20. Administrasi Manajemen Pendidikan |
- [1]M. Ngalim Purwanto, administrasi dan Supervisi Pendidikan( Bandung: Rosdakarya, 1987), h.7-8. lihat juga : Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: Dari Sentralisasi Menuju Desentraliasasi ( Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.55. Manajemen metode yang di gunakan administrator dalam melakukan tugas-tugas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti manajemen sekolah dasar dalam mengaplikasikan manajemen dengan melakukan proses, dimana kepala sekolah dasar berperan sebagai administrator bersama atau melalui orang lain berupaya mencapai tujuan institusional sekolah dasar secara efesien.
- [2]www.google.com. Didownload pada tanggal 27 April 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Bag 2 Pengantar Ilmu Administrasi Negara Bag 1
- [3]Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, cet.1( Bandung: ALFABETA, 2005), h.38. menurut haidar Nawawi sendiri, administrasi pendididkan adalah serangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal
- [4]Purwanto, administrasi, h. 9
- [5]Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Gunung (Jakarta: Agung. 1996), h.23
- [6]Purwanto, administrasi, h.14
- [7]Handoyo, T. Hani, Manajemen. Edisi 2,( Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003), h. 34
- [8] Jones, Malcolm J, “CURRICULUM DEVELOPMENT, S1 Engineering Programs in Indonesia”,( Jakarta: Directorate General of Higher Education. EEDP, 2000), h.19. Sistem pendidikan bekerja berdasarkan kurikulum yang ditetapkan untuknya. Kurikulum adalah perangkat-lunak (software) utama bekerjanya sistem pendidikan, sebagaimana sistem operasi bekerja untuk komputer. Sebagaimana sistem operasi komputer yang senantiasa diubah-ubah dan di-revisi setiap saat, demikian juga kurikulum suatu sistem pendidikan, senantiasa di-utak-atik dan di-revisi. Kebanyakan para pelaku sistem pendidikan menginginkan kurikulum yang bertahan tetap tidak berubah selama sedikitnya 5 (lima) tahun, tapi sering sekali terjadi, begitu kurikulum itu ditulis dan dibukukan, kemudian diperbanyak dan di-distribusi-kan, saat itu pula diperlukan revisi dan perbaikan. Seperti hal-nya sistem operasi komputer yang sering di-revisi, maka kurikulum pun perlu diberi nama seperti sistem operasi komputer, misalnya dengan menggunakan tahun disusunnya: “Kurikulum 1995 revisi 1997”, atau “Kurikulum 2000 Release 2.1/2003”, dan seterusnya.
- [9]Surya Subrata, Manajemen Pendidikan di Sekolah,( Jakarta. PT.Rineka Cipta, 2004 ), h.19. lihat juga Nasution.M.N Manajemen Mutu Terpadu, (Jakarta :Ghalia Indonesia, 2004 ). wijayanti88@yahoo.co.id. Sebagai perlengkapan tata laksana kepegawaian disediakan format-format untuk menata pelaksanaan kegiatan tertentu yang diperlukan. Sesuai dengan prinsip tata laksana kepegawaian sekolah dasar yang menyeluruh dan berkelangsungan. Untuk itu telah diusahakan bentuk-bentuk pelayanan hak-hak pegawai/guru yang bertugas di seklah tertentu, pindah tempat, sampai yang bersangkutan berhenti menjadi pegawai / guru.
- [10]Sri Sujati Kadarisman, Dasar-dasar Manajemen.( Jakarta: Aditya Utama, 1994), H. 37
- [11] www.google.com. Didownload pada tanggal 26 April 2008. Peng. Ilmu Admnistrasi.Upaya yang dianjurkan oleh Henry Fayol untuk mengembangkan teori administrasi. Pengalaman dan Penelitian F.W. Taylor untuk meningkatkan produktivitas kerja para Pekerja di Perusahaan Besi Baja Midvale dan Bethlehem. Berdasarkan atas prestasi kerjanya selama ia bekerja di Perusahaan Besi Baja Midvale, selama 6 tahun ia telah dipromosikan dari pekerja biasa, Kepala Pekerja, Pengawas Pekerja, Kepala Montir, Kepala Perencana sampai ia menduduki jabatan tinggi sebagai ahli-ahli Teknik/Insinyur di Perusahaan Midvale tersebut. Oleh karena keberhasilannya, ia diminta untuk memperbaiki Perusahaan Besi Baja Bethlehem yang sedang mengalami kemunduran. Berdasarkan atas ketekunannya ia dapat berhasil menyelamatkan Perusahaan ini dari suatu kebangkrutan.
- [12]www.google.com Manajemen Sumber Daya Manusia Bag 2 Pengantar Ilmu Administrasi Negara Bag 1 Administrasi dikenal di Indonesia diawali dari masa colonial Belanda. Ilmu Administrasi pada Waktu Pemerintahan Hindia Belanda sangat di pengaruhi Administrasi Militer terutama pada : (1) Penggunaan istilah administrasi di bidang pemerintahan pada pemerintahan Hindia Belanda. (2) Pembagian wilayah administrasi (3)Lembaga-lembaga pemerintah Hindia Belanda (4) Susunan organisasi pemerintah Hindia Belanda (5) Daerah-daerah Otonom. (6) Istilah administrasi di bidang hukum dan di bidang perekonomian. (7) Pengaruh Administrasi Militair pada waktu Perang Dunia II.
|
21. Pesantren | Dinamika dan Perkembangan
|
- [1] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA, Dinamika Pendidikan Islam (Bandung : Citapustaka, 2004), h. 113.
- [2] Dra. Faiqah, M.Hum, Nyai, Agen Perubahan di Pesantren ( Jakarta : Kucica, 2003), h. 146-147.
- [3] Kafrawi, Pembaharuan Studi Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai Usaha Pembentukan Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan Bangsa (Jakarta : Cemara Indah, 2004), h. 17.
- [4] Ibid, h. 17.
- [5] Fahry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru, Rekontruksi Pemikiran Indonesia Masa Orde baru (Bandung : Mizan, 1990), h. 31.
- [6] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA, Pendidikan Islam, Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta : Prenada Media, 2004), h.26.
- [7] Selo Soemarjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Gajahmada Pers, Yogyakarta, H. 278.
- [8] Amir Hamzah, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Mulia Offset, Jakarta, 1989, h. 47.
- [9] Alamsyah Ratu Prawiranegara, Pembinaan Pendidikan Agama, Depag. RI, Jakarta, h. 41.
- [10] Rusli Karim, Pendidikan Islam di Indonesia dalam Transformasi Sosial ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), h. 134.
- [11] Drs. H. Amin Haedani, M.Pd dkk, Panorama, Pesantren Dalam Cakrawala Modern (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), h. 80.
- [12] Ibid, h. 82.
- [13] Mahpuddin Noor, Potret Dunia Pesantren (Bandung: Humaniora, 2006), h. 44.
- [14] Ibid, h. 162-163.
- [15] Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, Shtudi tentang Pandang Hidup Kiai (Jakarta : LP3ES, 1994) h.9.
- [16] Supriyadi, Kiai, Priyai di Masa Transisi (Surakarta: Pustaka Cakra, 2001).
- [17] Tim Penyusun, ke-Nu-an, Ahlussunnah Wali Songo al-jama’ah (Semarang : CV Wicaksana, 1990) h. 35.
- [18] Haidar, Pendidikan Islam.., h. 36.
- [19] Amin Haedari, Panorama Pesantren Dalam Cakrawal Modern (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), h. 96. lihat juga Mahpuddin Noor, Potret, h.79.
|
22. Fundamentalisme | Radikalisme | Teorisme |
[1] Marshal Hodgson menguraikan gerakan ini dengan sangat baik sekali, lihat Marhsal Hodgson, The Venture of Islam I ( Chicago: Chichago University Press, 1974), h. 326. [2] Ribut Karyono, Fundamentalisme Dalam Kristen – Islam (Yogyakarta: Kalika Press, 2003), h. 25 [3] Ibid. [4] Kompasonline.com edisi Jumat, 02 Maret 2007. [5] Ibid. [6] Azyumardi Azra, Jurnal Ulumul Qur'an. Edisi 17 Dec 2000 [7] Mencegah Fundamentalis-radikalis. Artikel internet pada www.isamkui.co.id didownload pada 27 September 2007. [8] Umi Chulsum dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Surabaya: Kashiko, 2006), h. 561. [9] Radikalisme Agama Ancaman bagi Pemilu 2004? Artikel pada www.Sinar Harapanonline.co.id. didownload pada 24 September 2007. [10] Radikalisme Agama Ancaman bagi Pemilu 2004? Artikel pada www.Sinar Harapanonline.co.id. didownload pada 24 September 2007. [11] Umi Chulsum, Kamus Besar, h. 659. [12] Dephan, Terorisme. Artikel pada www.balitbangdephan.com. Didownload pada 25 September 2007. [13] Kompas edisi 2-9-2003
|
23. Kebebasan Akademis Dalam Tradisi Intelektual Muslim |
[1]Ahmed Othman Al-twaijri, Kebebasan Akademis Menurut Konsep Islam dan Barat, terj. F. Rozi Dalimunthe dan Nur. A. Fadhil Lubis (Medan: Lembaga Ilmiah IAIN-SU, 1988), h. 21. [2]Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah (Bandung: Citapustaka Media, 2006), h. 167. [3]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. 123. [4]George Makdisi, “Freedom in Islamic Jurisprudence; Ijtihad, Taqlid and Academic Freedom“ dalam Religion, Law, and Learning in Classical Islam (Hampshire: Variorum, 1990), h. 80. [5]Ibid., 81 [6]Q.S. Al Baqarah/2: 256. [7]Q.S. Al Kahfi/18: 29. [8]Abdullah Nashih ‘Ulwan, Kebebasan Berpendapat, terj. Ahmad Adnan (Jakarta: Studia Press, 1997), h. 40. [9]Q.S. Al Nahl/16:125. [10]‘Ulwan, Kebebasan Berpendapat, h. 41. [11]Suyadi, “Peserta Didik Zaman Keemasan Islam,” dalam Suwito dan Fauzan (ed.), Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 245. [12]Asari, Menguak Sejarah, h. 169 [13]Q.S. Al Baqarah/2: 164. [14]Q.S. Sad/38: 29. [15]Q.S. Al Taubah/9: 122. [16]Q.S. Al Zariat/51 : 20-21. [17]Asari, Menguak Sejarah, h. 169. [18]Q.S. Al Zumar/29: 9. [19]Jonathan Berkey, The Transmission Of Knowledge in Medieval Cairo, a Social History Of Islamic Education (New Jersey: Princeton University Press, 1992), h. 4. [20]Hasan Asari, Modernisasi Islam (Bandung: Citapustaka Media, 2002), h. 11. [21]George Makdisi, “Magisterium And Academic Freedom in Classical Islam and Medieval Christianity,” dalam Nicholas Heer (ed.), Islamic Law and Jurisprudence (Seattle: University of Washington Press, 1990), h. 130. [22]Tarmizi Taher, “Pengantar.” Dalam Hery Sucipto, Cahaya Islam; Ilmuan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga B.J.Habibie (Jakarta: Grafindo, 2006), h. 11. [23]Asari, Menguak Sejarah, h. 173. [24]Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 280. [25]Al-twaijri, Kebebasan Akademis, h. 82. [26]Ibid., h. 86. [27]Asari, Menguak Sejarah, h. 85. [28] Ibid., h. 86. [29]Deden Makbuloh, “Kehidupan Murid dan Mahasiswa Pada Masa al Ma’mun (198 – 218 H /813 – 833 M),” dalam Suwito dan Fauzan (ed.), Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 72. [30]Hery Sucipto. Cahaya Islam; Ilmuan Muslim Dunia sejak Ibnu Sina Hingga B.J.Habibie (Jakarta: Grafindo, 2006), h.124. [31]Suaib Zainal, “Perkembangan Umu Pendidikan Islam Abad Pertengahan Sampai Sekarang” dalam Suwito dan Fauzan (ed.), Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 232.
|
24. kebijakan pendidikan islam |
[1]Muhammad Iqbal, Fiqh Siasah. Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 251. [2]Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 8. [3]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik; Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Bogor: Kencana, 2003), h. 39. [4]Charles Michel Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. Afandi dan hasan Asari, cet. I (Jakarta: Logos, 1994), h. 80. [5]Dept. Agama RI, Keterpaduan Materi Pendidikan Agama Islam dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakarta: Dept. Agama RI, 2004), h. 4. [6]Ibid. [7]Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah (Bandung: Cita Pustaka Media, 2006), h. 223. [8]Suwito dan Fauzan, ed., Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), h. 29. [9]Imam Machalli, ed. Pendidikan Islam dan tantangan Goblalisasi, Buah pikiran seputar filsafat politik, ekonomi, social dan budaya (Yogjakarta: Ar-Ruzz, 2004), h. 275 – 276. [10] Kimbrough, Political Power and Educational decision Making (Chicago: Rand McNally & Company, 1964), h. 7. [11]Margaret S Archer, “Educational politic, a model for the their analysis”, dalam Ian Mcani and Jenni Ozga (ed.), Policy Making in Education, (Great Britain: Pergamon Press, 1985), h. 39 [12]Abdurrasyid, Madrasah Nizamiyah, Studi tentang Hubungan Pendidikan Islam dam Politik (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1994), h. 25. [13]Adi Warman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 51. [14]Roem Topatimasang, Sekolah Itu Candu (Yogjakarta: Pustaka Pelajar dan INSIST, 1999), h. viii [15]http://perpumda.jakarta.go.id/simkota/ALI-JPS.htm. [16]http://www.ips.or.id/laporan/laporan tahunan.9900.html. [17]Ibn Katsir, Tafsir al Qur’an al ‘adhim, h. 80. [18]Nasaruddin Umar, Tradisi dan Pembaharuan Pemikiran dalam Dunia Islam, www.depdiknas. go.id. [19]Fuad Kauma, Wanita-wanita Muslimah Pengukir Sejarah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 271. [20]Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Mukhtar Yahya dan Sanusi Latif (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 231. [21]Ibid., h. 225. [22]Ibid., h. 200. [23]Ibid., h. 207 [24]Amad Sonhaji, Alternatif Penyempurnaan Pembaharuan Penyelenggaran Pendidikan di sekolah Menengah Kejuruan, http//www.depdiknas.go.id/sikep/Issue/SENTRAL/F.18.html.
|
25. Konsep Fitrah Dalam Al Qur’an |
[1]Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme-Teosentris (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 11-12. [2]Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoristis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet V (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 88. [3]Luis Ma’luf, al Munjid fi al lughah wa al a’lam (Bairut: Dar el Mashreq, 2000), h. 588. lihat Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, cet. V (Yokjakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1399. lihat juga, A.W. Munawwir, Kamus al Munawwir; Arab-Indonesia, cet. XIV (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1063. [4]Abul A’la Al-Maududi, Towards Understanding Islam, Islamic Publication LTD, Lahore-Dacca. 1966. [5]Ibid. [6]Arief, Pengantar ,h 7 [7]Achmadi, Ideologi Pendidikan, h. 41 [8]Q.S. al Hujurat/49: 13. [9]Q.S. al Mulk/67: 23. [10]Q.S. al Rum/30: 30. [11]LPKUB, Ensiklopedi Praktis Kerukunan Hidup Umat Beragama, P.Sipahutar dan Arifinsyah ( Ed.) edisi 2 (Bandung: Citapustaka Media), 2003. h.118 [12] Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, cet. VI (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 158. [13] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 11 (Jakarta: Lentera Hati,2002), h 53. [14]Arifin, Ilmu Pendidikan, h. 88. [15]Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami Studi Tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.148. [16] Ia mendasarkannya pada hadits yang cukup populer, “setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orangtuanya yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Dalam keterangan lainnya Juhaya S, Praja mengemukakan dalam tulisannya bahwa fitrah merupakan bawaan manusia sejak lahir. [17]Ahmed Othman Al-twaijri, Kebebasan Akademis Menurut Konsep Islam dan Barat, terj. F. Rozi Dalimunthe dan Nur. A. Fadhil Lubis (Medan: Lembaga Ilmiah IAIN-SU, 1988), h. 82. [18] Jalaluddin, Teologi Pendidikan,cet. II (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h. 35 [19] Ibid. [20] Achmadi, Ideologi, h 94. [21]Achmadi, Ideologi, h. 98 [22]Ibid., 103. [23]Ahmad Faqih HN, “Menggagas Psikologi Islami: Mendayung di Antara Paradigma Kemodernan dan Turats Islam” dalam Artikel Mingguan Islam (20 Januari 2000). H. 203 [24] Ibid. h. 10 [25]Muhammad Fuad Abd al-Baqy, Mu’jam al-Mufahrass li Alfadz al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h. 285-299. [26]Al-Raghib al-Asfahany, Mu’jam Mufradat li alFadz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h 198. lihat juga Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, cet. III (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 6 [27] Dja’far Siddik, “Menelusuri Konsep Proses Pembelajaran dalam Sistem Pendidikan Islam” dalam Hasan Asari, Amroeni Drajat, (ed), Antologi Kajian Islam (Bandung: Citapustaka Media, 2004),h. 147. [28] Nurcholish Madjid, ”Pesan-Pesan Takwa Nurcholish Madjid”, Editor Asrori S. Karni, (Jakarta: Paramadina, 2000).h. 224. [29]Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Islam Secularism and The Philosophy of the Future ( London: Mansell Publishing Limited, 1985), h 32. [30]Siddik, “Menelusuri Konsep, h. 150-151.
|
26. al-Mawardi |
[1] Qamar-ud-Din Khan, Al-Mawardi’s Theory of the State, Idarah-i Adabiyat-i Delli, Delhi, tt, h. 19 [2] Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, cetakan ke-6, Jakarta, 2003, h. 1162 [3] Ibid., [4] Qamar-ud-Din Khan, Op cit., h. 19 [5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h. 62 [6] Al-Farabi hidup ketika kekuasaan Abbasiyyah diguncang oleh berbagai gejolak, pertentangan dan pemberontakan. Dia lahir pada masa pemerintahan khalifah al-Mu’tamid dan meninggal pada masa pemerintahan khalifah Muti’. Suatu periode paling kacau dan tidak ada stabilitas politik sama sekali. Pada waktu itu timbul banyak tantangan bahkan pemberontakan terhadap kekuasaan Abbasiyah dengan berbagai motif: agama, kesukuan dan kebendaan. Banyak anak-anak raja dan penguasa-penguasa lama berusaha mendapatkan kembali wilayah dan kekayaan nenek moyangnya, khususnya orang Persia dan Turki. Dengan kondisi sosial politik yang demikian dan perkenalannya dengan karya tulis pemikir Yunani seperti Plato dan Aristotelas, membuat al-Farabi gemar berkhalwat. Ia juga menghasilkan sebuah karya politik berjudul Ara’ Madinah al-Fadhilah. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, UI Press, Jakarta, 1993, h. 50 [7] Ibid., h. 58-59; Lihat juga, Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Post Modernisme, Paramadina,Jakarta, 1996, h. 4 [8] Ehsan Ehsanullah, Siyasa Shar’iyya, Thinkers Library, Selangor Malaysia, 1994, h. 37; Ensikopedi tematis Dunia Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, cetakan ke-2, Jakarta, 2003, h. 277 [9] Ehsan Ehsanullah, Op cit., h. 38 [10] Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sultaniyah wa al-Wilayah ad-Diniyyah,,Kairo, tp, 1973 [11] Sjadzali, Op cit., h. 63 [12] Hamidullah dkk, Politik Islam konsepsi dan Dokumentasi, alih bahasa: Jamaluddin Kafie, Cs., Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h. 146 [13] Yaitu mereka yang dipercaya dan diberi wewenang oleh kaum muslim untuk menentukan urusan umat. Mereka inilah orang-orang yang mewakili umat dan mereka juga harus bertanggung jawab atau menanggung dosa apabila tidak menunaikan kewajiban sebagaimana mestinya. Kelompok ini dalam konteks pemerintahan Indonesia bisa disebut MPR [14] Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001, h. 111 [15] Al-Mawardi, Op cit., h. 6 [16] Sjadzali, Op cit, h. 65 [17] al-Mawardi, Op cit., h. 22 [18] Kata “sulthan” merupakan kata benda abstrak dari bahasa Arab yang berarti kekuasaan atau pemerintah. Konon sebutan sulthan telah diberikan untuk pertama kalinya oleh khalifah Harun al-Rasyid kepada wazirnya. Penggunaan kata sulthan baru diakui secara resmi pada abad ke-11 ketika digunakan oleh dinasti Turki yang dikenal sebagai sebutan “Saljuk Yang Agung”. Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, alih bahasa: Ihsan Ali-Fauzi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, h. 73 [19] Iqbal, Op cit., h. 90 [20] Munawir, Op cit., h. 67 [21] Muhibbin, Hadis-Hadis Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, h. 33 [22] Iqbal, Op cit., h. 109 [23] al-Mawardi, Op cit., h. 6
|
27. Konsep Manajemen Mutu |
[1]Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Mesjid, Suatu Pendekatan Teoritis dan Organisatoris (Yogjakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 27. [2]Hasan Mu’arif Ambari, “Sambutan” dalam K. Permadi, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. v. [3]Muhammad Munir dan Wahy Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), h. 9 [4]Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi Memenangkan Persaingan Mutu, cet. II (Jakarta: Nimas Multima, 2005), h. 13. [5]Munir, Manajemen, h. 9. [6]G.R. Terry, Principles of management, ed. VI (Georgetown: Richard D. Irwing Inc, ), h. 4. terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut; manajemen adalah proses yang khas terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan tenaga dan sumber daya lainnya. [7]Robert Kreitner, Management, cet. IV ((Boston: Houghton Mifflin Company, 1989), h. 9. terjemahan bebasnya adalah manajemen adalah proses kerja dengan dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam lingkungan yang berubah. Proses ini berpusat pada penggunaan secara efektif dan efisien terhadap sumber daya yang terbatas. [8]Sagala, Manajemen Berbasis, h. 14. [9]Munir, Manajemen. h. 10. [10]Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2003), h. 67. [11]Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, . www.ditplb.or.id/2006/index.php? menu=profile&pro=194 - 52k [12]Nurkholis, Manajemen Berbasis, h. 70. [13]Sagala, Manajemen Berbasis, h. 39. [14]Ibid., h. 38. [15]Ibid. [16]Umaedi, Manajemen Peningkatan, h. 5 [17]Ibid., h. 6-7. [18]E. Mulyasa, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, 2003), h. 12. [19]Sagala, Manajemen Berbasis, h. 39. [20]Ibid. [21]Ibid., h. 2. [22]Fandi Tjiptono dan Anastasi Diana, Total Quality management, cet. I, ed. IV (Yogjakarta: Andi, 2001). H. 4 -5. [23]Sagala, Manajemen Berbasis, h. 49. [24]Ibid., h. 50.
|