Hipothesis

Penelitian hipothesis dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah.  hipothesis adalah suatu pendapat yang mungkin benar dan mungkin salah, karena itu perlu diuji secara empiris.  hipothesis dapat diturunkan dari teori, akan tetapi adakalanya sukar diadakan perbedaan yang tegas antara teori dan hipothesis.  Ada kemungkinan hipothesis kerja itu mengalami perubahan sepanjang jalannya penelitian itu. 

 makalah ini disusun oleh: Tarmidzi 

A. Pendahuluan

Penelitian hipothesis dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Tujuannya untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui prosedur-prosedur yang ilmiah. Untuk dapat melakukan penelitian yang baik, penelitian perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai macam unsur penelitian. Diantara unsur-unsur yang menjadi dasar penelitian adalah hipothesis.
Tanpa hipothesis, maka proses penelitian bisa tidak terarah. Dengan kata lain hipothesis merupakan pedoman yang akan memberikan arah bagi peneliti. Disamping itu hipothesis juga memberikan kerangka untuk menafsirkan hasil-hasil penelitan dan untuk menyatakan kesimpulan-kesimpulannya. Dengan demikian, hipothesis sangat besar kegunaanya dalam penelitian ilmiah. Hipothesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamat dan sebaiknya pengamat dengan teori.
Makalah singkat ini ditulis untuk mengetahui apa sebenarnya hipothesis itu, pentingnya hipothesis, jenis-jenis hipothesis dan pengujian hipothesis. Kami yakin makalah ini sangat jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang.

B. hipothesis

I. Pengertian hipothesis.
         
Hipothesis dalam penelitian penting artinya, karena dengan adanya hipothesis, ini dapat dijadikan sebagai landasan penelitian lapangan. Dalam pembicaraan sehari-hari, hipothesis sering disebut sebagai “dugaan sementara” atau pandangan yang belum sempurna. Pengertian tidak sempurna disini menunjukkan pada belum terbuktinya hipothesis tersebut secara empiris atau substansi kebenarannya, yang dikandungnya belum terbukti secara faktual. Dari kenyataan dapat difahami, hipothesis adalah suatu pendapat yang mungkin benar dan mungkin salah, karena itu perlu diuji secara empiris, agar diketahui benar atau salahnya.
Manusia mengamati dunia sekitarnya dan melihat terjadinya peristiwa-peritiwa seperti matahari terbit dan terbenamnya, manusia lahir, hidup dan meninggalnya, benda jatuh, hujan turun, orang tua mengasuh anakanya, ada orang kaya dan miskin, penyakit menyerang manusia, dan sebagainya. Ia dapat menjadikan peristiwa atau gejala itu sebagai masalah, dan ia bertanya “apa sebab matahari terbit? Apa sebab manusia sakit? Apa sebab ada yang kaya dan yang miskin? Dan sebagainya”. Ia mencoba membentuk teori yang dapat menjelaskan peristiwa dan gejala-gejala itu. Bagaimanakah diketahuinya kebenaran teori itu? Dari teori itu dapat diturunkannya sejumlah hipothesis. Dengan membuktikan kebenaran atau ketidak benarannya. Hipothesis itu secara empiris, dapat pula diterima atau ditolaknya.

Roger D. Wimmer, dan kawan-kawannya mengatakan:
“mass media research are use a variety of approaches to answer question. Some research is informal and seeks solve relatively simple problems: some is based on theory and requires formally worded question. All researches, how ever, must start with some tentative generalization regarding a relationship between two or more variables. Theese generalization may take two forms: research question and statical hyipotheses. The two are indentical except for the aspect of prediction-hypotheses (hipothesis) predict an experimental outcome, research question not.[1]

Kita lihat adanya orang miskin, apa sebabnya? Pada diri kita timbul suatu dugaan, misalnya bahwa kemiskinan disebabkan oleh “kurangnya motivasi untuk mengumpulkan harta” pernyataan kita itu bersifat tentativ atau sementara karena belum dibuktikan kebenarannya. Pernyataan itu disebut hipothesis. Tiap pernyataan tentang suatu hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara empiris disebut hipothesis. Suatu hipothesis bila terbukti benar, menjadi fakta.[2] Banyaknya hipothesis yang dapat kita rumuskan tentang segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, misalnya:

  • Memanjakan anak, mengurangi kesanggupan untuk berdiri sendiri.
  • Kenakalan anak lebih banyak didapat di kalangan orang miskin daripada orang kaya.
  • Pendidikan meningkatkan kemakmuran negara.
  • Urbanisasi mengurangi ketaatan orang kepada adat istiadat.
  • Kenaikan gaji tidak mempengaruhi kegairahan kerja.
  • Sekolah khusus untuk anak berbakat memupuk golongan elit yang tidak sosial, dan sebagainya.
Hipothesis adalah pernyataan tentativ yang merupakan dugaan atau terkaan  tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya. hipothesis dapat diturunkan dari teori, akan tetapi adakalanya sukar diadakan perbedaan yang tegas antara teori dan hipothesis. Ada yang menganggap bahwa dalam kenyataan teori merupakan “unelaborate hypothesis”. Dalam taraf permulaanya teori-teori ini sering merupakan hipothesis yang perlu dibuktikan kebenarannya.[3]
Namun ada baiknya untuk membedakan teori dan hipothesis. Teori bertujuan untuk mengatur fakta dan memberikannya makna. Teori merupakan alat yang tersusun rapi untuk menjelaskan dan meramalkan peristiwa-peristiwa. Para sarjana mengembangkan suatu teori untuk menjelaskan peristiwa dan gejala. Trealease memberikan defenisi hipothesis sebagai “suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati”. Sedangkan Goog dan Scates menyatakan bahwa “hipothesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang dapat diamati ataupun kondisi yang diamati dan digunakan beberbagai petunjuk untuk penelitian selanjutnya”.[4] Hipothesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variable.[5]


C. Jenis-Jenis hipothesis.
Menurut Prof. S. Nasution hipothesis dapat dibedakan menurut tingkat abstraksinya, dan menurut bentuknya, sebagai berikut:[6]

1. Hipotesis yang menyatakan adanya kesamaan-kesamaan dalam dunia empiris.
Banyak diantara pertanyaan yang bersifat umum itu telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh “orang banyak”. Misalnya “orang Minangkabau banyak merantau, sedangkan orang Jawa sangat terikat kepada kampung halamannya”, atau “kewiraswastaan lebih berkembang pada orang Sumatera dari pada di kalangan orang Jawa”, atau “karena jiwa kegotong royongan masih kuat di desa, maka koperasi lebih berkembang di desa daripada di kota”, dan sebagainya.

Namun apa yang diketahui oleh orang banyak belum tentu benar. Harus dibandingkan proporsi orang Minangkabau yang merantau dengan suku-suku lainnya, agar dapat kita cap orang Minangkabau sebagai perantau. Pengetahuan orang banyak ternayta tidak selalu benar “orang banyak”. Dahulu menyatakan bahwa matahari mengitari bumi, yang ternyata tidak benar menurut penelitian. 

Ada diantara promotor thesis yang merasa keberatan terhadap hipothesis yang meneliti kebenaran hal-hal yang sudah diketahui semua orang. Penelitian serupa ini hanya mengumpulkan fakta-fakta dan tidak mentest hipothesis. Namun mengumpulkan fakta-fakta dengan menggunakan konsep-konsep yang dirumuskan dengan cermat, juga merupakan tugas penting dari suatau cabang ilmu pengetahuan, khususnya yang masih berada pada taraf permulaan perkembangan seperti halnya ilmu-ilmu sosial.

2.   Hipothesis yang berkenaan dengan model ideal.
Dunia kenyataan ini sangat komplek dan untuk mempelajarinya methode atau tipe ide-ide merupakan alat yang sangat membantu misalnya tipe intropert dan exstropert sangat membantu memahami manusia dalam hubungannya dengan dunia luar. Demikian pula sikap otoriter, demokratis, dan lisence-faire sangat berguna untuk menggambarkan mislanya hubungan pendidikan dengan anaknya.

3. hipothesis yang mencari hubungan antara sejumlah variable.
Hipothesis ini lebih abstrak daripada dua jenis sebelumnya. Dissini harus dianalisis variable-variable yang dianggap turut mempengaruhi gejala tertentu dan kemudian diselidiki hingga manakah perubahan dalam variable yang satu membawa perubahan pada variable yang lainnya. Menurut bentuknya dapat kita bendakan hipothesis yang berikutnya:

a. Hipothesis kerja
Biasanya seorang peneliti memilih hipothesis yang dianggapnya benar, sedangkan kebenaran hipothesis itu masih harus dibuktikan. Sementara itu ia harus bekerja dengan hipothesis itu, dan karena itu disebut hipothesis kerja atau hipothesis penelitian. Ada kemungkinan hipothesis kerja itu mengalami perubahan sepanjang jalannya penelitian itu. 

b.   Hipothesis nol.

Seorang ilmuan menyangsikan kebenaran setiap pertanyaan sebelum terbukti benar secara empiris. Salah satu cara untuk meragukan ialah menganggap bahwa hipothesis itu tidak benar sama sekali, jadi berisi kosong. Oleh sebab itu disebut hipothesis nol. Jadi kalau hipothesis itu berbunyi, “orang Minangkabau perantau” maka dengan hipothesis nol dikatakan bahwa “orang Minangkabau bukan perantau”. Bila tidak terbutkti bahwa “orang Minangkabau bukan perantau” maka hipothesis “orang Minagkabau perantau” itu benar.

Hipothesis nol digunakan antara lain karena seorang ilmuan harus objektif. Walaupun ia menduga kebenaran hipothesis ia tidak berusaha membuktikannya, agar jangan dituduh mempunyai bias dalam usaha membenarkannya. Untuk menjauhkan bias ia justru memperhankan kebalikannya.

Ada pula alasan, bahwa tampaknya lebih mudah membuktikan bahwa sesuatu tidak benar dari pada membuktikan kebenarannya. Suatu hal hanya mungkin “benar” atau “tidak benar”. Bila tidak dapat dibuktikan bahwa hal itu “tidak benar” maka dengan sendirinya hal itu “benar”. Hipothesis nol itu lazim digunakan oleh para peneliti ilmu-ilmu sosial.

c.    Hipothesis statistik.

Hipothesis ini menyatakan hasil observasi tentang populasi “manusia atau benda” dalam bentuk kuantitativ. Misalkan kita duga bahwa pendapatan buruh pria “kelompok A” disebuah perusahaan lebih banyak dari pada buruh wanita “kelompok B”. pendapatan rata-rata buruh pria, dinyatakan sebagai Xp dan pendapat rata-rata buruh wanita dinyatakan Xw. Maka perbedaan antara pendapatan rata-rata dinyatakan sebagai simbolis sebagai Xp-Xw.  Kita dapat mengajukan hipothesis “H” bahwa pendapatan rata-rata antara buruh pria dan wanita berbeda sebagai “H:Xp≠Xw”. Bila tidak menggunakan hipothesis nol (Ho) maka dinyatakan sebagai berikut: Ho:Xp-Xw.

Bila kita mengajukan hipothesis (H) bahwa pendapat buruh pria lebih banyak daripada pendapatan buruh wanita kita sapat melambangkan sebagai berikut: HXp>Xw, dan hipothesis nolnya sebagai Ho:Xp≤Xw. Lambang ≤ berati “sama dengan atau kurang dari”. Hipotesis statistic juga digunakan untuk menyatakan adanya hubungan antara variable atau lebih dari dua variable. Misalnya dapat diselidiki tingkat hubungan antara jumlah kendaaran dan jumlah kendaraan lalu lintas. Bila ternyata bahwa jumlah kecelakaan meningkat dengan bertambahnya jumlah kenderaan, maka dikatakan bahwa korelasi (r) atau hubungannya positif. Jumlah kenderaan dapat pula dicari hubungannya dengan misalnya ketentraman hidup. Bila ternayta ketentraman hidup berkurang dengan meningkatnya jumlah kenderaan, maka dikatakan bahwa korelasinya negatif. Tingkat korelasi dinyatakan dengan suatu angka atau koefisien. Koefisien korelasi berkisar antara –1. 00 sampai –1.00. hubungan antara dua variabel dilambangkan sebagai H0:rxy =0 artinya hipothesis menyatakan tidak ada korelasi antara variable x dan y. setiap korelasi yang berbeda dengan nol jadi H: rxy ≠0 menunjukkan adanya korelasi yang dapat dihitung besarnya yang dapat bersifat negatif atau positif.

Suatu hipothesis dapat terdiri atas lebih dari dua variabel yang dapat dicari ragam hubungan atau kovariasinya. Hipothesis dengan satu atau dua variabel disebut hipothesis yang sederhana, sedangkan yang mempunyai lebih dari dua variabel disebut hipothesis yang komplek. Menurut Muhammad Nazar, hipothesis yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a.   Hipothesis harus menyatakan hubungan.
b.   Hipothesis harus sesuai dengan fakta.


D. hipothesis Pengujian

Hipothesis yang baik harus memenuhi dua kriteria. Pertama, hipothesis harus menggambarkan hubungan antar variable-variabel.[7] Suatu hipothesis yang diuji berarti kesimpulan dan perkiraan dapat ditarik dari hipothesis tersebut, sehingga dapat dilakukan pengamatan empiris yang akan mendukung atau tidak mendukung hipothesis tersebut. Agar dapat diuji, hipothesis harus menghubung variabel-variabel yang dapat diukur. Apabila tidak terdapat alat atau cara untuk mengukur variabel-variabel, tidak mungkin dapat mengumpulkan data yang diterima untuk menguji validitas hipothesis tersebut. 

Menguji hipothesis memerlukan pengujian dalam berbagai metode penelitan, khususnya dalam tekhnik pengumpulan dan pengelolaan data. Tekhnik mana yang serasi untuk dipakai, tergantung kepada sifat masalah yang dipecahkan. Untuk menguji suatu hipothesis, penelitian:
  1. Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsikeunsi yang akan dapat diamati apabila      hipothesis tersebut benar.
  2. Memilih methode-methode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lainnya yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak dan.
  3. Menerapkan methode ini serta mengumpulkan data yang dapat menganalisis untuk menunjukkan data hipothesis teresbut didukung oleh data atau tidak.[8]
Sebuah contoh mungkin dapat membantu menggambarkan dengan lebih baik proses pengujian secara empiris. Andaikata, seorang peneliti berminat menguji hipothesis yang mengatakan bahwa ujian atau dorongan menyebabkan semakin tingginya motivasi murid. Jika hipothesis ini benar, logislah kalau kita menduga komentar guru yang bersifat mendorong (pujian) yang ditulis pada kertas jawaban murid, akan diikuti oleh peningkatan prestasi murid. Secara tersirat hal ini menunjukkan adanya asumsi bahwa peningkatan motivasi itu tampak pada hasil test yang lebih baik.
  • langkah pertama: implikasi ini dapat dinyatakan sebagai berikut: “komentar guru yang ditulis pada kertas jawaban murid mengakibatkan peningkatan hasil test murid. Hubungan antara kedua variabel, komentar guru dan prestasi murid, inilah yang harus diuji. Hipothesis semacam ini dapat diuji dengan eksprimen.
  • langkah ke-dua: penelitian bisa secara acak memilih jumlah kelas untuk dipakai dalam penyelidikan itu. Di dalam setiap kelas, secara acak siswa dibagi menjadi dua kelompok. Bagi mereka yang masuk ke dalam kelompok A, guru menuliskan komentar yang bersifat mendorong perihal hasil test mereka. (komentar ini hanya berupa kata dorongan kepada siswa seperti “bagus sekali” “pertahankan nilai baik ini” atau “kamu semakin baik”). Komentar-komentar ini hendaknya tidak ada hubungannya dengan isi satu koreksi kesalahan-kesalahan siswa tertentu. Kalau tidak, maka peningkatan prestasi itu dapat dihubungkan pada nilai pendidikan nilai komentar semacam itu dan bukan pada motivasi yang meningkat). Siswa-siswa yang dimasukkan ke dalam kelompok B tidak menerima komentar sama sekali pada kertas jawaban test mereka.
Guru memberikan suatu test objektiv yang meliputi beberapa unit materi. Test tersebut diberi skor dan perlakuan eksperimental dilakukan seperti yang dijelaskan diatas. Kemudian guru tersebut memberikan test ke-dua yang meliputi unit-unit yang derajat kesulitannya sama dengan unit sebelumnya, serta yang diajarkan sesudah test pertama dan perlakuan eksperimental diberikan. Perubahan skor dari test pertama ke test ke dua bagi setiap siswa serta nilai rata-rata bagi kelompok diperhatikan. Setelah itu melalui analisis data.

kalau kemudian diketahui bahwa sebagai suatu kelompok, siswa-siswi yang menerima komentar (kelompok A) secara signifikan mencapai nilai tambahan lebih tinggi dari pada kelompok yang tidak menerima komentar (elompok B), maka hasil tersebut mendukung hipotesis bahwa komentar guru pada kertas jawaban siswa mengakibatkan peningkatan prestasi siswa di dalam tes.

Suatu hipotesis dapat terdiri atas lebih dari dua variabel yang dapat dicari ragam hubungan atau kovariasinya. Hipotesis dengan satu atau dengan dua variabel disebut hipotesis yang sederhana, sedangkan yang mempunyai lebih dari dari dua variabel disebut hipotesis yang kompleks. Menurut Muhammad Nazar, hipotesis yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Hipotesis harus menyatakan hubungan.
  2. Hopotesis harus sesuai dengan fakta.
  3. Hipotesis harus bewrhubungan dengan ilmu, serta sesuai dan tumbuh dengan ilmu pengetahuan.
  4. Hipiotesis harus dapat diuji
  5. Hipotesis harus sederhana.
  6. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta.
Untuk merumuskan hipotesis yang baik, ada beberapa hipotesis yang baik, yang dikemukakan Sanafiah antara lain :
  1. Bisa diterima akal sehat.
  2. Mempunyai daya penjelasan atau eksplanasi yang rasional.
  3. menyatakan hubungan anatar variabel.
  4. harus dapat diuji benar salahnya.
  5. konsisten dengan teori yang sudah ada.
  6. kalimatnya sederhana dan ringkas
  7. kalimatnya berbentuk pernyataan.
Dalam setiap hipotesis yang bagus selalu memiliki hubungan yang komplek dengan wilayah pengetahuan yang terbangun secara rasional dalam sebuah penelitian dan yang akan diuji. Dengan adanya standarisasi hipotesis di atas, dapat dijadikan suatu acuan merumuskan hipotesis yang baik, benar tidaknya hipotesis akan diketahui setelah penelitii memperoleh hasil penelitian. Sedangkan perumusan hipothesis dapat diperoleh dari tiga sumber. Penggunaan ketiga sumber ini akan berkaitan dengan jenis atau sifat penelitian. Ketiga sumber hipothesis dan jenis/sifat dapat diringkas pada tabel berikut:


SUMBER
KEDUDUKAN HIPOTHESIS
TUJUAN PENELITIAN
Pengalaman, pengamatan dan duganaa sipeneliti sendiri
Bersifat sementara dan sangat lemah
Pada peneletian eksploratif atau deskriftif, untuk memperoleh hipothesis yang lebih tegas
Generalisasi empris dari hasil peneliti terdahulu
Sedikit lebih kuat
Pada penelitin inferensial untuk menguji dan memperkuat atau menolak hipothesis penelitian sebelumnya. Jika benar dapat dilanjutkan pada perumusan teori baru
Teori
Yang terkuat
Pada penelitian inferensial eksplanatif untuk mengembangkan ilmu

Sesuai dengan sifat ilmu pengetahuan yang berkembang secara akumulatif, perumusan hipothesis yang lazim didasarkan pada suatu teori. Namun demikian, tidak semua penjelasan teoritis dapat dijadikan sebagai landasan perumusan hipothesis. Pada umumnya yang dijadikan yang dijadikan sebagai landasam perumusan hipothesis adalah teori yang berupa penjelasan kausal dan analog. Karena dari sejumlah rumusan teroritis yang ada hanya teori jenis ini saja yang lebih mudah diolah menjadi hipothesis dan yang dapat diuji secara empiris, sedangkan teori lain yang menggunakan penjelasan logis , penjelasan final, penjelasan historis atau genetis dan penjelasan fungsional tidak mudah dijadikan sebagai landasan perumusan hipothesis. Jadi bila peneliti ingin mendapatkan teori  untuk landasan hipothesis penelitiannya, maka ia harus mencari teori kausal atau analog itu.

Dalam praktek penyusunan perencanaan penelitian, ternyata selain teori  masih terdapat proposisi lain yang digugakan para ahli sebagai landasan perumusun hipothesis penelitian. Proposisi-proposisi yang dimaksud adalah generalisasi empiris dan asumsi. Bila seorang peneliti menggunakan teori sebagai landasan hipothesis, maka tujuan utama penelitiaannya adalah untuk mengembangkan ilmu, tetapi bila seorang peneliti menggunakan generalisasi empiris atau asumsi sebagai landasan hipothesisnya, maka tujuan penelitiannya adalah menguji asumsi atau generalisasi tersebut.


E. Pengujian Hipotesis Untuk Penelitian Kuantitatif

Suatu hipotesis harus diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi atau lapangan empiris yang memberi data yang diperlukan. Tidak selalu mudah memperoleh sampel yang dapat dan rela memberi data. Untuk meneliti kesejahteraan buruh suatu perusahaan, harus diperoleh izin lebih dahulu dari pemilik atau pemimpinnya. Selain itu tidak selalu ada kesedian orang untuk memberikan informasi yang benar dan jujur. Ada lagi kesulitan-kesulitan lain yang harus diatasi untuk memperoleh lapangan empiris guna mentes hipotesis kita.

Secara umum hipotesis dapat diuji dengan dua cara, yaitu dengan cara mencocokkan dengan fakta atau dengan mempelajari konsistensi logika. Dalam menguji hipotesis dengan memncocokkan dengan fakta maka diperlikan percobaan-percobaan untuk memperoleh data, yang kemudian dinilai apakah cocok dengan fakta atau tidak. Cara ini digunakan dengan menggunakan desain percobaan. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain dimana logika dapat digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesis. Cara ini digunakan dalam menguji hipotesis pada penelitian yang menggunakan metode non-experimental seperti metode deskriptif, metode sejarah dan sebaginya.[9]

Seperti dikatakan sebelumnya suatu hipotesis harus dapat di tes secara empiris. Kalau dikatakan bahwa cacat jiwa disebabkan oleh “setan, jin atau roh jahat” maka tidak dapat kita peroleh data empiris tentang “setan, jin atau roh jahat” dengan alat-alat yang ada pada kita sekarang. Andaikata kita telah mengumpulkan data, bagaimanakah kita simpulkan apakah hipotesis yang kita kemukakan itu benar atau salah? Ada bahayanya seorang pemilih cenderung membenarkan hipotesisnya, karena ia dipengaruhi oleh bias atau prasangka. Dengan menggunakan data kualitatif yang diolah menurut ketentuan-ketentuan statistik dapat ditiadakan bias itu sedapat mungkin. Tentu saja seorang penyelidik harus jujur, jangan memanipulasi data, dan haru menjungjung tinggi penelitian sebagai usaha untuk mencari kebenaran sampel. Misalnya kita ingin mengetahui tinggi rata-rata badan mahasiswa Sumatera Utara. Sebenarnya kita harus mengukur tinggi semua mahasiswa,  jadi seluruh populasi. Akan tetapi oleh sebab usaha itu terlampau banyak memakan waktu, biaya dan tenaga, selain dari itu tidak perlu melakukan demikian, kita hanya mengambil sebhagiannya saja sebagai sampel, misalnya 100 orang, yang kita anggap mewakili seluruh populasi. Bila kita ambil 100 orang lainnya, besar harapan bahwa tinggi rata-ratanya hampir sama dengan sampel yang sama.

Untuk mengetahui hingga manakah suatu hipotesis dapat diterima atau harus ditolak maka secara statistik dapat dihitung tingkat segnifikansinya. Biasanya tingkat singnifikansi ditentukan sebanyak 0, 10, 0.05 dan 0.1. bila peneliti lebih dahulu menentukan tingkat signifikansi atau tingkat kepercayaan 0.05 untuk menolak suatu hipotesis, maka ada kemungkinan 5 % bahwa ia membuat kesalahan dalam keputusan menolaknya. Bila ia menentukan tingkat signifikansi 0.10, maka kemungkinan mengambil keputusan yang salah adalah 10 % dan seterusnya. 

Contohnya: misalkan kita ajukan hipothesis bahwa antara variabel X dan Y terdapat korelasi (r) positif, jadi rXY > 0 atau dilambangkan sebagai H: rXY > 0. Maka hipothesis nol dilambangkan sebagai Ho: rXY ≤ 0, artinya korelasi antara X dan Y sama dengan 0 atau kurang dari 0. Bila tingkat signifikansi yang diinginkan 0,01, maka ditulis  = 0,01 (atau 01).

Jadi tingkat signifikansi atau tingkat kepercayaan gunanya untuk memberi pegangan kepada kita mengambil mengambil keputusan dan menafsirkannya secara obyektif. Kita tidak dapat lagi memanipulasi data itu. Bagaimana kita merumuskan hipothesis nol yang kita uji berdasarkan data, bergantung sepenuhnya pada cara kita merumuskan hipothesis kerja kita. Untuk menguji hipothesis cara memilih sampel  sangat penting agar sampel itu betul-beul mewakili keseluruhan populasi. Apabila peneliti telah mengumpulkan dan mengolah data, bahan pengujian hipothesis tentu akan sampai kepada sebuah kesimpulan menerima atau menolak hipothesis tersebut. Di dalam menerima atau menolak  hipothesis maka hipothesisi alternatif (Ha) diubah menjadi hipothesis nol.

Untuk keperluan ini dicontohkan penerapannya pada sebuah populasi  berdistribusi  normal yang digambarkan dengan grafik berikut:[10] Dengan asumsi bahwa populasi tergambar dalam kurva normal, maka jika kita menentukan taraf kepercayaan 95 % dengan pengetesan 2 ekor, maka terdapat dua daerah kritik yaitu di ekor kanan dan kiri kurva, masing-masing 2½ %. Penjelasan mengenai maslah ini lebih lanjut akan diberikan pada langkah menarik kesimpulan.




Daftar Pustaka
  • Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Cet. IX. Yogyakarta : Rineka Cipta, 1993.
  • --------------------------, Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
  • Faisal, Sanafiah, format-format Penelitian Sosial, Cet. III. Jakarta : Grafindo Persada, 1995.
  • Furchan, Arif, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.
  • Good dan Scates, Methods of Reaserch Educational, Psychological, Sosiological. London Appleton – Century – Crofts, 1954.
  • Hadi, Sutrisno, Metodologi Reasearch, Yogyakarta : Andi Offset, 1989.
  • Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Alumni, 1982.
  • Nasution, S, Metode Reasearch, Cet. II. Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
  • Nazir, Muhammad, Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia, 1988.
  • Roger, Wimmer, Mass Media Reasearch : An Introduction. California : Wads Worth Publishing Company, 1999.
  • Singarimbun, Masri, et. All, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1982.
     lihatlah footnotenya pada makalah hipothesis ini.













.