TEORI BELAJAR BAHASA (PROSES INTERNAL BELAJAR BAHASA )

BAB I

PENDAHULUAN

Pernahkah terpikirkan oleh anda, berapa lama anda belajar Bahasa Inggris? Di SMP Anda belajar selama tiga tahun; kemudian di SMA Anda belajar selama tiga tahun. Jumlah keseluruhan Anda belajar bahasa Inggris adalah enam tahun. Sudah lancarkan Anda berbahasa Inggris ? Mungkin Anda tersipu-sipu karena kenyataanya sampai sekarangpun Anda belum mampu berbahasa Inggris dengan baik. Perhatikan, anak-anak kita, umur lima tahun sudah pandai berbicara bahasa Indonesiadengan lancer atau sudah lancer menggunakan bahasa daerah. Mengapa demikian? Mengapa Anda belajar bahasa Inggris enam tahun dan tidak menampakkan hasil yang memuaskan? Mengapa anak-anak kecil selama lima tahun relative sudah menguasai system bahasa ibunya? Apa rahasianya? Bagaimana sebenarnya manusia belajar bahasa?

Cara manusia belajar bahasa tetapmerupakan sebuah misteri. Sudah banyak penjelasan diberikan, namun hal itutetap belum dapat mengungkap secara tetap pembelajar bahasa. Para peneliti hanya dapat melacaknya secara elementer dan masih jauh dari kesempurnaan. Yang dapat kita lakukan adalah mengobservasi yang didengar dan diproduksi oleh pembelajar bahasa. Para peneliti yang terus menggali penjelasan proses belajar bahasa itu mencatat bahwa terdapat ketidakcocokan antara keduanya dan mereka menggabungkansejumlah bukti yang impresifyang menunjukkan bahwa ketidak cocokan itu bersifat sistematisdan merupakan ciri semua kelompok pembelajar bahasa. mereka seperti jejak pikiran dalam perilaku pembelajar bahasa.

BAB II

ISI

Ada tiga faktor internal yang bekerja ketika Anda belajar bahasa. Dua faktor merupakan prosesor subsadar yang disebut filter dan organisator. Satu faktor lagi merupakan prosesor sadar yang disebut monitor.

Pembelajaran bahasa tidaklah selalu menyerap segala sesuatu yang didengarnya. Motivasi, kebutuhan, sikap, dan emosinya menyaring segala sesuatu yang didengarnya dan hal itu mempengaruhi derajat dan kualitas pembelajarannya. Kita menggunakan istilah filter untuk mengacu pada faktor efektif yang menyaring segala sesuatu yang merupakan masukan di sekitar pembelajar.

Organisator merupakan bagian pikiran pembelajar bahasa yang bekerja secara subsadar untuk mengorganisasikan sistem bahasa yang baru itu. Ia pelan-pelan membangun kaidah sistem bahasa baru dengan cara yang spesifik dan digunakan oleh pembelajar untuk menghasilkan atau membangkitkan kalimat-kalimat yang dipelajari melalui hafalan.

Monitor merupakan bagian sistem internal pembelajar yang secara sadar memproses informasi. Apabila pembelajar menghafal kaidah tata bahasa dan mencoba menerapkan secara sadar dalam percakapan, misalnya, kita katakana orang itu mengandalkan (lebih tepat: menggunakan) monitornya.

Gambar 1. Prosesor Internal

Lingkungan Filter Organisator Monitor kinerja Verbal

Bahasa Pembelajar



1.Filter Afektif

Filter afektif merupakan bagian dari pemroses internal yang secara sadar menyaring masukan bahasa yang dilandasi oleh faktor afektif: motif, kebutuhan, dan emosi pembelajar. Filter afektif itu muncul dan merupakan pintu utama yang harus dilalui oleh masukan bahasa sebelum ia masuk dalam proses selanjutnya. Ia menentukan:

a. Model bahasa sasaran yang dipilih oleh pembelajar ;

b. Bagian bahasa yang harus dikuasai lebih dahulu ;

c. Kapan upaya belajar bahasa harus mengalami masa tenang ;

d. Seberapa cepat pembelajaran dapat memperoleh bahasa .

Pembelajar, misalnya, akan memelih tipe frase atau butir kosakata tertentu untuk dipelajari dan digunakan pada waktu berkomunikasi. Anak-anak , misalya mempelajari frase dan kalimat yang esensial untuk berperan serta dalam lingkunganya. Beberapa pembelajaran akan dengan secara jelas menghentikan belajar bahasa sasaran pada suatu titik tertuntu sebelum mereka mencapai kemanpuan seperti penutur aslinya. Tetapi, hal itu dilakukan setelah mereka cukup memperoleh bahasa sasaran untuk berkomunikasi. Perilaku semacam itu dapat di sebabkan oleh penyaringan faktor afektif yang secra signitifikan mengurangi data yang terlalu banyak bagi prosesor yang lain. Linkungan sosial mempengaruhi penyaringan. Misalnya, ada tuntutan bahasa asing di sekolah memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar bahasa yang baru. Karakteristik masyarakat yang menggunakan bahasa tertentu, sesuai dengan fungsi bahasa itu untuk pembelajarn itu sendiri, mempengaruhi sikap yang di kembangkan pembelajar terhadap bahasa itu. Bentuk-bentuk motivasi yang khusus, kebutuhan, dan sikap yang melatarbelakangi pemerolehan bahasa kedua dipengaruhi oleh masyarakt tempat pembelajar itu bermukim dan juga dipengaruhi oleh aktivitas sosial di mana pembelajar berperan serta atau ingin berperan serta.

a.Kepercayaan diri

Kepercayaan diri merupakan aspek yang paling tampak dalam perilaku manusia. Sering dengan mudah dikatakan bahwa keberhasilan kognitif atau afektif ditentukan oleh drajat kepercayaan diri, derajat kesadaran akan kemampuan sendiri, serta derajat akan kepercayaan diri seseorang.

Perkembangan keperibadian secara universal mencakup pertumbuhan konsep diri seseorang, penerimaan dirinya sendiri, dan refleksi diri seperti yang tampak dalam interaksi antara diri seseorang dengan orang lain. Manusia memperoleh rasa percaya diri dari akumulasi pengalaman dengan dirinya sendiri dan dengan berinteraksi dengan orang lain, serta atas penilainya atas dunia yang ada di sekitarnya. Ada tiga tataran umum rasa percaya diri dan itu menunjukkan ciri multidimensional rasa percaya diri itu.

1) Rasa percaya diri global, rasa percaya diri dikatakan relatif stabil pada orang dewasa yang benar-benar matang, dan resisten untuk berubah kecuali dengan terapi yang aktif dan diperluas. Ia adalah asesmen umum yang dilakukan oleh seseorang dalam berbagai situasi. Kira-kira dapat dianalogikan pujian dengan rerata di dalam statistic atau tataran media atas pujian terhadap diri sendiri.

2) Rasa percaya diri situasional atau spesifik mengacu pada diri dalam situsi kehidupan yang special, seperti interaksi social, kerja, pendidikan, rumah, atau atas bakat-bakat, seperti inteligensi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan atletik, atau seperti bawaan keperibadian seperti empati, fleksibilitas. Derajat rasa percaya diri spesifikyang dimiliki seseorang beragam dan bergantung pada situasi atau bakat.

3) Rasa percaya diri tugas berkaitan dengan tugas tertentu di dalam situasi khusus. Misalnya dalam ranah pendidikan, ia mengacu pada sebuah kawasan mata pelajaran. Dalam konteks atletik, keterampilan dalam olahraga-ataubahkan faset olahraga seperti permainan net atau melwmpar bola dalam baseball-akan dievalusidalam tataran rasa percaya dirispesifik, menjelaskan pemerolehan bahasa secara umum, dan ia akan menjelaskan swaevaluasi seseorang dalam hal aspek tertentu dari sebuah proses: berbicara, menulis, kelas tertentu dalam bahasa kedua, atau bahkan jenis khusus pelatihan dalam kelas.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang positf antara rasa percaya diri dengan kemampuan anak belajar bahasa. Semakin tinggi rasa percaya diri anak, semakin tinggi pula kinerja dalam belajar bahasa. Hal itu menunjukkan bahwa variable rasa percaya diri merupakan variable penting dalam pembelajaran bahasa.

Apa yang tidak di ketahui sampai sekarang jawaban atas pertanyaan dulu mana telur atau ayam: Apakah rasa percaya diri menyebabkan keberhasilan bahasa ataukah sebaliknya keberhasilan berbahasa menyebabkn tumbuhnya rasa percaya diri. Yang jelas bahwa

Keduanya itu salin berinteaksi. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan apakah sebaiknya guru mengembankan rasa percaya diri atukah rasa percaya diriakan tumbuh dengan sendirinya jika guru mengembankan kemampuan berbahasa siswa.

b. Hambatan (Inhibisi)

Semua manusiadalam memahami dirinya sendiri, mengembankan seperankat pertahanan diri untuk melindungi egonya. Bayi yang baru lahir tidak mempunyai konsep tentang dirinya sendiri; dan secara perlahan belajar untuk mengidentifikasi dirinya yang berbeda dengan yang lain. Dalam masa kanak-kanak, derajat perkembangan kesadaran diri, tanggapan, dan penilaian mulai menciptakan sistem efektif digunakan oleh individu untuk mengidentifikasi dirinya sendiri. Pada saat remaja perubahan fisik, emosi, dan kognitif pra remaja dan remaja akan membawanya ke arah hambatan (inhibis) defensif untuk melindungi egonya yang masih rapuh dalam menghadapi tantangan terhadap berbagai gagasan, pengalaman, dan perasaan yang mengancam upaya pengorganisasian nilai dan keyakinan untuk membangun rasa percaya diri. Proses membangun pertahanan itu akan berlanjut sampai usia dewasa. Beberapa orang-yakni yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan kekuatan ego yang tinggi juga-akan lebih dapat mengatasi semua tantangan itu dan pertahanya menjadi lebih rendah. Mereka yang memiliki rasa percaya diri yang rendahmempertahankan dinding inhibisi untuk melindungi pribadinya yang lemah dan egonya yang rapuh, atau kurang rasa percaya diri dalam situasi dan tugas.

Dalam pembelajaran bahasa guiora (1927) memperkenalkan istilahyang disebutnya sebagai ego bahasa, yakni hakikatnya pembelajaran bahasa itu sangat personal dan egoistis. Pemerolehan bahasa yang bermakna dalam batas tertentu melibatkan konflik identitas ketika pembelajar mencari identitas baru dengan kompetensi yang baru diperolehnya. Sebuah bahasa yang adaptif memunkinkan pelajar memperendah inhibisi yang dapat meningkatkan keberhasilan belajar bahasa.

Ada sebuah penelitian yang menarik dalam rangka membuktikan hubungan antara inhibisi dengan pembelajar bahasa. Guiora merancang sebuah penelitia eksperimental dengan mengunakan alcohol dalam jumlah yang kecil. Kelompok eksperimen oleh peneliti diberi minuman alkohol dalam kadar rendah sedankan kelompok kontrol dibiarkan tanpa minum alkohol. Performasi siswa yang minum alkohol dalam hal lafal ternyata lebih baik dari pada

Kelompok kontrol. Mengapa demikian? Kelompok eksperimen karenah pengaruh alkohol inhibisinya menjadi rendah, sedangkan kelompok kontrol karenah tidak minum alkohol masih tetap mengembankan inhibisi. Anda tahu bukan, alkohol itu dapat menurunkan tingkat kesadaran pikiran yang mengakibatkan orang menjadi lebih berani dalam berbicara, tidak memiliki rasa malu dan sebagainya. Lihatlah fenomena orang yang sedang mabuk.Semakin mabuk seseorang semakin mengoceh dia tanpa ada rasa malu sama sekali. Tampaknya anak-anak yang mendapatkan alkohol dalam kadar rendah itu juga terpengaruh dan kemudian inhibisinya menurun. Dampak dari turunya inhibisi itu performansi mereka dalam belajar bahasa meningkat. Tentu saja, Anda tidak perlu meniru penelitian semacam itu. Di samping tidak etis juga tidak bermoral menggunakan anak-anak untuk eksperimen semacam itu

Yang dapat anda petik dari penelitian semacam itu tidak lain adalah bahwa di dalam kelas kalau guru dapat menurunkan inhibisimaka pembelajaran akan berhasil dengan baik. Lalu banyak guru yang berupaya untuk menurunkan inhibisiitu dengan cara yang lebih bermoral dan lebih etis menurut tatanan pendidikan. Pembelajaran bahasa dalam beberapa dekad eterakhir ini mencoba mengembangkan pembelajaran di kelas yang menciptakan suasana yang bebas, tetapi bertanggung jawab. Diciptakanlah beberapa konteks pembelajaran yang menyenangkan yang memberdayakan pembelajar bahasa supaya mereka tidak merasa terkungkung dan takut berbuat salah dalam berbahasa.

Setiap guru, termasuk anda pasti tahu bahwa dalam proses belajar bahasa itu anak tidak akan luput dari berbuat salah. Namun, kesalahan itu bukan untuk dihujat, dicaci dengan keras, dan sebagainya. Koreksi langsung bahkan akan melemahkan semangat anak-anakdalam belajar bahasa. Bahkan kita harus yakin bahwa dengan berbuat kesalahan itulah anak-anak akan berkembang maju. Kesalahan adalah indicator awal sebuah keberhasilan.

Ciri yang menonjol sebagai pembelajar bahasa yang baik ialah kemampuan untuk membuat terkaan secara cerdas. Impulsivitas juga digambarkan sebagai gaya yang mempunyai dampak positif dalam keberhasilan berbahasa. Anda baru saja juga mempelajari bahwa inhibisi, mengembangkan pertahanan seputar ego dapat menghambat pembelajaran. Factor-faktor itu menyarankan bahwa pengambilan resiko merupakan karakteristik pembelajaran bahasa yang berhasil. Pembelajaran harus dapat berjudi sedikit untuk mau mencoba bahasa itu dan mengambil resiko untuk berbuat salah.

Di kelas obat penawar yang mujarap untuk mengatasi ketakutan belajar bahasa adalah menciptakan kerangkla efektif yang layak sehingga pembelajar itu merasa nyaman ketika mencoba menggunakan atau belajar bahasa tanpa rasa takut untuk merasa malu karena dicerca atau ditertawakan guru atau teman. Oleh sebab itu, kesalahan itu jangan ditertawakan jangan dihujat apalagi. Siswa harus dirangsang untuk dapat percaya diri dan untuk berperan serta untuk dapat bereksperimen dan bereksplorasi dan mengambil resiko dalam belajar bahasa. Diasumsikan bahwa siswa yang berani mengambil resiko dalam hal belajar bahasa akan berdampak positif dalam perolehan pembelajaran.

c. Kecemasan

Konsep yang berhubungan erat dengan inhibisi, rasa percaya diri , dan pengambilan resiko adalah kecemasan yang memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa. Kecemasan pada dasarnya adalah perasaan tidak nyaman, frustasi, ragu-ragu, khawatir. Pada hakikatnya manusia menghadapi berbagai kecemasan. Kecemasan sebenarnya bertingkat jenjangnya. Ada kecemasan yang berada pada tataran paling dalam atau global. Kecemasan semacam itu lebih bersifat permanen. Sementara itu ada orang –orang yang mengalami kecemasan memontaris, atau pada tataran situasional. Rasa cemas itu tumbuh karena pengalamanya yang berhubungan dengan peristiwa atau tindakan tertentu. Misalnya, ada siswa yang selalu cemas kalau menghadapi ulangan; ada yang cemas ketika menghadapi guru baru; ada yang cemas kalau pembelajaran dilaksanakan di luar kelas, dan sebagainya. Oleh sebab itu sangat penting bagi guru untuk melacak apakah kecemasan siswa itu berakar pada kecemasan global ataukah berakar pada kecemasan situasional.

Kecemasan bawaan karena sifatnya global dan sering ambigu batasanya tidak dapat digunakan untuk meramalkan keberhasilan belajar bahasa. Tetapi, akhir-akhir ini, penelitian dalam hal kecemasan bahasa, menumpukan pada kecemasan situasional. Tiga komponen kecemasan belajar bahasa kedua telah diidentifikasi, yakni sebagai berikut.

1) Komunikasi dan pengertian, yang muncul dari ketidakmampuan pembelajar untuk mengekspirasikan secara layak pemikiran atau gagasan yang matang.

2) Takut akan evaluasi sosial yang negatif, muncul dari kebetulan untuk membuat kesan yang postif pada yang lain.

3) Tes kecemasan, atau pengertian akan evaluasi akademik.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa kecemasan belajar bahasa kedua atau bahasa asing yang berdampak negative pada proses belajar bahasa. Kecemasan dapat dipisahkan menjadi kecemasan debilitatif dan fasilitatif. Dapat juga disebut sebagai kecemasan yang mengganggu dan membantu. Kita cenderung mengatakan bahwa kecemasan itu merupakan faktor negatif dan harus dihilangkan dengan segalah macam usaha, daya, tenaga, dan dana.

d.Motivasi

Motivasi pada hakikatnya adalah insentif, kebutuhan atau keinginan yang dirasakan pembelajar bahasa untuk balajar bahasa. Penelitian dalam dunia pembelajaran

BAB III

KESIMPULAN

A. Ada tiga faktor internal yang bekerja ketika belajar bahasa. Dua faktor merupakan

prosesor subsadar yang disebut filter organisator. Satu faktor lagi yang merupakan

prosesur sadar yang disebut monitor

B. Filter afektif merupakan bagian dari pemroses internal yang secara sadar menyaring

masukan bahasa yang dilandasi oleh factor efektif: motif, kebutuhan, dan emosi

pembelajar. Filter afektif itu muncul dan merupakan pintu utama yang harus dilalui

oleh masukan bahasa sebelum ia masuk dalam proses selanjutnya.

C. Jenis-jenis filter afektif yaitu sebagai berikut:

1. Kepercayaan Diri

2. Hambatan (Inhibisi)

3. Kecemasan

4. Motivasi














.