Sentralisasi Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Madrasah bertujuan untuk melakukan pembaharuan dan perbaikan di segala aspek. Sentralisasi Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Madrasah berguna untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di bidang agama dan untuk lembaga tingkat madrasah. Makalah ini membahas secara spesifik tentang Sentralisasi Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Madrasah.
Makalah Sentralisasi Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Madrasah oleh: M. Rum sitorus
Pendahuluan
B. Pengertian Pendidikan Agama dan Madrasah
Untuk menemukan pengertian pendidikan agama, para pakar sepakat bahwa pendidikan agama itu lebih cenderung kepada pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah ataupun madrasah/pesantren. Pendidikan agama ini sebenarnya berorientasi kepada pembinaan ketaqwaan, berbudi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani/rohani, kepribadian, kemandirian, rasa tanggungjawab, dan rasa kebangsaan murid. Pada dasarnya inti dari pendidikan agama adalah pembinaan budi pekerti ataupun pembinaan akhlak artinya keberagamaan menjadi tidak berarti apabila tidak dibuktikan dengan berakhlak.[1] Sebagaimana perilaku sehari-hari manusia dicerminkan dengan akhlaknya ketika bertutur, sikap dan perbuatan. Bentuknya yang lebih kongkritnya adalah hormat dan santun kepada orangtua, guru dan sesame manusia, suka bekerja bekerja keras peduli dan mau membantu orang yang lemah dan lain sebagainya. Dalam kerangka yang luas, berakhlah berarti "hidup untuk menjadi rahmatan bagi sekalian alam". Sedangkan penegertian dari madrasah adalah Madrasah sebagai lembaga formal pendidikan Islam. Menurut Prof.Dr. Haidar Putra Daulay, madrasah merupakan perpaduan antara pendidikan pesantren dengan sekolah. Ciri pesantren yang diadopsi oleh madrasah adalah ilmu-ilmu agama serta sikap hidup beragama. Sedangkan ciri sekolah yang di adopsi madrasah adalah system klasikal, mata pelajaran umum, menejemen pendidikan. [2]Madrasah pertama sekali didirikan di Indonesia adalah madrasah Adabiyah (Adabiyah School) didirikan di kota Padang pada tahun 1909 oleh Abdullah Ahmad. Selanjutnya tahun 1916 didirikan madrasah school ( sekolah agama) dan dalam perkembangan berikutnya menjadai Diniyah School dan Diniyah School akhirnya berkembang dan terkenal.[3] - Landasan Yuridis Formal Lembaga Pendidikan Madrasah Sesuai dengan program pendidikan nasional sebagaimana yang tertera pada undang-undang SIKDISNAS No 20 tahun 2003 tentang pendidikan yaitu bagian pendidikan dasar tertera pada Bab VI (enam) Pasal 17, undang-undang ini menjelaskan tetntang :
Melihat dan mencermati undang-undang tersebut, nampak jelas bahwa posisi pendidikan Islam pada undang-undang SIKDIKNAS sangatlah relevan dengan cita-cita pendidikan nasional. Pendidikan Islam merupakan kelembagaan formal, nonformal dan informal didudukkannya lembaga madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang diakui keberadaannya setara dengan lembaga pendidikan sekolah.[5] Kebijakan pemerintah ini semakin mempermudah bagi lembaga pendidikan madrasah untuk mensetarakannya dengan lembaga pendidikan umum. Penyetaraan ini meliputi kurikulum, system, manajemen dan semuanya adalah bagian dari usaha pengembangan pendidikan di Indonesia. Madrasah sebagai bentuk perpaduan antara pendidikan pesantren dengan sekolah. Tidak hanya itu, lembaga pendidikan madrasah juga telah mengadopsi mata pelajaran umum. Dalam proses pengadopsian tentunya di bawah pembinaan Dikbud. Dengan begitu, selain menjadi integrasi ilmu agama dan umum, madrasah telah memberikan program-program pendidikan yang setara dengan pendidikan yang diberikan Depdikbud.[6] Sebagai sebuah lembaga pendidikan, madrasah harus memanajemen proses pendidikannya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa elemen yang menjadi institusi di madrasah, yang antara lainnya adalah
|
B. Peluang dan Tantangan Lembaga Pendidikan Madrasah |
Perubahan-perubahan yang telah terjadi di lembaga pendidikan Islam sebenarnya dapat dibina dan dikembangkan kearah situasi yang kondusif. Hal ini akan di upayakan dalam pencapaian model madrasah efektif. Bagaimanapun iklim lembaga pendidikan Islam baik atau jelek tentunya sangat berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Fakta menunjukkan bahwa, anak-anak dipengaruhi oleh semua pengalamannya di dalam dan diluar sekolah, atau orang-orang yang secara langsung sangat mempengaruhi mereka oleh para guru dan teman-teman sekolahnya. Dari uraian tersebut, sangatlah di khawatirkan pada saat sekarang ini. Di abad 21 nanti, derasnya arus globalisasi dengan berbagai tantangannya menuntut kesiapan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi. Kepentingan ekonomi akan lebih menentukan hubungan antar bangsa dibanding dengan kepentingan lainnya. Kesulitan yang paling mendasar dari Negara industri baru meliputi :
untuk memamtapkan kedua prose situ tentunya harus memiliki kekuatan integritas budaya dan kepribadian bangsanya sejak awal, dengan mengawal perubahan tersebut melalui system pendidikan.[8] Sumber Daya Manusia yang berkualitas tersebut merupakan tuntutan globalisasi ( baik kawasan regional Asia Tenggara maupun Dunia) merupakan produk dari system pembangunan pendidikan yang mantap dan tangguh. Globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan imperative dalam kehidupan masyarakat disebabkan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan tranfortasi,kecanggihan IPTEK, perubahan nilai-nilai sehingga melahirkan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan dan perdagangan bebas AFTA 2003 dan APEC tahun 2020. dalam persaingan regional dan internasional, SDM bangsa dan agama kita.[9] Tuntutan terhadap kualitas akademik telah menjadi rembesan, dimana perubahan mutu akademik serta mutu manajemen terpadu atau peningkatan mutu berkelanjutan.[10] Dimensi lingkungan internal dan eksternal terus berubah. Otonomi daerah dan globalisasi dengan segala tuntutannya merupakan lingkungan eksternal yang mengitari lembaga pendidikan Islam di madrasah Ibtidaiyah dan madrasah Diniyah. Maka perubahan yang bermakna adalah perubahan yang direncanakan dengan misi, visi, tujuan , sasaran yang jelas diikuti dengan tindakan perbaikan yang diinginkan. Perubahan kualitatif yang diinginkan perlu dipandang sebagai usaha bersama dalam manajemen efektif dan keinginan untuk menciptakan perubahan manejemen pada madrasah Ibtidaiyah dan madrasah Diniyah merupakan dorongan moral kepemimpinan dalam rangka akuntabilitas. Sebagai sebuah institusi pendidikan institusi perlu dikelola secara baik dan akuntabel. Begitu juga dengan mutu lulusan madrasah Ibtidaiyah dan madrasah Diniyah menjadi muara dari segala terobosan melalui formulasi perencanaan stategik dan inflementasinya yang akan dilakukan nantinya. |
C. Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Pendidikan Umum di Bawah Satu Atap |
Untuk merealisasikan sikap hidup yang agamais dalam kehidupan berbangsa, Depertemen Agama tentunya harus memainkan peranannya dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pendidikan di lembaga pendidikan Islam. Begitu juga dengan lembaga pendidikan Nasional yang dinaungi oleh Depertemen Pendidikan Nasional. Kedua lembaga tersebut tentunya mempunyai satu visi dan misi tentang memajukan Dalam penyelenggara pendidikan formal, baik di lembaga pendidikan Islam ataupun lembaga pendidikan umum, perkembangan terlihat seiring. Kemajuan ini tentunya dikarenakan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh depertemen Agama dan Depertemen Pendidikan Nasional. Penerapan pendidikan agama dengan pendidikan umum dalam satu atap dapat dilihat dari segi budaya. Sebagai percontohan, kendati tidak ada pengakuan secara eksplisit dari ahli pendidikan nasional, karakter budaya pendidikan di madrasah/pesantren telah di adopsi dalam pendidikan nasional. Hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa contoh yaitu boarding school yang baik metode maupun system pembinaan siswanya dikembangkan menyerupai madrasah/pesantren, seperti SMU Taruna Nusantara Magelang, SMU Dwi Warna dan SMU Madania di Parung, Bogor dan Al-Izhar Pondok Labu di Jakarta Selatan. Dalam hal ini Depag secara terbuka berusaha mengadopsi aspek-aspek mastery learning yang dikembangkan ke dalam madrasah.[11] Melihat perkembangan lembaga pendidikan Islam klasik ditemukan persoalan-persoalan. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan agama yang cenderung verbalistik sehingga pemahaman anak didik ketika menerima dan mengimplementasikan pelajaran yang diterimanya, murid cenderung sempit dalam memahaminya. Disamping itu, pendidikan agama terbentur dengan kurikulum yang belum terarah dan tidak seragam, efektivitasnya dari tenaga pengajar terkesan tidak berpengalaman dalam metode tekhnis pedagogik[12]. Namun seiring dengan perkembangan pendidikan di madrasah tentunya pembenahan telah dilakukan dari berbagai aspek yang diantaranya adalah : 1. Penentuan Program Penentuan program harus dilakukan berdasrkan bakat dan minat siswa. Untuk itu, perlu dilakukan : (a) test dan bakat siswa dan (2) meyakinkan siswa dan orang tua bahwa penentuan program dimaksudkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan minat dan bakat, dan bukau berdasarkan peringkat nilainya. 2. Kegiatan Ekstra kurikuler Kegiatan ini sangat bermamfaat bagi siswa, khususnya untuk pembinaan kepemimpinan , keagamaan, kepekaan sosial, pendidikan bela Negara dan sebagainya. Setiap siswa sebaiknya diwajibkan paling tidak mengikuti satu kegitan kurikuler, agar memperoleh kesempatan mengembangkan diri.[13] Dari dua point diatas, sebenarnya masih banyak perbaikan yang dilakukan di madrasah, namun menurut penulis dua point tersebut adalah prioritas utama dalam melakukan perubahan-perubahan di madrasah. |
Penutup
Daftar Pustaka dan Footnote