BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Istilah antonimi (Inggris: antonymy berasal dari bahasa Yunani Kuno onama = nama, dan anti = melawan). Makna harfiahnya, nama lain untuk benda yang lain. Verhaar (1983:133) mengatakan: “Antonimi adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.” Secara mudah dapat dikatakan, antonym adalah kata – kata yang berlawanan.
Istilah antonym kadang – kadang dipertentangkan dengan istilah sinonim, tetapi status kedua istilah ini berbeda. Antonym biasanya teratur dan dapat diidentifikasi secara tepat. Contoh kata – kata yang antonym.
besar x kecil bodoh x pandai
lebar x sempit mudah x sukar
panjang x pendek rendah x tinggi
BAB II
ANTONIMI
Tentang perhubungan makna yang disebut antonimi cukup ruwet. Ada sekelompok makna yang jelas makna lawanya, seperti talah dicontohkan; ada pula sekelompok perlawanan makna yang perlu penjelasan lebih terperinci. Untuk perincian perlawanan makna dapat dijelaskan melalui analisi komponen.
Analisis Komponen
Pendekatan ini didasarkan kepada kepercayaan bahwa makna kata dapat dipecah – pecah menjadi elemen – elemen makna yang merupakan kata yang bersangkutan. Elemen – elemen itu disebut komponen makan, oleh karena itu pendekatan ini disebut “analisis komponen”
Jadi menurut pendekatan ini, setiap kata mengandung sejumlah komponen yang bersama- sama memberi makna tertentu kepada kata itu. Kata Indonesia gadis, misalnya menngandung unsure atau komponen makna BERNYAWA, golongan MANUSIA yang sudah berusia dewasa, tetapi mempunyai status social BELUM KAWIN, dan termasuk golongan kelamin WANITA. Singkatnya gadis adalah makhluk BERNYAWA, MANUSIA, DEWASA, BELUM KAWIN, WANITA. Berkebalikan dengan jejaka yang mempunyai unsur makna gadis, kecuali jenis klaminnya PRIA.
Pendekatan ini menganalisa makna kata dengan cirri atau komponen makna yang berlawanan satu sama lainnya. Komponen BERYAWA bertentangan dengan (makhluk) TAK BERNYAWA. MANUSIA berlawanan dengan (makhluk) BINATANG, komponen DEWASA berbeda dengan ANAK – ANAK (mereka yang masih berumumur muda, masih seperti anak). WANITA berlawanan dengan PRIA, dan seterusnya. Jadi komponen – komponen makna itu disusun berdasarkan pembagian dua yang saling berlawanan berdasarkan oposisi biner.
Komponen makna itu dapat disusun secara hirarkis dan digambarkan sebagai berikut :
•
BERNYAWA TAK BERNYAWA
MANUSIA BINATANG
DEWASA ANAK – ANAK
BELUM KAWIN KAWIN
WANITA PRIA
gadis jejaka
Tetapi biasanya disajikan dengan cara membuat tanda + untuk komponen makna yang dimiliki oleh kata yang sedang diperikan, dan tanda – bila komponen makna merupakan ciri makna kata tidak dimiliki oleh kata yang diperikan itu, sebagai berikut:
Gadis : + BERNYAWA + MANUSIA – KAWIN – PRIA
Jejaka : + BERNYAWA + MANUSIA – KAWIN + PRIA
Seperti terlihat dari contoh, biasanya hanya diambil ciri komponen makna yang positifnya satu yang diperlihatkan, lalu cirri kebalikannya diberi tanda -.
Contoh tersebut dibaca sebagai berikut : gadis adalah makhluk BERNYAWA, golongan MANUSIA (bukan binatang), yang belum pernah KAWIN, dan bukan PRIA (jadi WANITA).
Bila terjadi sebuah kata tidak memerlukan spesifikasi dengan salah satu kompenen yang menurut kerangka pemikiran logis memerlukannya maka komponen makna itu dipakai juga sebagai bagian dari pemerian kata itu, tetapi diberi tanda 0 yang menyarankan arti bahwa kata bersangkutan tidak memerlukan spesifikasi tersebut. Kata orang misalnya tidak memerlukan spesifikasi apakah ia PRIA atau WANITA, atau dengan kata lain bisa PRIA bisa WANITA, maka untuk menyatakan netralisasi cirri itu diberi komponen kosong, dan diberi symbol 0, seperti 0 PRIA:
Orang : + BERNYAWA + MANUSIA 0 PRIA + DEWASA
Jadi orang adalah makhluk BERNYAWA, MANUSIA, DEWASA, yang mungkin PRIA atau WANITA.
a) Beberapa Sifat Oposisi
Dasar yang dipakai untuk menentukan ciri atau komponen arti adalah oposisi komponen makna dengan komponen lain yang berlawanan. Oleh karena itu perlu diberikan gambaran singkat tentang sifat oposisi antara sekelompok komponen makna dengan kelompok lainnya.
b) Oposisi Polar
Oposisi yang terdapat pada contoh – contoh komponen makna yang telah dikemukakan seperti BERNYAWA/TAK BERNYAWA, MANUSIA/BINATANG, atau PRIA/WANITA adalah oposisi yang bersifat ‘iya’ atau ‘tidak’, tetapi oposisi yang terdapat dalam panjang, tinggi, lebar, dan kata – kata sifat lainnya tidak merupakan oposisi mutlak. Oposisi yang terdapat pada contoh – contoh itu didasarkan kepada dua ekstrim atau dua kutub (pole): panjang sekali dan pendek sekali. Lalu di antara dua ekstrim terdapat titik tengah yang memisahkan dua kutub atau dua ekstrim. Titik merupakan pengukur untuk mengatakan sesuatu itu panjang atau pendek misalnya. Oposisi semacam itu disebut oposisi polar, oposisi yang dapat digambarkan sebagai berikut:
0 (Kutub 1 : paling panjang)
(pengukur)
0 (Kutub 2 : paling pendek)
Jadi, hakekatnya bila orang mengatakan Bangku itu panjang berarti bangku itu lebih panjang daripada panjang ukuran rata – rata bangku (menurut ukuran pemakian bahasa). Bila misalnya X dan Y masing – masing adalah bangku: panjang bangku Y adalah bangku yang mempuyai ukuran sedang, maka bila orang mengatakan Bangku X panjang berarti ‘bangku X lebih panjang daripada bangku Y’
c) Oposisi Relasional
Oposisi yang dekat dengan oposisi polar adalah oposisi antarkomponen yang mengandung hubungan relasional. Hubungan satu komponen dengan satu atau lebih komponen lain, seperti bapak, ibu, teman, atas, kanan, dan sebagainya. Unsur leksikal tersebut mempunyai hubungan relasional dengan komponen lain: bapak dengan anak, ibu juga dengan anak, temen dengan teman lainnya, atas dengan bawah, kanan dengan kiri. Oposisi antar komponen makna itu merupakan oposisi yang saling melengkapi, komponen yang satu sisi bergantung atau bertalian dengan komponen makna lawannya. Ini berarti bila orang mengatakan X ORANGTUA Y berarti Y ANAK X
Contoh deskripsi makna ayah adalah sebagai berikut:
Ayah : X ORANGTUA Y + PRIA
Komponen pria ditambahkan untuk membedakannya dengan ibu.
Lalu deskripsi itu harus pula ditambahkan lagi beberapa komponen tambahan agar lebih tepat menjadi:
Ayah : X ORANGTUA Y + PRIA dan (+ BERNYAWA X BERNYAWA Y dan + DEWASA X)
Bandingkan dengan ini:
Ibu : X ORANGTUA Y – WANITA dan (+ BERNYAWA X BERNYAWA Y dan + DEWASA X)
Anak : X ANAK Y 0 PRIA dan (+ BERNYAWA X + BERNYAWA Y dan DEWASA X)
d) Oposisi Majemuk
Contoh – contoh, komponen makna yang telah diberikan merupakan oposisi yang bersifat dua sisi, oposisi biner. Sekalipun kebanyakan oposisi dalam bahasa bersifat biner, namun ada sejumlah oposisi yang lebih dari dua sisi. Oposisi benda yang mengandung logam seperti emas beroposisi dengan lebih dari dua, yakni perak, besi, atau timah. Demikian juga klasifikasi binatang lebih dari dua, di samping binatang berkaki empat, juga ada binatang berkaki dua, dan dan binatang yang melata: selanjutnya juga tentang klasifikasi pohon – pohonan, atau juga warna. Oposisi semacam ini disebut oposisi majemuk (multiple taxonomies). Contoh lain misalnya tentang posisi berdiri bukan saja berlawanan dengan duduk tetapi juga dengan berbaring. Dapat digambarkan sebagai berikut:
posisi
berdiri berbaring duduk
e) Ketergantungan Antarkomponen
Komponen – komponen makna yang dipergunakan dalam melakukan deskripsi makna haruslah saling bergantung, sehingga merupakan rangkaian komponen makna yang logis. Bila kita menggabungkan komponen makna seperti misalnya BERNYAWA dengan PRIA memang logis, karena PRIA bergantung kepada kata yang mempunyai makna BERNYAWA. Tetapi bila misalnya kita menggabungkan komponen makna PRIA dengan komponen TAK BERNYAWA tentunya tidak benar. Demikianlah hakekatnya satu komponen makna bahkan telah menyarankan komponen makna lainnya.