TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh gangguan vaskuler (WHO, 2005).
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).
3.2. Klasifikasi
Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke hemoragik sendiri diklasifikasikan lagi menjadi pendarahan intraserebral (PIS) sebanyak 15% dan perdarahan subaraknoid (PSA) sebanyak 5% (Warlow, 2008).
3.3. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama (Nassisi, 2009)
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20 kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001).
3.4. Etiologi
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):
- Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang tidak terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
- Amyloid Angiopathy
Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi protein β-amyloid; dapat berupa perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren adalah 10,5%; diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan, MRI, dan juga Angiography.
- Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan ena; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan radiosurgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.
- Aneurisma intracranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama, dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren; diagnosis berdasarkan imaging sperti MRI dan angiografi.
- Angioma Kavernosum
Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery; diagnosis berdasarkan gambaran MRI.
- Venous Angioma
Pecahnya pelebaran venula abnormal; resiko perdarahan ulangan sangat kecil (0,15%); diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi konvensional.
- Dural venous sinus thrombosis
Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemorhagik; antikoagulan dan agen trombolitik transvenosus dapat memperbaiki outcome; resiko perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12 bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya; diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi.
- Neoplasma intracranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome jangka panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis berdasrkan gambaran MRI.
- Koagulopathy
Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik; koreksi cepat abnormalitas bersangkutan penting untuk menghentikan perdarahan; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
- Penggunaan kokain dan alcohol
Perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vascular yang mendasari; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
3.5. Manifestasi Klinis
Dari semua penyakit serebrovaskular, stroke hemoragik merupakan yang paling dramatis. Stroke hemoragik mempunyai morbiditas yang lebih parah dibanding dengan stroke iskemik, begitu juga tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan stroke hemoragik mempunyai defisit neurologis yang sama dengan stroke iskemik namun cenderung lebih parah (Nassisi, 2008). Beberapa gejala khas terjadinya perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu:
- Hipertensi reaktif akut
Tekanan darah tinggi yang jauh melampaui level hipertensi kronik yang dialami pasien, merupakan suatu sangkaan kuat terjadinya pendarahan.
- Muntah
Muntah pada saat onset pendarahan intraserebral jauh lebih sering terjadi dibandingkan pada infark serebral.
- Nyeri kepala
Nyeri kepala hebat secara umum terjadi pada perdarahan serebral akibat peninggian tekanan intrakranial, namun pada 50% kasus sakit kepala absen ataupun ringan.
- Kaku kuduk
Kaku kuduk juga sering ditemukan pada perdarahan intraserebral, namun hal ini pun sering absen ataupun ringan, terutama jika terjadi penurunan kesadaran yang dalam.
- Kejang
Kejang yang terjadi biasanya fokal, terjadi pada beberapa hari pertama dari 10% kasus perdarahan supratentorial. Kejang sering terjadi belakangan, beberapa bulan bahkan tahun setelah kejadian
Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith (2005) dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu:
- Putaminal Hemorrhages
Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke kapsula interna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada perdarahan yang ringan, gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi melantur, dan diikutii melemahnya lengan dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola mata. Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan kesadaran ke stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
- Thalamic Hemorrhages
Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral tubuh. Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai berat akibat kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat terjadi pada lesi hemisfer dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan. Hemianopia homonim juga dapat terjadi tetapi hanya sementara.
- Pontine Hemorrhages
Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga terjadi rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks gerakan mata horizontal pada manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik. Kematian juga sering terjadi dalam beberapa jam.
- Cerebellar Hemorrhages
Perdarahan serebellar biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala oksipital, muntah berulang, serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah lesi, serta paresis saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
- Lobar Hemorrhages
Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai gejala-gejala pada stroke iskemik.
3.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan
Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang paling sering dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemorhagik. Adanya darah atau CSF yang xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi adantara hematom dengan rongga ventrikular namun jarang pada hematoma lobar atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena hal ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging (MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan paramagnetic properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI. CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minnggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut stage II, dan kronik.
Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari PIS non-hipertensif seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white matter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkembangan imaging otak yang non-invasif (El Mitwalli, 2000)
3.7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
- Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
- Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
- Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
- Optimalisasi tekanan darah
- Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.
- Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
- Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
- Tekanan darah
- Pemeriksaan jantung
- Pemeriksaan neurologi umum awal
- Derajat kesadaran
- Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
- Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
- Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
- Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran
- Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
- Elevasi kepala 20-30º.
- Hindari penekanan vena jugulare
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
- Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
- Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
- Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
- Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
- Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
- EKG
- Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
- Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
- Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
1. Cairan
- Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
- Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
- Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
- Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.
- Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
- Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
- Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun.
- Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
- Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)
- Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.
- Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
- Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
- Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
- Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
- Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
- Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
- Rehabilitasi
- Edukasi keluarga.
- Discharge planning.
Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)
Terapi Medik pada PIS Akut
a. Terapi hemostatik
- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap pengobatan factor VII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
- Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.
- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of Anticoagulation
- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coagulation factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparin diberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.
- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.
Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM
Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila (surgical candidate)
- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50)
3.8. Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan. Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
- American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update: A Report From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.
- Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm [accessed 17 March 2009].
- El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,. 2000. Intracerebral Hemorrhage . The Internet Journal of Advanced Nursing Practice. 4 : 2.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI.
- Ropper, A.H., Brown, R.H., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th Ed. New York: McGraw-Hill.
- Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular Diseases. In: Kasper, D.L. et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2372-2392.
- Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo, Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med , 344: 19
- Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., 2008. Stroke: Practical Management 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing.
- World Health Organization, 2004. The Atlas of Heart Disease and Stroke. World Health Organization.
- World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
- Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta: Yayasan Stroke Indonesia. Available from: http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4
[accessed 10 March 2009].