Bagaimana sebenarnya sistem pendidikan Nasional dalam perspektif hukum islam?apakah Sistem pendidikan Nasional telah memenuhi syarat dalam hukum islam? apakah ada kesesuaian antara sistem pendidikan islam dengan sistem pendidikan nasional? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas perlu dilakukan analisis yang mendalam tentang bagaimana sesungguhnya sistem pendidikan nasional dalam kaca mata hukum islam. oleh karena itulah makalah ini khusus membahas dengan tema besarnya yaitu Sistem Pendidikan Nasional | Perspektif Hukum Islam. untuk menegetahui lebih lanjut tentang Sistem Pendidikan Nasional | Perspektif Hukum Islam lihat selanjutnya. |
E. Ruh Pendidikan Dalam Undang-Undang Sisdiknas Dan Islam
Dalam UU sisdiknas termaktub semangat ketuhanan dengan fungsi mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki manusia. Kemudian memventuk watak dan peradaban bangsa berdasarka pada nilai-nilai universal. Atas dasar itulah sistem pendidikan nasional dikembangkan. Dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta diik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab.
Jelas sekali pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas memiliki ruh yang kuat, yakni secara tersirat ada unsure pendidikan spiritual yang mendalam, intelektual tertinggi,dan akhlak mulia sebagai modal dasar pengembangan manusia. Hanya saja sistem pengembangan pendidikan nasional belum tersosialisasi dengan sempurna dan difahami secara merata.
Konsep pendidikan yang diajarkan dalam Islam melalui al Qur’an surat al Alaq ayat 1 – 5. Surat tersebut dimulai dengan membaca dan menggunakan aqal serta memberdayakanya. Sehingga manusia mengenal dirinya kemudian mengenal Tuhannya. Demikian pula dalam surat Luqman ayat 12 – 118 yang dimulai dengan pendidikan hati, perasaan, akhlaq dan kesehatan jasmani agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai kemajuan di dunia dan akhirat. Secara sempurna.
Menurut pakar pendidikan Naguib al Attas ketika menafsirkan ayat 32 surat albaqarah kenapa Allah lebih memilih Adam sebagai khalifah? Karena pada dirinya diberikan Allah dua potensi dasar dan tiga potensi melekat padanya. Dua potensi dasar tersebut adalah potensi akal dan potensi hati. Potensi aqal dapat mejadikan diri manusia itu mengembangkan dirinya, mengelola alam di jagat raya ini dengan baik dan memimpinnya dengan sempurna. Potensi hati dapat menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang berta’abbud kepada-Nya, memikirkan apa yang tak sanggup difikirkan akal sehingga memberi keyakinan yang mantap agar selalu tunduk dan patuh pada aturan yang dating dari Allah.
Sementara 3 potensi yang melekat pada dirinya adalah hilmun, hijrun dan nudyah. Potensi hilmun adalah memiliki perasaan kemanusiaan, menghargai,menghormati, memuliakan,dan menjunjung martabat kemanusiaan. Potensi Hijrun adalah memiliki kemampuan untuk menghidari hal-hal yang negatif, sehingga perbuatan yang negatif yang dapat menghancurkan dirinya dan orang lain dan membiarkan orang berhadapan tidak dilakukan. Potensi nudyah adalah kemampuan mencegah dari hal-hal negatif, mencegah pada diri, orang lain untuk melakukan perbuatan yang negatif.[4]
Jika melihat pada ruh pendidikan yang terdapat dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 perlu disinergikan dengan hokum agama Islam. Karena di Indonesia memiliki dan punya payung hokum yang jelas yaitu paying hokum Islam dan paying hokum Pancasila dan UUD 1945. Untuk lebih sejalan dalam upaya mengembangkan potensi dan kemampuan manusia, UU Sisdiknas menampung, mengakomodir, menafsir kemudian dianalisis apa yang termaktub dalam ajaran tentang pendidikan kemudian dimasukkan dalam UU Sisdiknas sehingga sejalan dan tidak akan terjadi perubahan di tengah jalan UU Sisdiknas kecuali penambahan demi adanya pembaruan untuk mencapai kemajuan. Di satu sisi telah perintah agama, namun di sisi lain telah dilakukan kemajuan yang didasari keinginan untuk berubah tanpa mengessampingkan nilai-nilai agama.
F. Analisa Filosofis
Melihat perkembangan masyarakat yang terus menggeliat dan meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Dimana perkembangan itu dapat mempengaruhi tingkat kemampuan pemahaman masyarakat, semakin dituntut pula masyarakat untuk meningkatkan pendidikannya. Di dalam masyarakat agraris yang sangat dibutuhkan adalah ilmu tentang bercocok tanam, waktu yang cocok untuk bercocok tanam sangat terikat dengan musim, maka pendidikan yang dibutuhkan cukup hanya untuk dapat membaca. Akan tetapi dalam masyarakat berkembang tentu masalah pendidikan sudah mendapat perhatian khusus dan serius, apalagi untuk mencapai sebuah masyarakat yang maju, secara otomatis pendidikan adalah tonggak awal dan pilar utama yang harus dibangun. Maka kewajiban belajar bagi masyarakat harus terjadi peningkatan dengan sendirinya.
Melihat keadaan yang demikian maka pemerintah seyogianya melakukan peninjauan ulang terhadap kewajiban belajar 9 tahun. Karena bila dilihat dari sisi sosiologis, yuridis dan religius. Kewajiban belajar 9 tahun belumlah memadai. Di dalam Islam mempunyai kewajiban belajar adalah sepanjang hayat, meskipun sifat individual, namun sisi ini memberikan perintah agar umat islam sesungguhnya tidak bolah tertinggal di dalam ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat dengan perintah mencari ilmu sampai ke negeri Cina. Perintah belajar adalah dari ayunan sampai ke liang lahat dan ada pula perintah yang tegas dengan kalimat wajib menuntut ilmu.
Berdasarkan kebutuhan kehidupan masyarakat terhadap pendidikan yang semakin hari semakin tinggi. Apalagi dilihat dari sisi agama yang kita anut dan 80% rakyat Indonesia beragama Islam. Maka seyogianya undang-undang pendidikan nasional pada pasal kewajiban pendidikan 9 tahun harus ditambah menjadi 12 tahun.
Jika wajib belajar diterapkan hanya 9 tahun yaitu hingga tamat SLTP, ini tidak sejalan dengan semangat yang diudangkan sebagai syarat yang umum digunakan yaitu tamat SLTA, seperti untuk menjadi anggota legislative haruslah memiliki ijazah SLTA, apalagi untuk mejadi kepala desa atau melamar menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai swasta juga harus berijazah SLTA. Maka sangat tidak masuk akal kalau pemerintah mencanangkan pendidikan nasional hanya 9 tahun, yaitu tamat SLTP saja. Belum lagi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang handal untuk dapat menghantarkan kestabilan politik, kemapanan ekonomi, menjadikan masyarakat lebih produktif dan meningkatkan kesadaran beragama dan bernegara.
Sebagai perbandingan negara Malaysia pada 20 tahun yang lalu, mereka masih tertinggal dibandingkan Indonesia. Akan tetapi sekarang Malaysia lebih maju dan lebih sejahtera kehidupan rakyatnya dibandingkan Indonesia. Hal ini terbukti setelah Malaysia melakukan reformasi pendidikan yang luar biasa. Mereka memberikan biaya siswa kepada masyarakat pribumi mulai dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Sesungguhnya Indonesia lebih bagus dan elit jika kita lihat pada semangat muqaddimah UUD 1954, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih jauh lagi bila kita melihat di Mesir yang kekayaan negara sama dengan Indonesia, tetapi mereka wajib belajar hingga pendidikan di perguruan tinggi dan pendidikannya adalah bebas biaya atau tidak dikenakan pemungutan apapun untuk belajar kecuali untuk membeli buku, itupun sangat kecil, karena buku-buku referensi disediakan di perpustakaan.
Rumusan yang sederhana diberikan Tofler adalah tentang peradaban bahwa siapa yang menguasai informasi dialah yang menguasai kehidupan. Virture shock yang menjadi best seller untuk beberapa lama menunjukkan garis perkembangan peradaban manusia dari masa lalu hingga masa sekarang dan dengan keyakinan akan integritas dan kontinyuitas itu. Realita ini menawarkan produksi masa depan. Pada intinya Tofler mengidentifikasikan tiga fase perkembangan peradaban manusia, yakni 1) fase pertanian, yaitu pada fase ini yang menjadi penguasa adalah para tuan tanah, 2) fase industri, yaitu fase dimana yang menjadi poros dan sumber pengaruh kekuasaan. Maka dominasi atas kehidupan berpihak pada pengusaha industri, 3) fase informasi, yaitu pada fase ini informasi menjadi primadona dan penentu sukses dan pengaruh.
Karena itu menuju zaman industri dan informasi ini tentu dapat bersamaan di zaman ini. Tingkat pendidikan sangat menentukan sukses tidaknya kehidupan. Semakin tingkat pendidikan yang dikuasai semakin mudah mendapatkan informasi dan semakin mudah pula mencapai sukses. Sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang maka semakin sulit pula kesuksesan diraih. Dalam hal ini peranan dan kebijakan pemerintah sangat menentukan kehidupan rakyat.
Belum lagi kita menilik pendidikan non-formal yang dilaksanakan masyarakat yang belum memiliki kurikulum, visi dan misi sehingga banyak lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat tidak diakui ijazah yang dikeluarkannya.[5] Mereka bagaikan tidak terurus secara sempurna. Ada hal yang menarik pada lembaga pendidikan ini yang perlu diperhatikan dan dikaji ulang, dimana mereka adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia sebelum adanya lembaga pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah Belanda. Lembaga pendidikan ini sudah ada dan keberadaannya memberi pengaruh besar bagi perkembangan masyarakat. Dan khususnya lagi pada perebutan kemerdekaan, lembaga pendidikan ini melalui alumninya berada di garda terdepan dalam berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Namun setelah Indonesia merdeka lembaga ini bagaikan tergilas dalam perkembangan yang dibentuk oleh pemerintah. Malah baru-baru ini sejumlah pesantren di Jawa ditengarai sebagai lembaga yang mendidik teroris.
Bab IV pasal 12 ayat 1 huruf a mendapat protes dari masyarakat Islam dimana dalam realita, pendidikan yang dikelola oleh masyarakat non-muslim meskipun di dalamnya ada murid yang beragama Islam tetapi tidak ada tenaga pendidik yang beragama Islam. Tidak dapat belajar agama Islam di sekolah tersebut. Hal ini tentu sangat menyakitkan umat Islam dan melanggar UU Sisdiknas itu sendiri. Meskipun adanya protes oleh masyarakat Islam UU sisdiknas tahun 2003 tetap saja disahkan dengan menghargai kebebasan beragama. UUD 1945 itu sendiri memberi peluang untuk itu. Hal ini juga sangat bertentangan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 apalagi dengan ajaran Islam. UU sisdiknas seyogianya menjadi acuan pendidikan bagi masyarakat bukan malah berbalik menjadi hal yang mengganggu bagi kehidupan beragama.
Ajaran Islam yang didapatkan di dalam al Qur’an dan hadist memuat kerangka berfikir tentang pendidikan baik bersifat individual maupun masyarakat adalah sejalan dengan perkembangan zaman yang dijalani manusi. Apalagi pendidikan dalam Islam tidak terbatas. Ini dapat bermakna pendidikan selalu memberikan informasi dan jalan pembaharuan untuk mencapai kemajuan. Hal ini seperti disampaikan oleh Yusuf Amir faisal bahwa pendidikan Islam adalah suatu upaya atas, pencarian, pembentukan dan pengembangan sikap dan prilaku untuk mencari, mengembangkan, memikirkan dan menggunakan ilmu dan perangkat teknologi atau ketrampuilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu pada hakikatnya, proses pendidikan Islam merupakan proses pelestarian dan penyempurnaan kultur Islam yang selalu berkembang dalam suatu proses tranformasi budaya yang berkesinambungan di atas wahyu yang merupakan nilai universal[6].
Daftar Pustaka
FootNote
|