Book report pendidikan karakter ini mengulas tentang filsafat pendidikan islam. book report ini terdiri dari sembilan Bab dan dilengkapi dengan prolog dan epilog. Adapun rincian dari masing-masing Bab book report ini akan dijelaskan sebagai berikut:
Deskripsi Buku
- Nama pengarang : HASAN BASRI
- Judul buku : Filsafat Pendidikan Islam
- Penerbit : Pustaka Setia
- Tempat terbit : Bandung
- Tahun terbuat : 2009
- Jumlah halaman : 252 halaman
- Tebal buku : 15 x 23 cm
- ISBN : 978-979-730-726-4
- Editor : Maman Abd. Djaliel
Buku ini terdiri dari sembilan Bab dan dilengkapi dengan prolog dan epilog. Adapun rincian dari masing-masing Bab akan dijelaskan sebagai berikut:
BAB I: PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
- Pengertian Filsafat Pendidikan
- Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
BAB II: KEDUDUKAN ALAM SEMESTA, MANUSIA, MASYARAKAT, DAN ILMU PENGETAHUAN PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
- Kedudukan Alam Semesta
- Kedudukan Manusia dan Ilmu Pengetahuan Perspektif Pendidikan Islam
- Kedudukan Masyarakat dalam Filsafat Pendidikan Islam
BAB III: HAKIKAT PENDIDIKAN DAN ETIKA KEILMUAN
- Pengertian Pendidikan
- Hakikat Pendidikan
- Hakikat Pendidik
- Hakikat anak didik
BAB IV: ETIKA KEILMUAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
- Etika Pragmatis dalam Pendidikan Islam
- Positivisme dalam Etika Keilmuan
- Etika keilmuan pada Zaman Renaissance dan Humanisme
BAB V: HAKIKAT KURIKULUM, ALAT-ALAT PENDIDIKAN, DAN EVALUASI
- Pengertian Kurikulum dan Hakikatnya
- Hakikat Kurikulum
- Hakikat alat-alat Pendidikan
- Hakikat Evaluasi Pendidikan
BAB VI: ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM
- Dasar-Dasar Sistem Pendidikan Islam
- Pendidikan Islam sebagai Kebenaran Universal
- Tujuan Sistemik Pendidikan Islam
BAB VII: PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
- Pemikiran Pendidikan Imam Al-Ghazali
- Pemikiran Ibnu Maskawayh
- Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun
- Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan
- Pemikiran Rahmah El-Yunusiah
- Pemikiran Abdul Halim Iskandar
BAB VIII: LOCUS EDUCATIONIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
8.1 Sekolah sebagai Wahana Aktualisasi Nilai
8.2 Setiap Perjumpaan adalah Momen Pendidikan Nilai
8.3 Wawasan Wiyatamandala pada Masa Orentasi Sekolah
8.4 Manajemen Kelas
8.5 Penegakan Kedisiplinan di Sekolah
8.6 Pendampingan Perwalian
8.7 Pendidikan Agama bagi Pembentukan Karakter
8.8 Pendidikan Jasmani dan Distorsi bagi Pendidikan Karakter
8.9 Pendidikan Estetika dan Bahayanya bagi Pendidikan Karakter
BAB IX: PENILALIAN PENDIDIKAN KARAKTER
9.1 Belajar dan Kasus Ujian Nasional
9.2 Siapa Yang Berwewenang Menilai?
9.3 Hakekat dan Tujuan Penilaian Pendidikan Karakter
9.4 Kriteria Penilaian Pendidikan Karakter
9.5 Performa Sekolah, Membuat Besi Jadi Emas
9.6 Menuju Kepemimpinan Pendidikan Berkarakter
Epilog
- Menuju Kewarganegaraan Global
- Daftar Pustaka
- Blografi Singkat
Interpretation
BAB I: Bab ini mengulas secara singkat mengenai pengertian dan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam. filsafat pendidikan merupakan pengetahuan tentang system berpikir kritis, sistematis, logis, radikal, kontenplatif dan spekulatif tentang metode, pendekatan, pola dan berbagai model pendidikan yang Islami yang diterapkan secara formal maupun nonformal, baik di Sekolah, di keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Buku ini juga menjelaskan bahwa filsafat pendidikan Islam tidak terlepas dari kajian hakikat dan seluk beluk Pendidikan yang bersumber dari al-quran dan as-Sunnah, merumuskan berbagai pendekatan proses pembelajaran, merumuskan strategi pembelajaran, kurikulum dan system evaluasi pendidikan dengan landasan yang digali dari ajaran Islam, serta mengkaji maksud dan tujuan pendidikan Islam yang khusus maupun yang umum yang temporal maupun yang eternal.
Ruang lingkup filsafat pendidikan islam berkaitan dengan pendekatan yang diterapkan yaitu:
- Ontologi ilmu pendidikan yang membahas hakikat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan Islam
- Epistimologi ilmu pendidikan yang membahas hakikat objek formal dan materi ilmu pendidikan Islam
- Metodologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan islam
- Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas hakikat nilai kegunaan teoretis dan praktis ilmu pendidikan islam
Cakupan filsafat pendidikan islam tidak terlepas dari keberadaan lembaga pendidikan sebagai wadah dari proses pendidikan yang dilaksanakan, pendidik sebagai pembimbing, pengajar dan sebagainya, anak didik, kurikulum, tujuan pendidikan, proses pembelajaran, metode dan straregi pembelajaran, kepustakaan, evaluasi pendidikan, dan alat-alat pendidikan. Pada dasarnya hakikat pendidikan yang ditinjau dari kacamata filsafat berkaitan dengan hakikat para pendidik, anak didik, lembaga pendidikan, dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hak dan kewajiban, tugas dan kedudukan semua yang terlibat dalam pendidikan. Selain itu secara epistimologis sumber-sumber dan tolak ukur pendidikan dikaji secara kritis dan mendalam sehingga akan berjalan harmonis dengan tujuan pendidikan yang dimaksudkan.
Secara garis besar bahwa dalam memahami pendidikan islam ditinjau dari sudut filsafatnya maka hal tersebut mencakup hakikat dari makna pendidikan tersebut yang tercermin dalam sumber utama yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah, keberadaan pendidikan tidak akan terlepas dari keterkaitan cakupan dan ruang lingkup dalam pendidikan islam itu sendiri. Sebagaimana yang tertera dalam judul buku ini, filsafat pendidikan islam. maka penulis memberikan semacam pengantar pemahaman tentang apa itu ilmu, pendidikan, dan apa itu islam, maka menurut penulis untuk menjelaskan maknanya harus memenuhi tiga makna yaitu dalam konsep ilmu, pendidikan dan islam.
BAB II: Bab ini menjelaskan tentang kedudukan alam semesta, manusia, masyarakat dan ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
Kedudukan alam semesta dalam perspektif filsafat pendidikan islam adalah sebagai guru yang mengajar kepada manusia untuk bertindak sesuai dengan hokum-hukum yang telah digariskan oleh Allah SWT. Fungsi konkrit alam semesta adalah fungsi rubbubiyah yang dicitrakan Allah kepada manusia sehingga ala mini akan marah manakala manusia bertindak serakah dan tidak bertanggung jawab. Buku ini juga menjelaskan bahwa manusia dapat mengambil pelajaran dari alam semesta ini. Manusia harus menggunakan dan memamfaatkan akalnya untuk berpikir tentang pemberdayaan alam bagi manusia. Dan pada akhirnya jika manusia mampu menggunakan alam semesta serta memamfaatkannya dengan baik dan benar, maka mereka akan memperoleh sesuatu yang berguna bagi mereka.
Bab ini secara rinci menguraikan bagaimana kedudukan manusia dan ilmu pengetahuan dalam perspektif pendidikan islam. Ada 9 unsur yang amat penting yang senantiasa melekat dalam kaitannya dengan eksistensi manusia dengan ilmu pengetahuan yaitu keberadaan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, kesempurnaan manusia secara jasmani dan rohani, potensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir telah membedakan mereka dengan makhluk yang lain, diberikan akal sebagai alat yang mampu membedakan baik dan buruk, manusia dapat mengembangkan akal mereka guna untuk mempertahankan dan melangsungkan hidup mereka, dengan akal manusia mampu memproduk ilmu pengetahuan atas berbagai sumber dan dengan akal itu juga manusia dapat menciptakan pengetahuan yang bermanfaat dan juga dapat merusak tatanan kehidupan, islam memberikan sistem etika yang baik dan benar agar manusia senantiasa mengembangkan peranan akalnya dengan nilai-nilai yang diridhai Allah.
Bab ini juga menjelaskan hakikat ilmu yang pada dasarnya merupakan pengetahuan tentang kebenaran, sedangkan kebenaran pada hakikatnya adalah suatu yang agung. Ilmu pengetahuan merupakan kebutuhan yang mutlak bagi manusia. Ilmu merupakan bekal yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kemanusiaan. Manusia membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjangkau kehidupan duniawi dan ukhrawinya. Ilmu digapai manusia untuk mendapatkan suatu kebenaran. Keberadaan dan keterkaitan manusia dengan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan, karena hakikat manusia yang diciptakan oleh Allah SWT telah dibekali sebuah potensi yang luar biasa yang membedakannya dari makhluk lainnya, potensi-potensi yang dimiliki manusia tidak akan berkembang jika tidak didukung dengan ilmu pengetahuan.
Dalam sub bab selanjutnya buku ini juga membahas kedudukan masyarakat dalam filsafat pendidikan islam. Masyarakat merupakan himpunan individu dan kumpulan keluarga yang bertempat tinggal pada suatu wilayah tertentu, hidup bersama dengan landasan peraturan yang berlaku dalam lingkungannya. Lebih lanjut buku ini merinci bahwa dalam perspektif filsafat islam masyarakat merupakan cermin bagi kehidupan manusia. Secara filosofis belajar yang paling sempurna adalah belajar dari kehidupan masyarakat, sebagaimana Rasulullah SAW menyarankan untuk belajar dari kehidupan pasar karena pasar ada kejujuran, kebohongan, kegembiraan, kepedihan, dan sebagainya. Kesimpulan yang telah dijelaskan dalam buku ini menjadi beberapa hal yaitu:
1. Masyarakat adalah guru bagi semua manusia yang memiliki kemauan mengambil pelajaran dari setiap yang terjadi di dalamnya
2. Masyarakat adalah subjek yang menilai keberhasilan pendidikan
3. Masyarakat adalah tujuan bagi semua anak didik yang telah belajar di berbagai lingkungan
4. Masyarakat adalah ujian paling sulit bagi aplikasi hasil-hasil pendidikan
5. Masyarakat adalah cermin keberhasilan dan kegagalan dunia pendidikan
6. Masyarakat adalah etika dan estetika pendidikan karena norma-norma individu berproses menjadi norma sosial dan norma sosial yang disepakati dalam masyarakat merupakan puncak estetika kehidupan.
BAB III: Bab ini menguraikan hakikat pendidikan dan etika keilmuan. Penjelasan singkat mengenai pengertian pendidikan sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab 1 juga menjadi pembahasan dalam bab ini. Secara terminilogis pendidikan dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secar formal maupun nonformal dengan tujuan untuk membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan dan keahlian tertentu. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa pendidikan yang hakiki adalah pembinaan akhlak manusia guna untuk memiliki kecerdasan membangun kebudayaan masyarakat yang lebih baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan terdapat proses timbale balik antara pendidik, anak didik, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saling berbagi.
Pada sub bab selanjutnya yang berkenaan dengan hakikat pendidikan, maka penulis mengutarakan beberapa pertanyaan yang ditinjau dari sudut filosofis yaitu tentang hakikat pendidikan, bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan dan untuk apa pendidikan dilaksanakan? Hakikat pendidikan dalam islam merupakan kewajiban mutlak yang dibebankan kepada semua umat islam, bahkan kewajiban pendidikan atau mencari ilmu dimulai semenjak bayi dalam kandungan sampai masuk ke liang lahat. Penulis juga membagi fungsi dari hakikat pendidikan yaitu pendidikan sebagai proses pembinaan akal manusia, sebagai pelatihan keterampilan, dan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dengan adanya indicator utama untuk peningkatan kecerdasan intelektual, etika dan moral masyarakat yang baik dan beribawa.
Buku ini memberikan gambaran bahwa pendidikan merupakan sarana yang dapat menghantarkan manusia ke dalam derajat yang tinggi yang mampu menjalankan tatanan kehidupan sebagai amanah yang diberikan oleh Sang pencipta Allah SWT dengan baik dan benar, kemudian mampu meraih keberhasilan dalam menggapai kehidupan di dunia dan akhirat.
Pada sub bab selanjutnya buku ini menjelaskan tentang hakikat Pendidik. Pendidik dalam perspektif filsafat pendidikan islam dipandang sebagai orang yang mengupayakan terbentuknya manusia yang rasional dalam mengimani sesuatu yang bersifat metafisikal, melakukan filter dalam menerima doktrin agama. Para pendidik haruslah orang-orang yang ikhlas yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan generasi muda atau generasi masa depan. Tanpa sikap mengabdi, pendidikan khususnya di indonesia lama-kelamaan akan semakin memburuk. Buku ini juga menjelaskan tentang tugas-tugas pendidik yaitu membimbing anak didik, mencipyakan situasi untuk pendidikan dan memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, terkhusus dalam bidang agama. Selanjutnya buku ini menerangkan bahwa pendidik islam adalah individu yang melaksanakan tidakan secara islami dalam satu situasi pendidikan islam untuk tujuan yang diharapkan.
Dalam pendidikan islam, pendidik memiliki arti dan peran yang sangat penting. Hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dalam menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya, islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi orang islam lainnya yang tidak berilmu dan bukan pendidik. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah:
يرفع الله الذين آمنوا منكم و الذين اوتوا العلم درجت, و الله بما تعملون خبير (المجادلة:ﺍﺍ)
Artinya:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Lebih lanjut dijelaskan penulis yang mengutip pendapat Syaiful Bahri (2005: 44-48) bahwa guru selain Pembina dan pengajar anak didik juga bertugas dan berperan sebagai filter dalam membedakan nilai yang baik dan buruk (korektor) , guru juga berperan sebagai pemberi ilham yang baik bagi anak didik (inspirator), guru sebagai pemberi informasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan (informator), guru sebagai pemegang peranan dalam menata kegiatan akademik (organisator), guru juga sebagai pendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar (motivator), guru juga harus memiliki ide-ide dalam menerapkan pembelajaran (inisiator), guru juga sebagai (fasilitator), sebagai pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor dan evaluator.
Hakikat Anak didik Di dalam buku ini dijelaskan bahwa dalam perspektif filsafat pendidikan islam di bagi beberapa macam yaitu:
Pertama: sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari asalnya (given).
Kedua: karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seseorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed). Maka, untuk dapat mengetahui karakter dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, seperti Pendekatan hereditatif (penjelasan yang sifatnya keturunan), dan polymorphous heredity (menjelaskan adanya perbedaan antarbangsa/suku).
Adapaun karakter yang dimaksud merupakan struktur antropologis manusia, di sanalah manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur antropologis ini melihat bahwa karakter bukan sekadar hasil dan sebuah tindakan. melainkan secara stimulan merupakan hasil dan proses. Dinamika ini menjadi semacam dialektika terus-menerus dalam diri manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya. Karakter merupakan kondisi dinamis struktur antropologis individu, yang tidak mau sekadar berhenti atas determinasi kodratinya, Melainkan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya demi proses penyempurnaan dirinya secara terus-menerus.
Dengan dua pemahaman dasar tentang pendidikan dan karakter. Penulis buku ini mencoba membuat sintesis tentang konsep pendidikan karakter. Karakter lebih bersifat subjektif. sebab berkaitan dengan struktur antropologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasannya, sehingga ia mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain. Sementara, pendidikan senantiasa berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Manusia sejak kelahirannya telah membutuhkan kehadiran orang lain dalam menopang hidupnya.
Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dan dalam maupun dan luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya, sehingga ia dapat semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka.
Secara singkat, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar indvidu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain dalam dunia. Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Karena itulah bergema kembali persoalan dasar yang telah lama menjadi pertanyaan Plato, apakah keutamaan itu dapat diajarkan?”
Ketika kita berbicara tentang intervensi manusiawi, berupa bantuan sosial bagi pertumbuhan manusia dalam bentuk pendidikan, kita spontan dihadapkan pada sebuah pertanyaan tentang dimensi edukabilitas manusia sebagaimana dipertanyakan oleh Plato. Dimensi edukabilitas manusia secara global mengacu pada lingkungan dan aspek-aspek eksistensial, sosial, relasional, yang dimiliki oleh Si subjek yang semestinya menjadi perhatian utama bagi individu ataupun kelompok yang akan membantu dan mendukungnya dalam mengembangkan dirinya secara penuh sejauh kemungkinan yang ia miliki. Secara ringkas bisa dikatakan bahwa dimensi edukabilitas manusia merupakan hal-hal yang patut diperhatikan ketika pendidik ingin membantu subjek yang belajar agar ia dapat berkembang secara penuh sesuai dengan tahap perkembangan pribadinya dalam ruang dan waktu.
BAB IV: Bab ini membahas tentang urgensi pendidikan karakter, faktor-faktor yang menyebabkan pendidikan karakter mengalami kemunduran, dan tujuan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai bagi siswa, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa.
Oleh karena itu. ada dua macam paradigma dalam pendidikan karakter. Yang pertama memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral educ ation). Yang kedua melihat pendidikan karakter dan sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri (educational happenings). Integrasi atas kedua paradigma inilah melahirkan gagasan baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi yang menyertakan tiga matra pertumbuhan manusia.
BAB V: Bab ini membahas tentang Pendidikan sebagai pedagogi. Buku ini menyajikan contoh klasik pendidikan karakter gagasan Jan Amos Komensky (1592-1670), yang membahas tentang sebelas kanon pembelajaran moral dalam sekolah. Mengapa Komensky? Karena dialah pemikir pertama yang menggagas pendidikan bagi semua (pendidikan populis). Lebih lagi, jauh sebelum lahirnya para pedagog idealis, Ia telah menggagas pendidikan karakter di sekolah. Gagasan Komensky masih relevan bagi kita mengingat situasi pendidikan di negeri kita masih bersifat elite, bagi orang miskin belum bisa mengenyam sekolah sebagaimana yang telah disaksikan olehnya. Sebuah situasi yang ingin perbaharui oleh komensky. Ia sadar bahwa pendidikan merupakan hak setiap orang dan bukan hanya diperuntukkan kalangan para bangsawan dan orang-orang kaya saja.
Tiga matra pendidikan karakter disertai dengan sebelas kanon pengajaran moral ala Komensky, membuat pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi bagi setiap individu, terutama bagi pihak-pihak yang memiliki relasi terhadap lembaga pendidikan. Tidak peduli siapakah dia, tua-muda, senior-yunior, guru-siswa, karyawan-direktur, masyarakat-individu, ketuarga-negara, dan sebagainya, mereka semua memerlukan pendidikan karakter demi perkembangan dan pertumbuhannya sebagai individu dan anggota masyarakat yang mampu menghayati nilai-nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang bermakna bagi dirinya sendiri dan bagi kemanusiaan.
Pendidikan karakter menjadi pedagogi yang membebaskan individu sehingga ia dapat menghayati keunikannya, kekhasannya, tanpa takut bahwa dirinya akan distandardisasi atau disatu warnakan dengan yang lain. Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memiliki tujuan agar setiap pribadi semakin menghayati individualitasnya, mampu menggapai kebebasan yang dimilikinya, sehingga ia dapat semakin bertumbuh sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang bebas dan bertanggung jawab, bahkan sampai pada tingkat tanggung jawab moral integral atas kebersamaan hidup dengan yang lain di dalam dunia. Penjelasan lebih spesifik tentang dua macam paradigrna pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi dibahas dalam Bab VI dan VII.
BAB VI: Bab ini menjelaskan bahwa Momen pertama dalam pendidikan karakter di dalam lembaga pendidikan adalah penentuan vlsi dan misi lembaga pendidikan. Visi dan misi lembaga pendidikan merupakan momen awal yang menjadi prasyarat sebuah program pendidikan karakter di sekolah. Tanpa ini, pendidikan karakter di sekolah tidak dapat berjalan. Jika visi dan misi telah ada, pilar penting tegaknya pendidikan karakter adalah individu-individu yang bekerja di dalam lembaga pendidikan tersebut. Untuk ini, etika profesi dan formasi guru menjadi momen penting bagi pengembangan pendidikan karakter di sekolah.
Lebih lanjut Bab ini menerangkan bahwa lembaga pendidikan berhubungan dengan lembaga-lembaga lain yang relevan bagi kinerja sebuah lembaga pendidikan. Lembaga lain ini adalah orang tua, masyarakat, dan negara. Oleh karena itu, corak relasional antar lembaga ini juga memengaruhi proses pertumbuhan tiap indvidu yang bekerja dalam lembaga pendidikan. Relasi yang membingkai di antara mereka adalah relasi kekuasaan. Untuk itu, kebebasan individu dan lembaga bisa terancam jika corak relasional di antara mereka bersifat menindas. Membebaskan relasi kekuasaan tersebut dan struktur yang menindas merupakan bagian dan kinerja pendidikan karakter.
Bab Vll: Bab ini menelaah pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit. Pendekatan pada bab ini lebih analitis sistematis. Oleh karena konteksnya sudah langsung bersentuhan dengan program pendidikan karakter di sekolah, perlulah dibuat klarifikasi dan pemahaman yang jernih tentang konsep-konsep yang biasanya dikaitkan atau sering kali dicampur adukkan dengan konsep pendidikan karakter di sekolah.
Konsep yang dideskripsikan antara lain, pendidikan karakter, pendidikan moral (Pancasila), pendidikan kewarganegaraan, pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, dan pendidikan agama. Konsep-konsep ini sering kali dicampuradukkan satu sama lain. Kekaburan pemahaman membuat program pendidikan karakter di sekolah tidak akan terpusat.
Setelah membuat kiarifikasi pemahaman, buku ini juga ingin menawarkan sebuah pemaparan tentang nilai-nilai yang bisa dipakai dan dimanfaatkan dalam pembuatan program pendidikan karakter di sekolah. Tentu, tidak akan lengkap kalau tidak membahas tentang metode dan prinsip-prinsip dasar pendidikan karakter di sekolah.Mungkin kita bertanya, setelah analisis sistematis tentang pendidikan karakter di sekolah, di mana saja kita bisa menerapkan pendidikan karakter itu secara praktis di sekolah? Jawabannya telah tercantum dalam bab VIII.
Bab VIII: Bab yang berjudul Locus Educationis Pendidikan Karakter di Sekolah mencoba memetakan momen-momen khusus yangterjadi dalam lingkup pergaulan di sekolah yang dapat menjadi tempat praksis pendidikan karakter itu dapat dilaksanakan. Tempat-tempat itu antara lain, gagasan tentang sekolah sebagai wahana aktualisasi nilai, yakni setiap perjumpaan adalah momen bagi pendidikan nilai, wawasan Wiyatamandala pada Masa Orentasi Sekolah. manajemen kelas, penegakan kedisiplinan di sekolah, pendampingan perwalian, pendidikan agama, pendidikanjasmani, pendidikan estetika, pengembangan kurikulum secara integral, dan pendidikan kehendak melalui pengalaman.
Buku ini tidak memberikan detail atas deskripsi ini, melainkan memberikan prinsip-prinsip dasar bagi pelaksanaan pendidikan karakter tersebut di lapangan sesuai dengan konteks sekolah. Jika kita ingin agar program pendidikan karakter itu berjalan dengan baik den efektif, kita mesti memlilki parameter untuk mengukur berhasil tidaknya sebuah program pendidikan karakter. Persoalan seputar penilaian pendidikan karakter inilah yang dibahas dalam selanjutnya.
Bab IX: Bab ini membahas Persoalan seputar penilaian pendidikan karakter. Menilai berhasil tidaknya pendidikan karakter memang tidak semudah menilai kemampuan akademis siswa, sebab kemampuan akademis dapat dengan mudah diobjektifasi dan kemampuan mereka menguasai materi, misalnya, dengan melihat rendahnya prestasi siswa. Kelemahan-kelemahan dalam prestasi akademis bisa segera dilacak sehingga kita dapat segera memperbaikinya dan mengetahui di mana terdapat kekurangan dan peningkatan prestasi akademis tersebut, apakah dengan cara guru mengajar, manajemen kelas, masalah pribadi siswa, motivasi, kualitas soal, standar penilaian, kesulitan materi, metode pembelajaran, dan sebagainya.
Penilaian akademis berbeda dengan penilaian pendidikan karakter. Bagaimana menilai dan mengevaluasi hasil dan pendidikan karakter? Dalam pendidikan karakter yang terutama dinilai adalah perilaku bukan pemahaman. lnilah persoalan pertama yang muncul berkaitan dengan penilaian pendidikan karakter.
Untuk menjawab persoalan ini, pada Bab IX dipaparkan shape subjek yang menilai, kesulitan-kesulitan apa yang menjadi kendala, kriteria apa saja yang menjadi pedoman penilaian, serta hakikat penilaian pendidikan karakter. Pendidikan karakter, jika berhasil dapat meningkatkan performa sekoIah, dan performa sekolah bisa meningkat jika ada pola kepemimpinan yang berjiwa pendidikan karakter di sekolah.
Penilaian akademis berbeda dengan penilaian pendidikan karakter. Bagaimana menilai dan mengevaluasi hash dan pendidikan karakter? Dalam pendidikan karakter yang terutama dinilai adalah perilaku bukan pemahaman. lnilah persoalan pertama yang muncul berkaitan dengan penilaian pendidikan karakter.
D. Evaluasi
Setelah menelaah secara seksama isi buku yang berjudul “ Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global” saya berkesimpulan bahwa setiap gagasan yang jernih, dan setiap pemahaman yang mendalam tentang suatu hal akan memandu setiap perilaku kita. Tanpa tujuan dan pemahaman yang jelas tentang apa yang sedang kita lakukan, kita tidak akan beranjak ke mana-mana. Pendidikan karakter telah mengilustrasikan adanya visi tentang manusia yang integral. pemahaman tentang tujuan pendidikan yang visioner, dan pemahaman tentang nilai-nilai yang berlaku universal. Terlebih lagi, pendidikan karakter memerlukan basis kepercayaan yang mendalam, bahwa manusia berkembang bukan hanya memenuhi panggilan kodratnya dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat, melainkan menanggapi tawaran kodratnya sebagai makhluk yang mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan pemikirannya. Manusia mampu mengubah dunia sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya, sebab nilai-nilai itulah yang menjadi sumber pembaharu kehidupan dalam masyarakat. bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, setiap individu yang mampu menghayati nilai dan mampu menjadikan dirinya sebagai pembangun dunia maka ia akan menjadi pembangun yang sejati dengan melahirkan nilai nilai yang luhur. kita percaya bahwa dunia kita akan menjadi tempat yang lebih layak huni bagi setiap orang. terutama oleh anak cucu kita sebagai pewaris masa depan. Kehadiran setiap orang menjadi bermakna dalam kebersamaan dengan orang lain. Bersama orang lain. manusia mengukuhkan dirinya sebagai penghayat, penafsir, dan pelaksana nilai yang menjadi cita-citanya.
Oleh karena itu, buku ini sangat penting untuk dijadikan salah satu tuntunan dalam mempelajari bagaimana mendidikkan karakter diri sendiri dan orang lain dengan variasi karakter yang bermakna. Penulis juga menyarankan terutama kepada para pendidik untuk memiliki atau membaca serta memahami kandungan dari buku ini, sebab di dalamnya juga terkandung bagaimana menanamkan nilai-nilai moral budi pekerti, sosial kepada peserta didik, sehingga diharapkan terjadinya perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Namun, kritik penulis (pereview) terhadap buku ini bahwa buku ini tidak membahas secara rinci tentang tantangan pendidikan karakter dalam mempersiapkan setiap individu menjadi warga negara sebuah masyarakat global, juga program praktis pendidikan karakter di sekolah tidak dibahas secara lebih detail, sebab pemikiran dan pembuatan program pendidikan karakter di sekolah membutuhkan pemahaman mendalam tentang latar belakang historis sekolah, visi dan misi, kultur yang melingkupi sumber daya manusiawi yang dipunyai dan kelengkapan sarana-sarana komunikasi sebagaimana dapat diakses secara berbeda oleh tiap sekolah. ini pun belum mencakup adanya perbedaan perkembangan siswa, mulai dan pra-sekolah, play group, taman kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah. Namun walaupun demikian, pengarang buku ini telah menyadarinya dan berusaha untuk melengkapinya dalam edisi berikutnya.
E. Recommendation
Melihat begitu kompleksnya pembahasan yang ada dalam buku ini. Maka, saya menyarankan agar buku ini dapat menjadi pegangan khususnya bagi para guru sebagai pendidik, kepala sekolah serta para orang tua. Selain itu buku ini juga sangat bermanfaat untuk para mahasiswa dan juga bagi orang lain secara keseluruhan Diharapkan buku ini dapat bermanfaat bagi kita dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu menciptakan peserta didik yang berbudi pekerti baik dan mampu mewujudkan karakter yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, negaranya serta orang lain. Akhir kata saya (pereview) mengatakan semoga buku ini bermanfaat bagi kita dan buku ini sangat bagus untuk dijadikan sumber refensi penting.
PENDIDIKAN KARAKTER
(Strategi Mendidik Anak di Zaman Global)
Oleh :
Ibrahim Lubis
10 PEDI 1799
Dosen Pembimbing: Dr. Al Rasyidin, M.Ag