan Jawa kuno yang praktek pendidikannya sama dengan pesantren. Lembaga pendidikan Jawa kuno itu bernama payiyatan, di lembaga tersebut tinggal Ki ajar dengan cantrik. Ki ajar orang mengajar dengan dan cantrik orang yang diajar. Kedua kelompok ini tinggal dalam satu komplek dan disini terjadi proses ajar mengajar.[30]
Dengan menganalogikan pendidikan payiyatan ini dengan pesantren, sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menetapkan bahwa pesantren itu telah tumbuh sejak awal perkembangan Isalmn di Indonesia khususnya di Jawa, sebab model pendidikan pesantren Jawa Kuno telah ada sebelum Islam masuk yaitu payiyatan. Kedatangan Islam, maka sekaligus diperlulakn sarana penidikan, tentu saja model peyiyatan ini di jadikan acuan dengan merubah system yang ada ke sistem pendidikan Islam.[31]
Sistem yang ditampilakan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan disbanding dengan isitem yang diterapkan dalam penididkan pada umumnya :
- Memakai system tradisional yang mempunyai kebebasan penuh di banding dengan sekolah yang lain.
- Kehidupan di pesantren menampakkkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem non-kurikuler mereka.
- Para santri tidak mengidap penyakit "simbolis"yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebahagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk ke pesantren tampa adanya ijazah tersebut, hal ini karena tujuan mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah Swt saja.
- Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealis, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
- Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan sehingga hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[32]
Madrasah.
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya tempat belajar, kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhusus lagi sekolah-sekolah agama Islam[33].Tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia tidak dapt dipisahkan dengan tumbuhnya ide-ide pembaharuan pemikiran di kalangan ummat Islam. Diantara tokoh Nasional Islam yang paling berjasa dalam pengembangan madrasah di Indonesia adalah Syaikh Abdullah Ahmad, beliau mendirika madrasah Adbiyah di Padang pada tahun 1909 dan pada tahun 1915 madrasah menjadi HIS Adbiyah yang tetap mengajarkan nilai-nilai Islam. Selanjuatnya Syaikh M. Thaib Umar mendirikan Madrasah School di Batu Sangkar, walaupun madrasah sempat utup namun pada tahun 1918 di buka kembali oleh Mahmud Yunus, kemudian pada tahun 1923 madrasah bertukar nama menjadi Diniyah School dan berubah lagi menjadi al-Jami'ah Islamiyah pada tahun 1931.[34]
Madrasah dalam khazanah kehidupan manusia Indonesia merupakan fenomena budaya yang berusia satu abad lebih, bahkan bukan salah satu wujud entitas budaya Indonesia yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relative intensif. Indikasinya adalah kenyataan bahwa wujud entitas budaya ini telah diakui dan diterima kehadirannya. Secara berangsur-angsur ia telah memasuki arus utama pembangunan bangsa menjelang abad-20[35]
Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, madrasah setidak-tidaknya mencerminkan sebagai lembaga pendidikan Islam, menurut al-Nahlawi, tugas sebagai lembaga madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
- Merealisasikan pendidikan Islam yang di dasarkan pada prisif piker, aqidah dan tasyri' yang diarahkan utuk mencapai tujuan pendidikan, bentuk dan realisasi itu adalah agar anak didik beribadah, mentauhidkan Allah Swt, tunduk dan patuh atas perintah-Nya, serta syari'at-Nya
- Memelihara fitrah anak didik sebagai insan yag mulia, agar ia tidak menyimpang tujuan Allah Swt menciptakannya. Membentuk dsar operasional pendidikan yang harus dijiwai sasuai dengan fitrah manusia, sehingga menghindari adanya penyimpangan dan sebagainya.
Tugas-tugas lembaga pendidikan madrasah tersebut membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen,misalnya perencanaan, pengaweasan, organisasi, koordinasi, evaluasi, dan sebagainya sehingga lembaga pendidikan madrasah itu terdapat budaya administrasi yang berdasarkan dan bertujuan melancarkan pelaksanaan pendidikan Islam.[36]
Sesuai dengan peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1946 dan peraturan Menteri Agama No.7 tahun 1950, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun 1975, tentang peningkatan mutu madrasah, dapat disimpulkan, bahwa suatu lembaga pendidikan yang diatur seperti sekolah dengan meberikan pengetahuan agama Islam sebagai pokok/dasar.[37]