RESUME MATA KULIAH
HUKUM DAN PERATURAN KELAUTAN PERIKANAN
Tentang
Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif,
Landas Kontinen, dan Laut Bebas
Disusun Oleh :
Dwi Sulistiyoningsih 115080601111040
Arianto Choiron 115080601111066
Ervi Aisyi Mundiri 115080601111078
Rahman Arif Murtadho 115080601111080
M. Alwi Zakaria 115080613111003
Kelas : I01
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1. LAUT TERITORIAL
Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga pada akhirnya berhasil menentukan lebar Laut Teritorial maksimal 12 mil laut sebagai bagian dari keseluruhan paket rejim-rejim hukum laut, khususnya :
1). zona Ekonomi Eksklusif yang lebarnya tidak melebihi 200 mil laut dihitung dari garis dasar/pangkal darimana lebar Laut Teritorial diukur dimana berlaku kebebasan pelayaran;
2). kebebasan transit kapal-kapal asing melalui Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;
3). hak akses negara tanpa pantai ke dan dari laut dan kebebebasan transit;
4). tetap dihormati hak lintas laut damai melalui Lau Teritorial. Rejim Laut Teritorial memuat ketentuan sebagai berikut :
5). Negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas Laut Teritorial, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dalam Laut Teritorial berlaku hak lintas laut damai bagi kendaraan-kendaraan air asing. Kendaraan air asing yang menyelenggarakan lintas laut damai di Laut Teritorial tidak boleh melakukan ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai serta tidak boleh melakukan kegiatan survey atau penelitian, mengganggu sistem komunikasi, melakukan pencemaran dan melakukan kegiatan lain yang tidak ada hubungan langsung dengan lintas laut damai. Pelayaran lintas laut damai tersebut harus dilakukan secara terus menerus, langsung serta secepatnya, sedangkan berhenti dan membuang jangkar hanya dapat dilakukan bagi keperluan navigasi yang normal atau kerena keadaan memaksa (force majeure) atau dalam keadaan bahaya atau untuk tujuan memberikan bantuan pada orang, kapal atau pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya. Negara pantai berhak membuat peraturan tentang lintas laut damai yang berkenaan dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, perlindungan alat bantuan serta fasilitas navigasi, perlindungan kabel dan pipa bawa laut, konservasi kekayaan alam hayati, pencegahan terhadap pelanggaran atas peraturan perikanan, pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, penelitian ilmiah kelautan dan survei hidrografi dan pencegahan pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
2. ZONA TAMBAHAN
Setiap negara pantai yang laut teritorialnya melebihi 12 mil laut berarti ia juga akan mempunyai zona tambahan (contiguous zone) yang mempunyai peranan penting dalam keamanan dan pembangunan ekonominya. Pembentukan rezim zona tambahan mempunyai sejarah tersendiri terutama bermula dari praktik Inggris dan Amerika Serikat.
Sedangkan konsep zona tambahan menurut konvensi hukum laut 1982 yaitu, zona tambahan setiap Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau sanitasi, dan menghukum para pelakunya. Setiap Negara pantai mempunyai zona tambahan yang jauhnya tidak boleh melebihi 24 mil yang diukur dari garis pangkal di mana lebar laut teritorial diukur atau sejauh 12 mil diukur dari laut teritorial suatu Negara pantai. Status zona tambahan berbeda dengan status laut teritorial, kalau laut teritorial adalah milik kedaulatan suatu Negara pantai secara mutlak, sedangkan status zona tambahan adalah tunduk pada rejim yurisdiksi pengawasan Negara pantai, bukan bagian dari kedaulatan Negara.
Kewajiban Indonesia di zona tambahan tersebut adalah
· mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan tentang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan sanitasi yang dapat merugikan Indonesia,
· menegakkan hukumnya, sehingga para pelaku pelanggaran tersebut dapat diadili.
Penggunaan kata “may” adalah bukan kewajiban, tetapi hak, yaitu hak untuk mengawasi yang diperlukan terjadinya pelanggaran empat bidang tersebut dan memproses pelaku pelanggarannya. Pencegahan tersebut sudah barang tentu memerlukan sarana dan prasarananya, seperti sumber daya manusia dan armada kapalnya yang mampu mengawasi dan menjaga jurisdiksinya di zona tambahan tersebut, sehingga tidak terjadi transaksi ilegal dan kejahatan lainnya
3. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Menurut konvensi hukum laut 1982, Zona ekonomi eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut teritorial yang tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan yurisdiksi Negara pantai, hak dan kebebasan Negara lain yang diatur oleh Konvensi. Lebar zona ekonomi eksklusif bagi setiap Negara pantai adalah 200 mil sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 57 Konvensi yang berbunyi: the exclusive economic zone shall not extend beyond 200 nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is measured, yang artinya bahwa zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal di mana laut teritorial diukur.
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
· Hak dan Kewajiban Indonesia atas ZEE Indonesia
Di zona ekonomi eksklusif setiap Negara pantai seperti Indonesia ini mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan mengelola sumber daya alam baik hayati maupun nonhayati di perairannya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta untuk keperluan ekonomi di zona tersebut seperti produksi energi dari air, arus, dan angin. Sedangkan yurisdiksi Indonesia di zona itu adalah yurisdiksi membuat dan menggunakan pulau buatan, instalasi, dan bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dalam melaksanakan hak berdaulat dan yurisdiksinya di zona ekonomi eksklusif itu, Indonesia harus memperhatikan hak dan kewajiban Negara lain. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kewajiban menetapkan batas-batas zona ekonomi eksklusif Indonesia dengan negara tetangga berdasarkan perjanjian, pembuatan peta dan koordinat geografis serta menyampaikan salinannya ke Sekretaris Jenderal PBB.
Hak dan kewajiban negara lain di zona ekonomi eksklusif diatur oleh Pasal 58 Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu sebagai berikut :
- Di zona ekonomi eksklusif Indonesia, semua Negara baik Negara pantai maupun tidak berpantai mempunyai hak kebebasan pelayaran dan penerbangan, kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut dan penggunaan sah lainnya menurut hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut 1982. Dalam melaksanakan hak-hak dan kebebasan tersebut, Negara lain harus menghormati peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai negara pantai yang mempunyai zona ekonomi eksklusif tersebut.
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai hak dan melaksanakan:
a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1. pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya;
2. penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3. perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;
4. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum Laut yang berlaku.
Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia dengan Negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.
4. LANDAS KONTINEN
Pengertian Landas kontinen menurut Pasal 76 ayat (1), ayat (2) Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut adalah landas kontinen yang meliputi sebagai berikut :
a. dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang adanya kelanjutan ilmiah dari wilayah daratannya sampai ke pinggiran tepi kontinen; atau
b. dasar laut dan tanah di bawahnya sampai jarak 200 mil laut dari garis pangkal di mana laut teritorial diukur;
c. landas kontinen dimungkinkan mencapai 350 mil laut dari garis pangkal di mana laut teritorial diukur; atau
d. tidak melebihi 100 mil laut dari kedalaman (isobath) 2500 meter.
Kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan di bawah laut hingga tepian luar kontinen yang ditentukan dalam konvensi ini pada akhirnya dapat diterima negara-negara bukan negara pantai, khususnya negara-negara tanpa pantai atau negara-negara yang geografis tidak beruntung setelah Konvensi juga menentukan bahwa negara pantai mempunyai kewajiban untuk memberikan pembayaran atau kontribusi dalam natura yang berkenaan dengan eksploitasi sumber kekayaan non-hayati Landas Kontinen di luar 200 mil laut. Pembayaran atau kontribusi tersebut harus dilakukan melalui Otorita Dasar Laut Internasional yang akan membagikannya kepada negara peserta Konvensi didasarkan pada kriteria pembagian yang adil dengan memperhatikan kepentingan serta kebutuhan negara-negara berkembang, khususnya negara-negara yang perkembangannya masih paling rendah dan negara-negara tanpa pantai. Sekalipun Landas Kontinen pada mulanya termasuk dalam rejim Zona Ekonomi Eksklusif, namun dalam Konvensi ini Landas Kontinen diatur dalam bab tersendiri. Hal ini berkaitan dengan diterimanya kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepian kontinen, yang memungkinkan lebar landas Kontinen melebihi lebar Zona Ekonomi Eksklusif.
· Hak dan Kewajiban
Indonesia mempunyak hak eksplorasi dan eksploitasi kekayaan sumber daya alam di landas kontinen sebagaimana diatur oleh Pasal 77 Konvensi Hukum Laut 1982, tetapi di samping itu Indonesia mempunyai kewajiban untuk menetapkan batas terluar landas kontinen sejauh 350 mil dan menyampaikan kepada Komisi Landas Kontinen (Commission on the Limits of the Continental Shelf) yang selanjutnya diatur oleh Lampiran (Annex) II Konvensi Hukum Laut 1982.
5. LAUT LEPAS
Konvensi Hukum Laut 1982 dalam Pasal 86 menyatakan pengertian laut lepas sebagai berikut : “the provisions of this Part apply to all parts of the sea that are not included in the exclusive economic zone, in the territorial sea or in the internal waters of a State, or in the archipelagic waters of an archipelagic State, yaitu bahwa laut lepas adalah semua bagian laut yang tidak termasuk zona ekonomi eksklusif, laut territorial atau perairan pedalaman suatu negara dan perairan kepulauan dalam Negara kepulauan. Pengertian laut lepas menurut Konvensi Hukum Laut 1982 ini sangat jauh statusnya dengan pengertian laut lepas menurut Konvensi Jenewa 1958. Laut lepas menurut Konvensi Jenewa 1958 adalah hanya 3 mil dari laut territorial, sedangkan laut lepas menurut Konvensi Hukum Laut 1982 adalah dimulai dari zona ekonomi eksklusif yang berarti dimulai dari 200 mil. Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, laut territorial yang sejauh 12 mil itu tunduk pada kedaulatan penuh suatu Negara, sedangkan zona ekonomi eksklusif yang sejauh itu mempunyai status sui generic, yaitu bahwa sifat khusus yang bukan bagian dari kedaulatan Negara, tetapi juga tidak tunduk pada rejim internasional. Dalam zona ekonomi eksklusif, setiap Negara mempunyai hak-hak berdaulat dan yurisdiksi sebagaimana dijelaskan di atas.
Pasal 87 Konvensi Hukum Laut 1982 menegaskan bahwa laut lepas adalah terbuka bagi semua Negara baik Negara pantai (costal States) maupun Negara tidak berpantai (land-locked States). Semua Negara mempunyai kebebasan di laut lepas (freedom of the high seas), yaitu sebagai berikut :
a. kebebasan pelayaran (freedom of navigation);
b. kebebasan penerbangan (freedom of overflight);
c. kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut (freedom to lay submarine cables and pipelines);
d. kebebasan membangun pulau buatan dan instalasi lainnya sesuai dengan hukum internasional (freedom to construct artificial islands and other installations permitted under international law);
e. kebebasan penangkapan ikan (freedom of fishing);
f. kebebasan riset ilmiah kelautan (freedom of scientific research).
Kebebasan di laut lepas tersebut harus memperhatikan kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan yang sama karena pelaksanaan kebebasan tersebut harus dilaksanakan untuk tujuan-tujuan damai (peaceful purposes) dan tidak boleh negara melaksanakan kedaulatannya di laut lepas sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 88-89 Konvensi Hukum Laut 1982. Setiap kapal yang berlayar di laut lepas harus ada kebangsaannya karena ada ikatan antara kapal dengan Negara (genuine link) dan apabila kapal menggunakan dua negara atau lebih bendera Negara karena ingin mendapat kemudahan (flag of convenience) dianggap sebagai kapal tanpa kebangsaan. Pendaftaran kapal kepada negaranya menurut Konvensi Hukum Laut 1982 ini tidak berlaku bagi kapal-kapal yang digunakan untuk pelaksanakan tugas Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badan dan lembaga khususnya atau bagi Badan Energi Atom Dunia (the International Atomic Energy Agency) sebagaimana diatur oleh Pasal 93 Konvensi Hukum Laut 1982.
Pasal 94 Konvensi Hukum Laut 1982 (Duties of the flag State) yang berbunyi: Every State shall effectively exercise its jurisdiction and control in administrative, technical and social matters over ships flying its flag, yang berarti adalah bahwa bahwa setiap negara harus melaksanakan secara efektif Yurisdiksinya dan mengendalikannya di bidang administratif, teknis, dan sosial di atas kapal yang mengibarkan benderanya. Di laut lepas, kapal perang dan kapal untuk dinas pemerintah memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara mana pun kecuali negara benderanya sebagaimana diatur oleh Pasal 95-96 Konvensi.
· Hak dan Kewajiban Indonesia
Laut lepas adalah terbuka bagi setiap negara dan tidak ada kedaulatan suatu negara di laut lepas, sehingga laut lepas adalah untuk tujuan damai. Namun demikian, setiap negara mempunyai enam kebebasan seperti disebutkan di atas, tetapi juga setiap negara termasuk Indonesia mempunyai kewajiban untuk menghormati jurisdiksi negara bendera, kewajiban memberikan bantuan (duty to render assistance) kepada orang dalam bahaya atau dalam kasus tabrakan (collision), sehingga negara pantai harus mempunyai TIM SAR (Search and Rescue). Setiap negara harus mengambil tindakan efektif untuk mencegah dan menghukum perdagangan budak, wajib bekerja sama memberantas perompakan (piracy), menumpas siaran gelap (unauthorized broadcasting).
Setiap negara pantai termasuk Indonesia mempunyai hak melakukan pengejaran seketika (right of hot pursuit) kapal asing yang diduga kuat telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan sampai kapal tersebut memasuki laut teritorial negaranya atau negara ketiga sebagaimana diatur oleh Pasal 111. Pasal 111 Konvensi Hukum Laut 1982 ini memberikan pesan bahwa setiap negara pantai harus mempunyai peralatan dan sumber daya manusia yang memadai untuk mengamankan kedaulatan dan kekayaan sumber daya alam di laut.
REFERENSI
Salam, Abdul Alim. 2008.Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum Laut Internasional (Unclos 1982) Di Indonesia.Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Dewan Kelautan I
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). http://www.hukumonline.com/ pusatdata/download/.php.com. Diakses tanggal 4 Maret 2013 pukul 18.00 WIB