BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV), gangguan kepribadian avoidant (APD) dicirikan oleh pola meresap inhibisi sosial, perasaan tidak mampu, dan hipersensitivitas terhadap evaluasi negatif. Anak-anak yang memenuhi kriteria untuk APD sering digambarkan sebagai orang yang sangat pemalu, terhambat dalam situasi baru, dan takut penolakan dan penolakan sosial. Tingkat gejala dan gangguan yang jauh melampaui sifat rasa malu yang ada dalam sebanyak 40% dari populasi. Serupa dengan gangguan kepribadian lainnya, kondisi menjadi komponen utama dari keseluruhan seseorang karakter dan tema sentral dalam pola individu untuk berhubungan dengan orang lain. Seperti gangguan kepribadian yang lain, diagnosis jarang dibuat dalam individu lebih muda dari 18 tahun, bahkan jika kriteria terpenuhi.1
Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah sekitar 5 persen (Torgersen, Kringlen, dan Cramer, 2001), dan komorbid dengan gangguan kepribadian dependen (Trull, Widiger, dan Frances, 1987) dan gangguan kepribadian ambang (Morey, 1988). Kepribadian menghindar juga komorbid dengan diagnosis Aksis I yaitu depresi dan fobia sosial menyeluruh (Alpert dkk., 1997). Komorbiditas dengan fobia sosial menyeluruh kemungkinan disebabkan banyaknya kesamaan kriteria diagnostik untuk kedua gangguan ini; gangguan kepribadian menghindar pada kenyataannya dapat merupakan varian dari fobia sosial menyeluruh yang lebih kronis (Alden dkk, 2002).2
Gangguan kepribadian menghindar dan fobia sosial berhubungan dengan suatu sindrom yang terjadi di Jepang, yang disebut taijin kyoufu (taijin berarti “interpersonal” dan kyoufu berarti “takut”). Seperti halnya pasien dengan gangguan kepribadian menghindar dan fobia sosial, mereka yang mengalami taijin kyoufu terlalu sensitif dan menghindar kontak interpersonal. Namun, apa yang mereka takutkan agak berbeda dengan ketakutan yang biasa terdapat pada mereka yang menderita gangguan berdasarkan DSM. Para pasien yang mengalami taijin kyoufu cenderung merasa gugup atau malu mengenai dampak yang mereka timbulkan pada orang lain atau bagaimana diri mereka di mata orang lain, contohnya, takut bahwa wajah mereka buruk atau memiliki bau badan (Ono dkk., 1996).3
1.2. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui defenisi, etiologi, epidemiologi, gambaran klinis, diagnosa, diagnosa banding, prognosis penyakit, dan terapi gangguan kepribadian menghindar.
2. Sebagai tugas makalah yang diberikan selama menjalankan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Psikiatri.
1.3. Manfaat Pembuatan Makalah
Manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan mengenai gangguan kepribadian menghindar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Gangguan kepribadian menghindar adalah suatu kondisi psikiatri yang dicirikan dengan rasa malu yang ekstrim seumur hidup, selalu merasa tidak cukup, dan menolak kritik. Pasien pada gejala ini masih mentoleransi hubungan interpersonal, tetapi takut untuk dipermalukan, ditolak, dan selalu menghindari orang lain.2
Gangguan kepribadian menghindar termasuk dalam kelompok C menurut pembagian Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), termasuk didalamnya ada gangguan kepribadian dependen dan obsesif-kompulsif. Orang dengan gangguan kepribadian menghindar menunjukkan kepekaan yang ekstrim terhadap penolakan, yang dapat menyebabkan penarikan kehidupan sosial. Mereka tidak asosial dan menunjukkan keinginan yang kuat untuk berteman tetapi mereka malu; mereka memerlukan jaminan yang kuat dan penerimaan tanpa kritik yang tidak lazim. Orang tersebut sering sekali disebut sebagai memiliki kompleks inferioritas. Dalam ICD-10 pasien diklasifikasikan menderita gangguan kepribadian cerdas (Anxious Personality Disorder).3
Individu dengan gangguan kepribadian menghindar melihat dunia sebagai sesuatu yang tidak bersahabat, dingin, dan memalukan. Orang-orang dipandang sebagai berpotensi kritis, tidak tertarik, dan merendahkan, mereka mungkin akan menyebabkan rasa malu bagi individu dengan gangguan kepribadian menghindar. Akibatnya, orang-orang dengan gangguan kepribadian menghindar mengalami fobia sosial, canggung dan tidak nyaman dengan orang-orang. Namun, mereka ditangkap dalam pendekatan-penghindaran intens konflik; mereka percaya bahwa hubungan dekat akan menjadi bermanfaat tetapi begitu cemas di sekitar orang-orang bahwa mereka satu-satunya pelipur lara atau kenyamanan datang dalam menghindari kontak paling antarpribadi.2
2.2. Epidemiologi
Gangguan kepribadian menghindar telah dilaporkan memiliki tingkat prevalensi seumur hidup sebesar 1,1% (Maier et al. 1992) dan 1,3% (Zimmerman dan Coryell 1990), jauh lebih rendah dari 13,3% untuk gangguan kecemasan sosial yang berkaitan dilaporkan oleh Kessler dan rekan (1994 ) di Studi Komorbiditas Nasional. Meskipun ada beberapa data mengenai implikasi individu dengan gangguan kepribadian menghindar, bukti-bukti menunjukkan bahwa komorbiditas gangguan lain dengan gangguan kepribadian menghindar dapat menjadi alat prediksi yang lebih miskin terhadap pengobatan dan juga lebih tinggi morbiditas masa depan. Alnaes dan Torgersen (1997) melakukan analisis prospektif hampir 300 pasien rawat jalan dengan berbagai diagnosa dan menemukan bahwa hanya kehadiran individu dengan gangguan kepribadian menghindar atau gangguan kepribadian borderline diperkirakan akan berkembang menjadi kasus baru depresi berat 6 tahun kemudian. Individu dengan depresi berat dan gangguan kepribadian avoidant telah terbukti memiliki disfungsi sosial yang secara signifikan lebih besar daripada mereka yang hanya depresi besar (Alpert et al. 1997).4
Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah 1 sampai 10 persen; seperti yang didefenisikan, gangguan ini sering dijumpai. Tidak ada informasi tentang rasio jenis kelamin dan pola familial. Bayi yang diklasifikasikan memiliki temperamen yang malu-malu mungkin lebih rentan terhadap gangguan ini dibandingkan mereka yang berada pada skala aktivitas pendekatan yang tinggi.3
2.3. Etiologi
Penyebab pasti gangguan kepribadian menghindar tidak diketahui. Kelainan mungkin berkaitan dengan faktor-faktor yang temperamental yang diwarisi. Secara khusus, berbagai gangguan kecemasan di masa kanak-kanak dan remaja telah dikaitkan dengan temperamen yang ditandai oleh perilaku inhibisi, termasuk fitur yang pemalu, takut, dan ditarik dalam situasi baru. Komponen temperamen ini telah diidentifikasi pada bayi semuda 4 bulan. Faktor genetik telah dihipotesiskan sebagai gangguan kepribadian menghindar dan menyebabkan fobia sosial karena kedua kondisi tersebut ditemukan lebih sering pada keluarga tertentu. Faktor-faktor lingkungan juga memainkan peran di dalam gangguan kepribadian menghindar. Perilaku orangtua, seperti kasih sayang orang tua yang rendah atau pengasuhan yang kurang baik, dihubungkan dengan peningkatan risiko gangguan kepribadian menghindar ketika anak-anak ini mencapai masa dewasa.1
2.4. Diagnosis
Dalam wawancara klinis aspek yang paling penting adalah kecemasan pasien tentang berbicara dengan pewawancara. Kecemasan dan ketegangan pasien tampaknya hilang dan timbul dengan persepsi mereka apakah pewawancara menyukai diri mereka. Mereka tampak rentan terhadap komentar dan sugesti pewawancara dan mungkin menganggap suatu penjelasan atau suatu interpretasi sebagai suatu kritik.
2.4.1. Kriteria diagnostik DSM-IV untuk gangguan kepribadian menghindar.3
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kepribadian Menghindar |
Pola pervasif hambatan sosial, perasaan tidak cakap, dan kepekaan berlebihan terhadap penilaian negatif, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut: 1) Menghindari aktivitas pekerjaan yang memerlukan kontak interpersonal yang bermakna, karena takut akan kritik, celaan, atau penolakan. 2) Tidak mau terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin akan disenangi. 3) Menunjukkan keterbatasan dalam hubungan intim karena rasa takut dipermalukan atau ditertawai. 4) Preokupasi dengan sedang dikritik atau ditolak dalam situasi sosial. 5) Terhambat dalam situasi interpersonal yang baru karena perasaan tidak adekuat. 6) Memandang diri sendiri sebagai janggal secara sosial, tidak menarik secara pribadi, atau lebih rendah dari orang lain. 7) Tidak biasanya enggan untuk mengambil risiko pribadi atau melakukan aktivitas baru karena dapat membuktikan penghinaan. |
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak cipta American Psychiatric Assosiation, Washington, 1994. Digunakan dengan ijin.
2.4.2. Pedoman Diagnostik menurut PPDGJI-III:5
1. Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:
a. Perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif.
b. Merasa dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain.
c. Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial.
d. Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai.
e. Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik.
f. Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.
2. Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari atas.
2.5. Gambaran Klinis
Hipersensitivitas terhadap penolakan oleh orang lain adalah gambaran klinis inti dari gangguan kepribadian menghindar. Orang dengan gangguan menginginkan hubungan dengan orang lain yang hangat dan aman tetapi membenarkan penghindaran mereka untuk membentuk persahabatan kmarena perasaan ketakutan mereka akan penolakan. Saat berbicara dengan seseorang, mereka mengekspresikan ketidakpastian dan tidak memiliki kepercayaan diri dan mungkin berbicara dalam cara yang merendahkan diri sendiri. Mereka takut untuk berbicara di depan publik atau membuat permohonan untuk hal lain, karena kewaspadaan mereka yang berlebihan terhadap penolakan. Mereka mudah keliru mengartikan komentar orang lain sebagai penghinaan atau ejekan. Penolakan suatu permohonan menyebabkan mereka menarik diri dari orang lain dan merasa terluka.3
Dalam segi kejuruan, pasien gangguan kepribadian menghindar seringkali mengambil pekerjaan di garis pinggir. Mereka jarang mencapai kemajuan personal yang banyak atau banyak berlatih kepemimpinan. Malahan, pada pekerjaan mereka mungkin mudah malu dan ingin sekali kesenangan.3
Orang dengan gangguan biasanya tidak mau memasuki persahabatan kecuali mereka diberikan jaminan yang kuat secara tidak biasanya akan penerimaan tanpa kritik. Sebagai akibatnya, mereka seringkali tidak memiliki teman dekat atau teman kepercayaan. Pada umumnya, sifat kepribadian dasar mereka adalah malu-malu.3
2.6. Diagnosa Banding
Pasien gangguan kepribadian menghindar menginginkan interaksi sosial, dibandingkan dengan pasien gangguan kepribadian skizoid, yang ingin sendirian. Pasien gangguan kepribadian menghindar adalah tidak menuntut, tidak mudah marah, atau tidak dapat diramalkan seperti pasien gangguan kepribadian ambang dan histrionik. Gangguan kepribadian menghindar dan gangguan kepribadian dependen adalah serupa. Pasien gangguan kepribadian dependen dianggap memiliki ketakutan yang lebih tinggi akan penelantaraan atau tidak dicintai dibandingkan pasien gangguan kepribadian menghindar; tetapi, gambaran klinisnya mungkin tidak dapat dibedakan.3
Berikut adalah beberapa diagnosa banding penyakit gangguan kepribadian menghindar, yakni:1
a. Gangguan panik dengan agorafobia.
b. Gangguan kepribadian dependen.
c. Gangguan kepribadian skizoid.
d. Gangguan komunikasi.
e. Generalized Social Anxiety Disorder.
2.7. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Banyak pasien gangguan kepribadian menghindar mampu untuk berfungsi, asalkan mereka dalam lingkungan yang terlindung. Beberapa pasien menikah, memiliki anak-anak, dan kehidupan mereka hanya dikelilingi anggota keluarga. Tetapi, jika sistem pendukung gagal, mereka menjadi subjek depresi, kecemasan, dan kemarahan. Penghindaran fobik adalah sering ditemukan, dan pasien gangguan kepribadian menghindar mungkin memberikan riwayat fobia sosial selama perjalanan penyakitnya.3
Tidak ada studi jangka panjang anak-anak dan remaja dengan APD yang tersedia. Kecemasan sosial sering mendahului onset remaja depresi dan penyalahgunaan alkohol. Onset fobia sosial pada anak lebih muda dari 11 tahun dapat dikaitkan dengan gejala berlanjut sampai dewasa.1
Pemeriksaan orang dewasa dengan APD menunjukkan bahwa kurangnya keterlibatan anak-anak dengan teman sebaya dan kegagalan untuk terlibat dalam kegiatan terstruktur dapat bertahan melalui masa remaja dan dewasa. Sebaliknya, orang dewasa yang memiliki prestasi positif dan hubungan interpersonal selama masa kanak-kanak dan remaja lebih mungkin untuk mengirimkan dari APD sebagai orang dewasa. Anak-anak berusia 2 tahun digambarkan sebagai orang yang sangat takut dan ditarik dalam situasi baru ditemukan memiliki tingkat yang lebih tinggi kecemasan sosial pada masa remaja.1
2.8. Terapi
2.8.1. Psikoterapi.
Terapi psikoterapetik tergantung pada kepadatan suatu ikatan dengan pasien. Saat kepercayaan berkembang, ahli terapi menyampaikan sikap menerima akan ketakutan pasien, khususnya rasa takut akan penolakan. Ahli terapi akhirnya mendorong pasien untuk keluar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki risiko tinggi penghinaan, penolakan, dan kegagalan. Tetapi ahli terapi harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan sosial yang baru diluar terapi, karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang telah buruk. Terapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Latihan ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan harga diri mereka.3
2.8.2. Farmakoterapi.
Farmakoterapi telah digunakan untuk menangani kecemasan dan depresi jika ditemukan sebagai gambaran penyerta. Beberapa pasien tertolong oleh penghambatan-beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan.3
Tidak ada obat telah diuji secara khusus atau disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk anak-anak dan remaja dengan gangguan kepribadian menghindar. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs) dan Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitor (SNRIs) telah ditemukan efektif untuk gangguan kecemasan sosial. Selain itu, beberapa studi telah melaporkan bahwa benzodiazepin, Monamine Oksidase Inhibitor (MAOIs), dan gabapentin anticonvulsant efektif dalam pengobatan kecemasan sosial pada orang dewasa dengan DKA.1
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Mekanisme kerja obat ini menghambat reuptake serotonin di presynaps, sehingga memungkinkan lebih banyak neurotransmitter akan tersedia dalam sinaps. Meskipun tidak ada obat yang disetujui oleh FDA untuk mengobati gangguan kepribadian menghindar yang SSRI paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft) dan SNRI venlafaxine (Effexor) adalah disetujui FDA untuk mengobati gangguan kecemasan sosial. SSRI yang sangat disukai daripada kelas-kelas lain dari antidepresan. Karena efek buruk profil SSRI kurang menonjol, meningkatkan kepatuhan dipromosikan. SSRI tidak memiliki risiko aritmia jantung yang terkait dengan antidepresan trisiklik. Risiko aritmia terutama relevan dalam kasus-kasus overdosis, dan risiko bunuh diri harus selalu dipertimbangkan ketika merawat seorang anak atau remaja dengan gangguan mood.
Dokter disarankan untuk menyadari informasi berikut dan gunakan sesuai hati-hati ketika mempertimbangkan pengobatan dengan SSRI dan SNRIs dalam populasi pediatrik. Semua antidepresan sekarang membawa kotak hitam peringatan tingkat tinggi tentang perilaku bunuh diri (4% banding 2% pada plasebo) dalam studi jangka pendek anak-anak dengan gangguan depresi dan kecemasan. Rekomendasi ini mencakup pemantauan suicidality dekat ketika memulai atau meningkatkan antidepresan apapun. Risiko potensial ini hangat diperdebatkan dalam komunitas riset.
Benzodiazepine
Obat ini mengikat reseptor benzodiazepine tertentu pada Gamma Aminobutyric Acid (GABA) reseptor kompleks, sehingga meningkatkan afinitas untuk GABA reseptor. Mereka juga meningkatkan frekuensi pembukaan saluran klorin dalam pengikatan GABA. Reseptor GABA klorin saluran yang menengahi pasca-sinaptik inhibisi, mengakibatkan pasca-sinaptik neuron hyperpolarization. Benzodiazepin potensi tinggi cenderung efektif dalam mengobati fobia sosial pada orang dewasa.
BAB 3
KESIMPULAN
Gangguan kepribadian menghindar adalah suatu kondisi psikiatri yang dicirikan dengan rasa malu yang ekstrim seumur hidup, selalu merasa tidak cukup, dan menolak kritik. Pasien pada gejala ini masih mentoleransi hubungan interpersonal, tetapi takut untuk dipermalukan, ditolak, dan selalu menghindari orang lain.
Penyebab dari gangguan kepribadian menghindar belum diketahui pasti. Kelainan mungkin berkaitan dengan faktor-faktor yang temperamental yang diwarisi. Pola asuhan orangtua juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak, sehingga gangguan kepribadian menghindar dapat berkembang selama pertumbuhan.
Pelayanan yang dibutuhkan oleh penderita gangguan kepribadian menghindar adalah perawatan rawat jalan, sementara perawatan rawat inap tidak terlalu diperlukan. Alur perawatan rawat jalan diantaranya:
1. Arahan ke anak dan remaja psikiater atau tingkah laku / perkembangan dokter anak untuk evaluasi diagnostik ditunjukkan.
2. Arahan ke dokter yang terlatih dalam perilaku atau terapi perilaku-kognitif dapat bermanfaat. Komponen jenis terapi ini termasuk pendidikan, pelatihan ketrampilan sosial, latihan relaksasi, penghargaan bagi perilaku sosial, perlahan-lahan takut lulus paparan situasi, dan membantu anak benar berubah pikiran selama pertemuan takut (nyata atau simulasi).
3. Perawatan berbasis sekolah, termasuk kelompok keterampilan sosial, mungkin efektif.
4. Lanjutkan pemantauan dosis obat dan efek samping.
5. Mendorong orang tua dan pasien untuk menghadapi situasi takut sebagai ditoleransi. Tambahan yang mendukung interaksi sosial dalam kegiatan-kegiatan di mana anak merasa kompeten (misalnya, olahraga, seni, musik) dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan.
6. Perhatikan munculnya kondisi kejiwaan lain, terutama depresi mayor dan penyalahgunaan zat.
DAFTAR PUSTAKA
David C Rettew, MD, 2008. Avoidant Personality Disorder. University of Vermont College of Medicine.
Available from :
[Accesed: 28 February 2010]
HealthyPlace.com Staff Writer, 2008. Avoidant Personality Disorder.
Available from :
[Accesed: 28 February 2010]
Kaplan H., Sadock B., Grebb J. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh. Jilid 2. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta 1997.
Davison, Gerald C., Jhon M. Neale, Ann M. Kring. Psikologi Abnormal. Edisi Kesembilan. Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2006.
Muslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rajukan Ringkas PPDJGI-III. Cetakan I. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta 2001.