Penelitian hipothesis dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. hipothesis adalah suatu pendapat yang mungkin benar dan mungkin salah, karena itu perlu diuji secara empiris. hipothesis dapat diturunkan dari teori, akan tetapi adakalanya sukar diadakan perbedaan yang tegas antara teori dan hipothesis. Ada kemungkinan hipothesis kerja itu mengalami perubahan sepanjang jalannya penelitian itu.
makalah ini disusun oleh: Tarmidzi
Penelitian hipothesis dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Tujuannya untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui prosedur-prosedur yang ilmiah. Untuk dapat melakukan penelitian yang baik, penelitian perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai macam unsur penelitian. Diantara unsur-unsur yang menjadi dasar penelitian adalah hipothesis. Tanpa hipothesis, maka proses penelitian bisa tidak terarah. Dengan kata lain hipothesis merupakan pedoman yang akan memberikan arah bagi peneliti. Disamping itu hipothesis juga memberikan kerangka untuk menafsirkan hasil-hasil penelitan dan untuk menyatakan kesimpulan-kesimpulannya. Dengan demikian, hipothesis sangat besar kegunaanya dalam penelitian ilmiah. Hipothesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamat dan sebaiknya pengamat dengan teori. |
B. hipothesis
I. Pengertian hipothesis. Hipothesis dalam penelitian penting artinya, karena dengan adanya hipothesis, ini dapat dijadikan sebagai landasan penelitian lapangan. Dalam pembicaraan sehari-hari, hipothesis sering disebut sebagai “dugaan sementara” atau pandangan yang belum sempurna. Pengertian tidak sempurna disini menunjukkan pada belum terbuktinya hipothesis tersebut secara empiris atau substansi kebenarannya, yang dikandungnya belum terbukti secara faktual. Dari kenyataan dapat difahami, hipothesis adalah suatu pendapat yang mungkin benar dan mungkin salah, karena itu perlu diuji secara empiris, agar diketahui benar atau salahnya. Roger D. Wimmer, dan kawan-kawannya mengatakan: “mass media research are use a variety of approaches to answer question. Some research is informal and seeks solve relatively simple problems: some is based on theory and requires formally worded question. All researches, how ever, must start with some tentative generalization regarding a relationship between two or more variables. Theese generalization may take two forms: research question and statical hyipotheses. The two are indentical except for the aspect of prediction-hypotheses (hipothesis) predict an experimental outcome, research question not.[1]
Hipothesis adalah pernyataan tentativ yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya. hipothesis dapat diturunkan dari teori, akan tetapi adakalanya sukar diadakan perbedaan yang tegas antara teori dan hipothesis. Ada yang menganggap bahwa dalam kenyataan teori merupakan “unelaborate hypothesis”. Dalam taraf permulaanya teori-teori ini sering merupakan hipothesis yang perlu dibuktikan kebenarannya.[3] |
C. Jenis-Jenis hipothesis.
Menurut Prof. S. Nasution hipothesis dapat dibedakan menurut tingkat abstraksinya, dan menurut bentuknya, sebagai berikut:[6] Banyak diantara pertanyaan yang bersifat umum itu telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh “orang banyak”. Misalnya “orang Minangkabau banyak merantau, sedangkan orang Jawa sangat terikat kepada kampung halamannya”, atau “kewiraswastaan lebih berkembang pada orang Sumatera dari pada di kalangan orang Jawa”, atau “karena jiwa kegotong royongan masih kuat di desa, maka koperasi lebih berkembang di desa daripada di kota”, dan sebagainya. Dunia kenyataan ini sangat komplek dan untuk mempelajarinya methode atau tipe ide-ide merupakan alat yang sangat membantu misalnya tipe intropert dan exstropert sangat membantu memahami manusia dalam hubungannya dengan dunia luar. Demikian pula sikap otoriter, demokratis, dan lisence-faire sangat berguna untuk menggambarkan mislanya hubungan pendidikan dengan anaknya. Hipothesis ini lebih abstrak daripada dua jenis sebelumnya. Dissini harus dianalisis variable-variable yang dianggap turut mempengaruhi gejala tertentu dan kemudian diselidiki hingga manakah perubahan dalam variable yang satu membawa perubahan pada variable yang lainnya. Menurut bentuknya dapat kita bendakan hipothesis yang berikutnya: b. Hipothesis harus sesuai dengan fakta. |
D. hipothesis Pengujian
Hipothesis yang baik harus memenuhi dua kriteria. Pertama, hipothesis harus menggambarkan hubungan antar variable-variabel.[7] Suatu hipothesis yang diuji berarti kesimpulan dan perkiraan dapat ditarik dari hipothesis tersebut, sehingga dapat dilakukan pengamatan empiris yang akan mendukung atau tidak mendukung hipothesis tersebut. Agar dapat diuji, hipothesis harus menghubung variabel-variabel yang dapat diukur. Apabila tidak terdapat alat atau cara untuk mengukur variabel-variabel, tidak mungkin dapat mengumpulkan data yang diterima untuk menguji validitas hipothesis tersebut.
Menguji hipothesis memerlukan pengujian dalam berbagai metode penelitan, khususnya dalam tekhnik pengumpulan dan pengelolaan data. Tekhnik mana yang serasi untuk dipakai, tergantung kepada sifat masalah yang dipecahkan. Untuk menguji suatu hipothesis, penelitian:
- Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsikeunsi yang akan dapat diamati apabila hipothesis tersebut benar.
- Memilih methode-methode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lainnya yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak dan.
- Menerapkan methode ini serta mengumpulkan data yang dapat menganalisis untuk menunjukkan data hipothesis teresbut didukung oleh data atau tidak.[8]
Sebuah contoh mungkin dapat membantu menggambarkan dengan lebih baik proses pengujian secara empiris. Andaikata, seorang peneliti berminat menguji hipothesis yang mengatakan bahwa ujian atau dorongan menyebabkan semakin tingginya motivasi murid. Jika hipothesis ini benar, logislah kalau kita menduga komentar guru yang bersifat mendorong (pujian) yang ditulis pada kertas jawaban murid, akan diikuti oleh peningkatan prestasi murid. Secara tersirat hal ini menunjukkan adanya asumsi bahwa peningkatan motivasi itu tampak pada hasil test yang lebih baik.
- langkah pertama: implikasi ini dapat dinyatakan sebagai berikut: “komentar guru yang ditulis pada kertas jawaban murid mengakibatkan peningkatan hasil test murid. Hubungan antara kedua variabel, komentar guru dan prestasi murid, inilah yang harus diuji. Hipothesis semacam ini dapat diuji dengan eksprimen.
- langkah ke-dua: penelitian bisa secara acak memilih jumlah kelas untuk dipakai dalam penyelidikan itu. Di dalam setiap kelas, secara acak siswa dibagi menjadi dua kelompok. Bagi mereka yang masuk ke dalam kelompok A, guru menuliskan komentar yang bersifat mendorong perihal hasil test mereka. (komentar ini hanya berupa kata dorongan kepada siswa seperti “bagus sekali” “pertahankan nilai baik ini” atau “kamu semakin baik”). Komentar-komentar ini hendaknya tidak ada hubungannya dengan isi satu koreksi kesalahan-kesalahan siswa tertentu. Kalau tidak, maka peningkatan prestasi itu dapat dihubungkan pada nilai pendidikan nilai komentar semacam itu dan bukan pada motivasi yang meningkat). Siswa-siswa yang dimasukkan ke dalam kelompok B tidak menerima komentar sama sekali pada kertas jawaban test mereka.
Guru memberikan suatu test objektiv yang meliputi beberapa unit materi. Test tersebut diberi skor dan perlakuan eksperimental dilakukan seperti yang dijelaskan diatas. Kemudian guru tersebut memberikan test ke-dua yang meliputi unit-unit yang derajat kesulitannya sama dengan unit sebelumnya, serta yang diajarkan sesudah test pertama dan perlakuan eksperimental diberikan. Perubahan skor dari test pertama ke test ke dua bagi setiap siswa serta nilai rata-rata bagi kelompok diperhatikan. Setelah itu melalui analisis data.
kalau kemudian diketahui bahwa sebagai suatu kelompok, siswa-siswi yang menerima komentar (kelompok A) secara signifikan mencapai nilai tambahan lebih tinggi dari pada kelompok yang tidak menerima komentar (elompok B), maka hasil tersebut mendukung hipotesis bahwa komentar guru pada kertas jawaban siswa mengakibatkan peningkatan prestasi siswa di dalam tes.
Suatu hipotesis dapat terdiri atas lebih dari dua variabel yang dapat dicari ragam hubungan atau kovariasinya. Hipotesis dengan satu atau dengan dua variabel disebut hipotesis yang sederhana, sedangkan yang mempunyai lebih dari dari dua variabel disebut hipotesis yang kompleks. Menurut Muhammad Nazar, hipotesis yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
- Hipotesis harus menyatakan hubungan.
- Hopotesis harus sesuai dengan fakta.
- Hipotesis harus bewrhubungan dengan ilmu, serta sesuai dan tumbuh dengan ilmu pengetahuan.
- Hipiotesis harus dapat diuji
- Hipotesis harus sederhana.
- Hipotesis harus bisa menerangkan fakta.
Untuk merumuskan hipotesis yang baik, ada beberapa hipotesis yang baik, yang dikemukakan Sanafiah antara lain :
- Bisa diterima akal sehat.
- Mempunyai daya penjelasan atau eksplanasi yang rasional.
- menyatakan hubungan anatar variabel.
- harus dapat diuji benar salahnya.
- konsisten dengan teori yang sudah ada.
- kalimatnya sederhana dan ringkas
- kalimatnya berbentuk pernyataan.
Dalam setiap hipotesis yang bagus selalu memiliki hubungan yang komplek dengan wilayah pengetahuan yang terbangun secara rasional dalam sebuah penelitian dan yang akan diuji. Dengan adanya standarisasi hipotesis di atas, dapat dijadikan suatu acuan merumuskan hipotesis yang baik, benar tidaknya hipotesis akan diketahui setelah penelitii memperoleh hasil penelitian. Sedangkan perumusan hipothesis dapat diperoleh dari tiga sumber. Penggunaan ketiga sumber ini akan berkaitan dengan jenis atau sifat penelitian. Ketiga sumber hipothesis dan jenis/sifat dapat diringkas pada tabel berikut:
SUMBER | KEDUDUKAN HIPOTHESIS | TUJUAN PENELITIAN |
Pengalaman, pengamatan dan duganaa sipeneliti sendiri | Bersifat sementara dan sangat lemah | Pada peneletian eksploratif atau deskriftif, untuk memperoleh hipothesis yang lebih tegas |
Generalisasi empris dari hasil peneliti terdahulu | Sedikit lebih kuat | Pada penelitin inferensial untuk menguji dan memperkuat atau menolak hipothesis penelitian sebelumnya. Jika benar dapat dilanjutkan pada perumusan teori baru |
Teori | Yang terkuat | Pada penelitian inferensial eksplanatif untuk mengembangkan ilmu |
Sesuai dengan sifat ilmu pengetahuan yang berkembang secara akumulatif, perumusan hipothesis yang lazim didasarkan pada suatu teori. Namun demikian, tidak semua penjelasan teoritis dapat dijadikan sebagai landasan perumusan hipothesis. Pada umumnya yang dijadikan yang dijadikan sebagai landasam perumusan hipothesis adalah teori yang berupa penjelasan kausal dan analog. Karena dari sejumlah rumusan teroritis yang ada hanya teori jenis ini saja yang lebih mudah diolah menjadi hipothesis dan yang dapat diuji secara empiris, sedangkan teori lain yang menggunakan penjelasan logis , penjelasan final, penjelasan historis atau genetis dan penjelasan fungsional tidak mudah dijadikan sebagai landasan perumusan hipothesis. Jadi bila peneliti ingin mendapatkan teori untuk landasan hipothesis penelitiannya, maka ia harus mencari teori kausal atau analog itu.
Dalam praktek penyusunan perencanaan penelitian, ternyata selain teori masih terdapat proposisi lain yang digugakan para ahli sebagai landasan perumusun hipothesis penelitian. Proposisi-proposisi yang dimaksud adalah generalisasi empiris dan asumsi. Bila seorang peneliti menggunakan teori sebagai landasan hipothesis, maka tujuan utama penelitiaannya adalah untuk mengembangkan ilmu, tetapi bila seorang peneliti menggunakan generalisasi empiris atau asumsi sebagai landasan hipothesisnya, maka tujuan penelitiannya adalah menguji asumsi atau generalisasi tersebut.
E. Pengujian Hipotesis Untuk Penelitian Kuantitatif
Suatu hipotesis harus diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi atau lapangan empiris yang memberi data yang diperlukan. Tidak selalu mudah memperoleh sampel yang dapat dan rela memberi data. Untuk meneliti kesejahteraan buruh suatu perusahaan, harus diperoleh izin lebih dahulu dari pemilik atau pemimpinnya. Selain itu tidak selalu ada kesedian orang untuk memberikan informasi yang benar dan jujur. Ada lagi kesulitan-kesulitan lain yang harus diatasi untuk memperoleh lapangan empiris guna mentes hipotesis kita. Secara umum hipotesis dapat diuji dengan dua cara, yaitu dengan cara mencocokkan dengan fakta atau dengan mempelajari konsistensi logika. Dalam menguji hipotesis dengan memncocokkan dengan fakta maka diperlikan percobaan-percobaan untuk memperoleh data, yang kemudian dinilai apakah cocok dengan fakta atau tidak. Cara ini digunakan dengan menggunakan desain percobaan. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain dimana logika dapat digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesis. Cara ini digunakan dalam menguji hipotesis pada penelitian yang menggunakan metode non-experimental seperti metode deskriptif, metode sejarah dan sebaginya.[9] Seperti dikatakan sebelumnya suatu hipotesis harus dapat di tes secara empiris. Kalau dikatakan bahwa cacat jiwa disebabkan oleh “setan, jin atau roh jahat” maka tidak dapat kita peroleh data empiris tentang “setan, jin atau roh jahat” dengan alat-alat yang ada pada kita sekarang. Andaikata kita telah mengumpulkan data, bagaimanakah kita simpulkan apakah hipotesis yang kita kemukakan itu benar atau salah? Ada bahayanya seorang pemilih cenderung membenarkan hipotesisnya, karena ia dipengaruhi oleh bias atau prasangka. Dengan menggunakan data kualitatif yang diolah menurut ketentuan-ketentuan statistik dapat ditiadakan bias itu sedapat mungkin. Tentu saja seorang penyelidik harus jujur, jangan memanipulasi data, dan haru menjungjung tinggi penelitian sebagai usaha untuk mencari kebenaran sampel. Misalnya kita ingin mengetahui tinggi rata-rata badan mahasiswa Sumatera Utara. Sebenarnya kita harus mengukur tinggi semua mahasiswa, jadi seluruh populasi. Akan tetapi oleh sebab usaha itu terlampau banyak memakan waktu, biaya dan tenaga, selain dari itu tidak perlu melakukan demikian, kita hanya mengambil sebhagiannya saja sebagai sampel, misalnya 100 orang, yang kita anggap mewakili seluruh populasi. Bila kita ambil 100 orang lainnya, besar harapan bahwa tinggi rata-ratanya hampir sama dengan sampel yang sama. Untuk mengetahui hingga manakah suatu hipotesis dapat diterima atau harus ditolak maka secara statistik dapat dihitung tingkat segnifikansinya. Biasanya tingkat singnifikansi ditentukan sebanyak 0, 10, 0.05 dan 0.1. bila peneliti lebih dahulu menentukan tingkat signifikansi atau tingkat kepercayaan 0.05 untuk menolak suatu hipotesis, maka ada kemungkinan 5 % bahwa ia membuat kesalahan dalam keputusan menolaknya. Bila ia menentukan tingkat signifikansi 0.10, maka kemungkinan mengambil keputusan yang salah adalah 10 % dan seterusnya. Contohnya: misalkan kita ajukan hipothesis bahwa antara variabel X dan Y terdapat korelasi (r) positif, jadi rXY > 0 atau dilambangkan sebagai H: rXY > 0. Maka hipothesis nol dilambangkan sebagai Ho: rXY ≤ 0, artinya korelasi antara X dan Y sama dengan 0 atau kurang dari 0. Bila tingkat signifikansi yang diinginkan 0,01, maka ditulis = 0,01 (atau 01). Untuk keperluan ini dicontohkan penerapannya pada sebuah populasi berdistribusi normal yang digambarkan dengan grafik berikut:[10] Dengan asumsi bahwa populasi tergambar dalam kurva normal, maka jika kita menentukan taraf kepercayaan 95 % dengan pengetesan 2 ekor, maka terdapat dua daerah kritik yaitu di ekor kanan dan kiri kurva, masing-masing 2½ %. Penjelasan mengenai maslah ini lebih lanjut akan diberikan pada langkah menarik kesimpulan. |
Daftar Pustaka
- Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Cet. IX. Yogyakarta : Rineka Cipta, 1993.
- --------------------------, Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
- Faisal, Sanafiah, format-format Penelitian Sosial, Cet. III. Jakarta : Grafindo Persada, 1995.
- Furchan, Arif, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.
- Good dan Scates, Methods of Reaserch Educational, Psychological, Sosiological. London Appleton – Century – Crofts, 1954.
- Hadi, Sutrisno, Metodologi Reasearch, Yogyakarta : Andi Offset, 1989.
- Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Alumni, 1982.
- Nasution, S, Metode Reasearch, Cet. II. Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
- Nazir, Muhammad, Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia, 1988.
- Roger, Wimmer, Mass Media Reasearch : An Introduction. California : Wads Worth Publishing Company, 1999.
- Singarimbun, Masri, et. All, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1982.