A. Pendahuuan
1. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Pada mulanya, organisasi ini hanya sebagai gerakan dak-wah keagamaan. Namun pada perkembangan berikutnya, Muhamadiyah tidak saja bergelut dalam ranah keagamaan semata, ia mulai berani masuk ke ranah pendidikan, ekonomi, dan ranah sosial lainnya. Tujuan Muhammadiyah adalah terbentuknya perilaku individu dan kolektif seluruh anggota Muhammadiyah yang menunjukkan keteladan-an yang baik (uswah hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tatanan masyarakat dimaksud dapat ditafsirkan sebagai citra masyarakat utama, yaitu masyarakat yang unggul di berbagai bidang, utamanya akhlak masyarakatnya dan unggul dari sudut politik, ekonomi dan budaya.
Perkembangan Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi gerakan Islam sungguh menggembirakan. Sebagai bukti, pada tahun 1923, Muhammadiyah sudah bisa mendirikan rumah sakit. Sejak itulah Muhammadiyah melebarkan sayapnya untuk merambah sektor lain. Dalam dunia pendidikan, sebenarnya KH. Ahmad Dahlan telah meng-garapnya sejak tahun didirikannya, namun perumusan mengenai Anggaran Dasar dan tujuan Perguruan Muhammadiyah mulai disusun pada tahun 1936. Dalam rumusan tersebut disebutkan bahwa “meng-giring anak Indonesia menjadi orang Islam yang bersemangat, khusyu`, cerdas, sehat, cakap, dan terampil serta berguna bagi masyarakat. Pada tahun 1936, Muhammadiyah menetapkan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jakarta, yang sekarang disebut Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Pada fase berikutnya, Muhammadiyah mengalami perkembangan yang luar biasa. Bahkan dikatakan berhasil dalam realitasnya, pendidikan misalnya, Muhammadiyah telah memiliki 176 Perguruan Tinggi, sekitar 47 rumah sakit serta ribuan lembaga pendidikan dasar dan menengah. Hal itu merupakan prestasi yang menakjubkan.
Namun pada bagian lain, –khususnya bidang ekonomi– apa yang dapat dibanggakan? Atau justru menjadi bumerang bagi eksistensi Muhammadiyah?
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pengkajian sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan permasalahan dalam pengkajian ini adalah:
1. Bagaimana sejarah perkembangan majelis ekonomi muhammadiyah?
2. Apa visi dan misi dibentuknya majelis ekonomi muhammadiyah?
3. Program apa yang telah dan atau akan dilakukan oleh majelis bidang ekonomi khususnya cabang umbulharjo dalam mewujudkan visi dan misi majelis ekonomi muhammadiyah?
4. Apakah program-program tersebut sudah berjalan sesuai dengan harapan untuk bias mewujudkan visi dan misi majelis ekonomi muhammadiyah?
5. Kendala apa saja yang dialami majelis bidang ekonomi cabang umbulharjo dalam mewujudkan program-program tersebut dan bagaimana cara mengatasinya?
3. Metode Penulisan
Laporan observasi ini disusun dengan menggunakan metode wawancara dan study pustaka. Wawancara kami lakukan di kantor pimpinan cabang muhammadiyah Umbulharjo dengan narasumber Bapak Suryawan. Beliau menjabat sebagai secretariat cabang Umbulharjo.
B. Pembahasan
Jiwa ekonomi Muhammadiyah, sebetulnya sudah terlihat dari profil kehidupan pendirinya. Adalah KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah Islamiyah. Naluri dan aktivitas bisnisnya tentu disinari oleh ajaran Islam, sehingga tingkah laku yang dilakukannya dicontoh dan menjadi inspirasi bagi para pengikutnya.
1. Sejarah Perkembangan Majelis Ekonomi muhammadiyah
Warga Muhammadiyah di kota-kota Industri, seperti Yogyakarta, Pekalongan, Solo, Tasikmalaya, Tulungagung, dan kota lainnya meru-pakan tulang punggung gerakan koperasi, terutama koperasi batik. Tetapi aktivitas mereka tidak atas nama Muhammadiyah, walaupun langkah tokoh-tokoh koperasi tersebut sangat jelas keberpihakannya kepada Muhammadiyah.
Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa Muhammadiyah lahir dari para pedagang (entrepreneur), dan ternyata para pengurus Muhammadiyah pada perkembangannya hingga mencapai tingkat kejayaan, juga lebih didominasi oleh para pebisnis yang memiliki misi yang jelas terhadap perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Fakta tersebut tentu berimplikasi positif pada eksistensi lembaga dan pemberdayaan ekonomi bagi tubuh Muhammadiyah.
Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat, salah satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah.
Usaha Muhammadiyah memperbaiki ekonomi anggota dan umat mendorong rencana kongres besar produksi dan niaga Muhammadiyah pada tahun 1966. Dua tahun berikutnya, tahun 1968, Muktamar ke-37 di Yogyakarta menetapkan program Pemasa (Pembangunan Masyarakat Desa), sehingga dibentuk Biro pemasa sebagai pelaksana. Pokok pan-dangan Muhammadiyah terhadap pembangunan desa tersebut meru-pakan strategi dakwah pengembangan masyarakat yang berorientasi pedesaan. Selanjutnya dalam menanggapi permasalahan bidang eko-nomi khususnya Bank, Muhammadiyah menetapkan bahwa bunga Bank yang dikelola oleh swasta hukumnya haram. Sementara Bank Peme-rintah, Muhammadiyah mengambil keputusan bahwa hukumnya mutasyabihaat (Abdul Munir Mulkhan, 1990:115).
Dalam hal kerjasama dalam bidang perbankan, Muhammadiyah pernah menandatangani kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia di Jakarta. Pertimbangan sikap Muhammadiyah terhadap bunga Bank dan kerjasama tersebut waktu itu adalah kepentingan umum. Permasalahan ekonomi dan bank kembali muncul ke permukaan dalam Muktamar Tarjih di Malang pada tahun 1989 dalam pokok acara Asuransi dan Koperasi Simpan Pinjam.
Program-program ekonomi yang dirancang ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah. Penegasan peran Muhammadiyah untuk terlibat dalam problematika perekonomian nasional, terlahir pada Muktamar ke-41 di Solo tahun 1985 dengan terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah secara resmi. Namun yang sangat disayangkan adalah perkembangan Majelis Ekonomi tersebut mengalami kevakuman lebih dari sepuluh tahun. Anwar Ali Akbar dan Mas’ud (2002:117) mengemukakan bahwa kevakuman majelis ini karena memang hanya diorientasikan sebagai advokasi bagi problem-problem perekonomian nasional. Sadar akan hal itu, tepatnya pada Muktamar ke-43 di Banda Aceh, akhirnya nama Majelis Ekonomi Muhammadiyah diubah menjadi Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah (MPEM). Tentunya hal ini mempunyai tujuan agar terjadi perubahan orientasi yang terfokus pada misi pem-berdayaan dan pembinaan ekonomi umat.
Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah (MPEM) kembali berubah nama menjadi Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah pada Muktamar ke-44 di Jakarta.
2. Visi dan Misi Majelis Ekonomi Muhammadiyah
Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Amien Rais merumuskan visi dan misinya ke dalam tiga jalur, yaitu:
1) mengembangkan badan usaha milik Muhammadiyah (BUMM) yang merepresentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah,
2) mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah, dan
3) memberdayakan angota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah.
Dalam upaya membumikan visi dan misi guna terciptanya pember-dayaan ekonomi umat, pada dasarnya Muhammadiyah telah memiliki modal yang memadai. Sebagaimana dikemukakan Anwar Ali Akbar dan Mas’ud (2002:117), selama ini Muhammadiyah sudah banyak me-miliki aset atau sumberdaya yang bisa dijadikan modal, diantaranya: pertama, sumberdaya manusia. Sebagai organisasi yang berbasis massa masyarakat perkotaan, Muhammadiyah mempunyai SDM maju yang sangat beragam dan berpendidikan; kedua, lembaga yang telah didirikan. Pada awal perkembangannya, Muhammadiyah telah berhasil mendirikan berbagai macam bangunan sesuai dengan fungsi dan orientasi masing-masing yang juga bisa dioptimalkan sebagai wadah pemberdayaan eko-nomi umat; ketiga, organisasi Muhammadiyah, dari pusat sampai ke ranting.
Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif (2005:223), dalam persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme. Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama.
3. Program Usaha Majelis Ekonomi Cabang Muhammadiyah Dalam Mewujudkan Visi dan Misi Majelis Ekonomi Muhammadiyah
a. KJKS ( Koperasi Jasa Keuangan Syariah)
Pada rapat kerja majelis ekonomi dalam rangka mengembangkan perekonomian rakyat, majelis bidang ekonomi pimpinan cabang muhammadiah diumbulharjo merumuskan program KJKS yang akan di launcingkan pada awal juli 2011. KJKS adalah lembaga keuangan yang mengambil badan hukum koperasi, dan sistem operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip ekonomi syariah. Secara konsepsi, KJKS mematuhi prinsip koperasi, yaitu kesejahteraan untuk para anggotanya dan terdapat tiga jenis simpanan, yaitu simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela.
KJKS meliputi tiga program usaha yaitu:
1. BMT (Baitul Maal Wat Tamwil)
BMT adalah sebutan ringkas dari Baitul Maal Wat Tamwil,
Kegiatan Baitul Maal Wat Tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil diantaranya dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya dengan sistem Syari’ah.
Kegiatan Baitul Maal Wat Tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil diantaranya dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya dengan sistem Syari’ah.
2. Pelatihan kewirausahaan
3. LAZISMU (Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqah)
b. Koperasi
Koperasi juga merupakan salah satu program usaha majelis muhammadiyah cabang Umbulharjo. Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya. Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
4. Apakah program-program tersebut sudah berjalan sesuai dengan harapan untuk bias mewujudkan visi dan misi majelis ekonomi muhammadiyah?
Dari berbagai program yang telah dirumuskan oleh majelis bidang ekonomi Muhammadiyah cabang Umbulharjo,, ternyata belum ada program kerja yang dijalankan sesuai harapan. Bahkan program-program usaha tersebut cenderung mandek (vakum). Berdasarkan keterangan narasumber, program-program usaha tersebut sebenarnya pernah berjalan, yaitu koperasi. Namun karena kurang profesionalnya kinerja pengurus/pengelola koperasi, koperasi menjadi tidak berjalan (vakum).
5. Kendala Majelis Bidang Ekonomi Cabang Umbulharjo dalam Mewujudkan Program-programnya dan Cara Mengatasinya
Tidak tercapainya program kerja yang telah dirumuskan majelis bidang ekonomi muhammadiyah cabang Umbulharjo tidak terlepas dari berbagai kendala, antara lain:
1. Faktor ketidak percayaan terhadap program kerja KJKS
Kendala paling utama yang dihadapi majelis bidang ekonomi cabang umbulharjo adalah factor ketidak percayaan terhadap program kerja KJKS itu sendiri khususnya pada koperasi sehingga pengelolaan didalamnya tidak tercapai secara maksimal seperti penstrukturan progam-program koperasi yang kurang baik, kinerja para pengelola yang kurang maksimal.
2. Kurangnya sumberdaya manusia yang professional jujur dan amanah
3. Tidak adanya jiwa pebisnis dalam struktur kepengurusan program kerja majelis bidang ekonomi cabang Umbulharjo
4. Kurang diperhatikannya program-program usaha tersebut oleh para pengurusnya.
Cara mengatasi kendala-kendala tercapainya program-program usaha tersebut
diantaranya:
1. Mempersiapkan sumberdaya manusia yang professional jujur dan amanah
Hal ini dilakukan dengan mengadakan pelatihan/penyuluhan kepada pengurus tentang bagaimana mengelola system ekonomi yang baik.
2. Vakumnya program usaha koperasi salah satunya disebabkan oleh system kekeluargaan sehingga kurang professional. Untuk itu, kedepannya diusahakan agar system dilindungi oleh UU koperasi, sehingga menjadi lebih profesionl.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Majelis ekonomi cabang Umbulharjo belum mampu merealisasikan program kerjanya sesuai dengan rumusan yang telah dirumuskan dalam rapat kerja majelis ekonomi. Bahkan untuk saat ini, program kerja belum berjalan sesuai apa yang telah dirumuskan. Sehingga kedepannya perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dari bebagai aspek dalam bidang ekonomi seperti SDM, pengelola dan fasilitasnya.
2. Saran
Muhammadiyah perlu melaku-kan revitalisasi yang dijawantahkan dalam berbagai langkah aksi yang strategis dalam mengembangkan bidang ekonomi tersebut. Terobosan yang di lakukan hendaknya sistematis dan mempertimbangkan kondisi realitas secara matang. Beberapa langkah di bawah ini nampaknya perlu diper-timbangkan Muhammadiyah untuk bangkit dari nol, serta menata kem-bali pranata ekonomi yang mengalami degradasi dan menyedihkan itu. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama, mempersiapkan sumberdaya manusia yang professional jujur dan amanah. Pengala-man menunjukkan bahwa tidak sedikit manusia cerdas yang bergabung dan turut berkiprah di Muhammadiyah. Namun kenapa terjadi keter-purukan? Salah satu sebab utamanya adalah kurangnya amanah dan kejujuran pada mereka yang mengelola lembaga-lembaga yang ada di Muhammadiyah. Menanamkan sikap tersebut bukan sesuatu yang seder-hana, seluruh anggota Muhammadiyah perlu melakukan re-thinking tentang Muhammadiyah itu sendiri. Ideologi Perjuangan Muhammad-iyah “amar ma’ruf nahi munkar” harus benar-benar tertanam dalam jiwa seluruh anggota Muhammadiyah.
Kedua, revitalisasi Majelis/ lembaga/ badan usaha yang dimiliki dari pusat sampai ke ranting. Jika dicermati secara seksama, terlihat jelas bahwa lembaga ekonomi yang dimiliki –dari pusat sampai ranting– telah mengalami kehilangan elan vitalnya serta kehilangan orientasi. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi semua warga Muhammadiyah.
Ketiga, menjalin kerjasama ekonomi dengan lembaga yang jelas, se-hingga terciptanya sebuah kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Kerjasama bisnis yang dibangun harus ter-buka dengan lembaga manapun asalkan dalam kerangka kemaslahatan.
Keempat, membentuk badan usaha yang secara realitas dapat dikem-bangkan. Sebenarnya, membuka mini market bukanlah sesuatu yang rumit bagi Muhammadiyah. Namun mengapa tidak dilakukan?. Mungkin paradigma kita lebih senang memandang langit dari pada menginjak bumi.
Kelima, dibentuknya Lembaga Audit sebut saja Majelis Pemeriksaan Keuangan Muhammadiyah (MPK-M) yang dapat memeriksa dan meng-evaluasi kondisi keuangan seluruh amal usaha Muhammadiyah. Majelis tersebut –yang tentunya diisi oleh personal yang jujur dan amanah– pun dapat menjadi dewan pertimbangan terhadap rencana-rencana eko-nomi Muhammadiyah. “Kasak-kusuk” yang terjadi pada awal pendirian Bank Persyarikatan semestinya tidak boleh terjadi, karena jika MPKM hadir di Muhammadiyah, tentunya Bank Swansarindo yang dikonversi menjadi Bank Persyarikatan terlebih dahulu harus masuk laboratorium MPK-M.
GD9BAE9AU4A5