Antara Be Yourself versus Mengembangkan Diri

Percaya tidak percaya, tak semua orang menganggap pengembangan diri itu baik. Komentar dari seorang teman sempat membuat saya berpikir. Ucapnya, "Ngapain harus susah-susah memasang target ini dan itu? Hidup itu mengalir. Just enjoy your life and be yourself!"

Konflik antara pengembangan diri dan penerimaan diri sekilas terdengar dungu. Namun begitulah kenyataannya. Ini adalah suatu realita yang selama ini bahkan tidak terpikirkan oleh saya. Malam tadi saya mencoba untuk menggali lebih dalam kedua konsep ini. Manakah yang lebih baik antara menerima diri apa adanya dan mengembangkan diri? Bisakah keduanya selaras?

Everlasting Conflict

Bagi pribadi yang memegang prinsip be yourself, pengembangan diri terdengar seperti berenang melawan arus. Sebaliknya bagi para penganut mutlak asas personal development, penerimaan diri terkesan kontra-produktif. Manakah yang lebih baik?

Kita akan mencoba melihat sisi positif dari kedua pandangan tersebut.

Penerimaan Diri

* Mampu melepaskan sejumlah beban dari hidup anda.
* Lebih fokus kepada momen saat ini, istilahnya don’t worry, just be happy.
* Orang yang menerima diri apa adanya cenderung akan lebih percaya diri dan mau menerima orang lain secara apa adanya pula.

Pengembangan Diri

* Lebih berpeluang untuk mendapatkan banyak pencapaian.
* Menjanjikan kesempatan lebih besar untuk hari esok yang lebih baik.
* Orang yang fokus kepada pengembangan diri biasanya sanggup memberikan lebih banyak kontribusi terhadap diri sendiri dan masyarakat.

Masing-masing pihak kerap berpikir bahwa yang satu lebih baik daripada yang lain. Anda bisa saja menerima diri anda apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan, kemudian fokus untuk menikmati hidup. Tapi hari esok pasti akan tiba. Apakah anda sudah cukup membekali diri anda untuk menghadapi masa depan?

Demikian pula sebaliknya, anda boleh saja menyangkal diri dan melihat kekurangan diri anda di mana-mana, kemudian berjuang memperbaikinya. Namun kesempurnaan itu mustahil. Bukankah dengan terus berlari berarti anda kehilangan kesempatan untuk ‘hidup di saat ini’ gara-gara sibuk memikirkan masa depan?

Masalah ini dilematis hanya jika kita memandang keduanya saling lepas, eksklusif.


I Am Progressing

Sejauh ini saya belum pernah merasakan adanya konflik laten antara penerimaan diri versus pengembangan diri karena saya memandang keduanya saling mendukung. Ada satu semboyan yang selama ini membuat saya mampu mengakomodasi keduanya :

Saya adalah pribadi yang terus berkembang

Yap! Saya menerima diri saya sebagai pribadi yang terus berkembang. Dengan demikian, secara otomatis saya menganggap proses pengembangan diri sebagai proses penerimaan diri. Sewaktu saya berusaha untuk menjadi lebih baik, itu bukanlah suatu bentuk pengingkaran. Itu adalah suatu bentuk penerimaan bahwa diri saya terus tumbuh dari waktu ke waktu.

Ketika saya lari pagi dan menggenjot fisik saya, hal itu bukan berarti karena saya kecewa dengan tubuh saya. Melainkan karena saya menerima diri saya sebagai sosok yang physically active. Jika saya tidur bermalas-malasan setiap subuh, itu justru merupakan bentuk pengkhianatan diri. Saya mempunyai tujuan untuk membentuk tubuh yang sehat dan menikmati setiap proses yang saya tempuh untuk menuju ke sana.

Beberapa hal yang menjadi kunci sukses dari paradigma ini adalah :

* Jangan menerima diri kita dalam imej yang mutlak dan tidak berubah.
* Kita berjuang untuk berkembang atas dasar rasa sayang kepada diri kita, dengan harapan agar diri kita dapat menjadi lebih baik.
* Kita menentukan target dan mendapatkan kepuasan apabila kita berhasil mencapai target tersebut, namun tentunya akan jauh lebih bagus apabila kita juga menikmati proses pencapaiannya. Dengan demikian, kita mampu meraih yang lebih baik untuk masa depan dan menikmati kehidupan saat ini.

Sumber : http://wirawan.blogsome.com/2009/02/04/being-myself/













.