Implementasi Pendidikan Akhlak dan Problematikanya

Makalah Implementasi Pendidikan Akhlak dan Problematikanya

BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni al-Qur'an dan al-Hadits yang di dalamnya menguraikan dengan jelas tentang moral atau akhlak dalam kegiatan manusia. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

Inti dari ajaran Islam ialah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia, sebab dalam bidang inilah terletak hakikat manusia.[1] akhlak adalah misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Artinya: Abdullah telah menceritakan kepada kita, telah menceritakan kepadaku Abi, telah menceritakan kepada kita Said bin Manshur, berkata : telah menceritakan kepada kita Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin Ajlan dari Qa’qa’ bin Hakim dari Abi Shaleh dari Abi Hurairah berkata Rasulullah bersabda: Sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR. Imam Ahmad bin Hambal)[2]

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Saw hanyalah untuk membangun akhlak yang mulia atau menciptakan manusia-manusia yang memiliki perilaku yang baik dan jujur. Pemberian pendidikan, khususnya pendidikan akhlak adalah sangat penting artinya bagi pembentukan sikap dan tingkah laku anak, agar menjadi anak yang baik dan bermoral karena pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam.[3] Imam al-Ghazali mengemukakan tentang kewajiban orang tua, yaitu: “harus mendidik, mengasuh dan mengajarnya dengan akhlak atau moral yang tinggi serta memeliharanya dari lingkungan yang buruk.”[4]

Fenomena di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dari dunia pendidikan lewat pendidikan nilainya dengan kenyataan yang dapat kita saksikan di masyarakat sehinga memunculkan tanda tanya terhadap makna pendidikan, khususnya keefektifan dalam membangun afeksi anak didik yang eternal serta mampu manjawab tantangan zaman (actual).

Membicarakan efektivitas pendidikan kaitannya dengan “degradasi moral” atau “kekeringan nilai”, terdapat beberapa masalah pokok yang turut menjadi akar krisis mentalitas dan moral di lingkungan pendidikan nasional. Salah satu dari permasalahan pokok tersebut yaitu sebagaimana pendapat Azyumardi Azra: Materi yang dapat menumbuhkan rasa afeksi seperti materi pelajaran agama misalnya, umumnya hanya disampaikan dalam bentuk verbalisme, yang disertai dengan roote memorizing. Akibatnya bisa diduga mata pelajaran tersebut cenderung hanya sekedar untuk dihapalkan dan diketahui agar lulus ujian. Tetapi tidak untuk di internalisasikan dan dipraktekkan sehingga betul-betul menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri peserta didik.[5]

Demikian juga media elektronik (televisi, film) yang menayangkan gambar-gambar atau film yang tidak pantas dilihat oleh anak-anak yang sangat berpengaruh dalam kehidupan dan perilaku anak sehari-hari. Kenyataan di atas dapat dijadikan salah satu faktor terjadinya problem dalam pembetukan akhlak anak.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana seorang guru dapat memberikan pendidikan akhlak di sekolah dengan baik dalam waktu yang terbatas tersebut sementara tantangan dan faktor-faktor yang dapat merusak akhlak cukup banyak. Dari sini maka perlu adanya saling pengertian antara guru dan orang tua untuk bekerja sama membimbing dan mengarahkan serta memberi tauladan yang dapat dijadikan contoh yang baik bagi anak.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN AKHLAK

Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan akhlak terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian pendidikan.

             a. Menurut Soegarda Poerbakawatja dalam ensiklopedi pendidikan:

Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta ketrampilannya (orang menamakan ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”[6]

             b. Menurut Ahmad D. Marimba:

“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[7]

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya baik jasmani maupun rohani sehingga mencapai kedewasaan yang akan menimbulkan perilaku utama dan kepribadian yang baik.

Adapun pengertian akhlak dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.[8] Kata akhlak walaupun diambil dari bahasa Arab (yang biasa diartikan tabiat, perangai, kebiasaan,) namun kata seperti itu tidak diketemukan dalam Al-Qur'an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Qalam ayat 4 sebagai konsideran pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul.[9]

Artinya: Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam : 4) [10]


B. TUJUAN PENDIDIKAN AKHLAK

Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral bukan hanya sekedar memenuhi otak murid-murid dengan ilmu pengetahuan tetapi tujuannya ialah mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan, pendidikan fisik dan mental, perasaan dan praktek serta mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat.[11] Adapun tujuan pendidikan akhlak secara umum yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Tujuan pendidikan akhlak menurut Omar Muhammad Al Thoumy Al- Syaibani “Tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akherat), kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat”.[12] Pada dasarnya apa yang akan dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri.

b. Tujuan pendidikan akhlak menurut M. Athiyah al Abrasyi “Tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk manusia yang berakhlak (baik laki-laki maupun wanita) agar mempunyai kehendak yang kuat, perbuatan-perbuatan yang baik, meresapkan fadhilah (kedalam jiwanya) dengan meresapkan cinta kepada fadhilah (kedalam jiwanya) dengan perasaan cinta kepada fadhilah dan menjauhi kekejian (dengan keyakinan bahwa perbuatan itu benar-benar keji).[13]

c. Tujuan pendidikan akhlak menurut Mahmud Yunus “Tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatannya, suci murni hatinya”.[14]


Tujuan di atas selaras dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/Th. 2003, bab II, Pasal 3 dinyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[15]

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut mengisyaratkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan adalah sebagai usaha mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu pendidikan dan martabat manusia baik secara jasmaniah maupun rohaniah.


C. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AKHLAK

Pendidikan tidak hanya dibebani tugas mencerdaskan anak didik dari segi kognitif saja, akan tetapi kecerdasan dari segi afektif dan psikomotorik tugas harus diperhatikan. Dalam hal ini beban pendidikan yang berkaitan dengan kecerdasan afektif siswa adalah upaya membina moral (akhlak) peserta didik. Moral yang diharapkan adalah moral yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang disandarkan pada keyakinan beragama. Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut dewasa ini tampaknya banyak kendala yang harus dihadapi.

Munculnya isu kemerosotan martabat manusia (dehumanisasi) yang muncul akhir-akhir ini. Dapat diduga akibat krisis moral. Krisis moral terjadi antara lain akibat ketidak berimbangnya antatra kemajuan “IPTEK“ dan “IMTAQ“.

Di lingkungan sekolah pendidikan pada kenyataannya dipraktekkan sebagai pengajaran yang sifatnya verbalistik. Pendidikan yang terjadi di sekolah formal adalah dikte, diktat, hafalan, tanya jawab, dan sejenisnya yang ujung-ujungnya hafalan anak di tagih melalui evaluasi tes tertulis. Kalau kenyataannya seperti itu berarti anak didik baru mampu menjadi penerima informasi belum menunjukkan bukti telah menghayati nilai-nilai Islam yang diajarkan. Pendidikan akhlak seharusnya bukan sekedar untuk menghafal, namun merupakan upaya atau proses, dalam mendidik murid untuk memahami, mengetahui sekaligus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Islam dengan cara membiasakan anak mempraktekkan ajaran Islam dalam kesehariannya. Ajaran Islam sejatinya untuk diamalkan bukan sekedar di hafal, bahkan lebih dari itu mestinya sampai pada kepekaan akan amaliah Islam itu sendiri sehingga mereka mampu berbuat baik dan menghindari berbuat jahat.[16]

Melihat fenomena tersebut masih banyak problem yang harus di selesaikan meliputi metode dan pendekatan untuk menyampaikan esensi dan klasifikasi ajaran Islam yang harus di utamakan. Ajaran Islam harus mencerminkan perilaku keseharian dan kepribadian sekaligus spiritualisme dalam hubungan antara manusia dan khalik-Nya.


D. PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN AKHLAK

Peran seorang guru sangat penting dalam menentukan keberhasilan kependidikan yang dilaksanakan, dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya pendidikan untuk mencapai suatu tujuan tergantung kepada seorang guru dalam mengelola pendidikan dan pengajaran. Mengingat peran guru sangat dalam dan luas, maka dengan keterbatasannya kemampuan penulis, maka peran guru dalam pendidikan akhlak akan ditinjau dari tiga hal yaitu:

a. Kedudukan guru

Salah satu hal yang menarik dalam ajaran Islam adalah penghargaan yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Hal tersebut dikarenakan guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai pengetahuan.[17]

Di dalam al-Quran dijelaskan pula tentang kedudukan orangorang yang berpengetahuan. Allah berfirman dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yaitu sebagai berikut:

Artinya: …niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.al-Mujadilah: : 11)[18]

b. Tugas dan Fungsi Guru

Pendidik mempunyai tugas yang sangat penting dalam proses pendidikan Di antaranya, ialah: (a) membimbing, mencari pengenalan terhadap kebutuhan dan kesanggupan pelajar, (b) menciptakan situasi pendidikan yang kondusif, di mana seluruh tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik sehingga mencapai hasil yang memuaskan, (c) memiliki pengetahuan agama dan pengetahuan yang diperlukan untuk diamalkan dan diyakini.[19]

c. Peran guru dalam Pendidikan akhlak

Menurut al-Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Mukhtar bahwa "seorang guru agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan jiwa atau hati murid-muridnya sehingga semakin dekat kepada Allah Swt dan memenuhi tugasnya sebagai khalifah di bumi ini."[20]

Dengan banyaknya pengalaman yang bersifat agama, dan semakin banyak ilmu agama yang terinternalisasi pada diri anak, maka sikap, tindakan, kelakuan, dan cara menghadapi sesuatu akan sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang telah diserap oleh anak.


DAFTAR PUSTAKA
  • Al-Abrasyi, M. Athiyah. Dasar-dasar Fokok Fendidikan Islam, Terj. Djohar Bustani, Aghani, dan Johar Bahri, Jakarta: Bulan Bintang. 1990
  • Al-Ghazali, Imam, Ihya’ Ulumuddin Juz III, Kairo: Isa al-Babil al-Halabi, tt.
  • Al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang. 1999
  • Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers. 2002
  • Arifin, Imron. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan, Malang: Kalimasada Press. 1994
  • Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
  • Azizy, A. Qodri A. Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial Semarang: Aneka Ilmu, 2003
  • Azyumardi, Azra. Paradigma Baru Pendidikan Nasional (rekonstruksi dan demokratisasi), Cet. 1. Jakarta: Buku Kompas. 2002
  • Bisri, Adib dan Munawir A. Fatah. Kamus Al-Bisri Indonesia-Arab Arab- Indonesia, Cet. II. Surabaya: Pustaka Progresi. 1999
  • Daradjad, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama, Cet. VII Jakarta: Bulan Bintang, 1996
  • Depag R.I. Al Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: PT. Karya Toha Putra1996
  • Depag RI. Kurikulum Nasional; Kompetensi Dasar MI dan MTs Mata Pelajaran PAI, Jakarta: Puslitbang-Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001
  • Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1993
  • Hambal, Imam Ahmad bin. Musnad Imam Ahmad Abu Hambal, Juz II, BeirutI Darul Kutub. 1413 H
  • Langgulung Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Cet. 5 Jakata: Pustaka Al- Husna Baru, Lampiran pada SK Menteri Agama RI No. 16 Tahun 1978., 2005
  • Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al Ma’arif. 1999
  • Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006
  • Mukhtar. Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Misaka Galiza. 2003
  • Narbuko, Kholid dan Abu Ahmadi. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara. 2001
  • Nasution. Azas-azas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara. 1999
  • Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf, Cet. 3 Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000
  • Poerbakawatja, Soegarda dan H. A.H Harahap. Ensiklopedi Fendidikan, Jakarta: Gunung Agung. 1992
  • Poerwadarminto. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 1992
  • Quthb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun Bandung: Ma’arif. 1993
  • Rahmawati, Siti Uriana. Perkembangan Jiwa Keagamaan Anak dan Implikasinya pada Pendidikan, dalam Jurnal Pendidikan Islam, volume 10, No.1. 2001
  • Ramayulis, dkk. Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam Mulia. 2001
  • Razak, Nasruddin. Dienul Islam, Bandung: Al-Ma'arif. 1993
  • Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan. 2003
  • Sudarsono Etika tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta. Cet. I. 1999
  • Sudjana, Nana dan Ahmad Rifa’i. Teknologi Fengajaran, Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2003
  • Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. III. Bandung: Sinar Mandiri. 1991
  • Nana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru. 1999
  • Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta: Belukar. 2004
  • Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta. 2006
  • Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya. 1994
  • Tafsir. Moralitas Al-qur`an Dan Tantangan Modernitas, Cet. 1 Yogyakarta: Gama Media
  • Thoha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996
  • Tirtarahardja, Umar dan La Sula. Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta. 1998
  • Ulwan, Abdullah Nasih. Pendidikan Anak menurut Islam; Kaidah-kaidah Dasar,terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, BandungI Remaja Rosdakarya. 1992
  • Undang-undang RI. Sistem Pendidikan Nasional, Cet VII. Semarang: Aneka Ilmu. 2003
  • Wilis, Sofyan S. Problem Remaja dan Pemecahannya, Bandung: Angkasa. 1994
  • Ya’qub, Hamzah. Etika Islam: Pembinaan Akhlakul Karimah suatu Pengantar, Cet. IV. Bandung: Diponegara. 1993
  • Yaljan, Miqdad. Kecerdasan Moral; Pendidikan Moral yang Terlupakan, terj. Tulus Musthofa, Sleman: Pustaka Fahima. 2003
  • Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Cet. II. Jakarta: Hida Karya Agung. 1998
  • Yusuf, Muhammad Zein. Ahklak Tasawuf, Semarang: Al Husna. 1993
  • Zaenuddin. Seluk Beluk Pendidikan al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara. 1991
  • Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Bumi Aksara. 1995
___________________________
[1] Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma'arif, 1973), h. 45
[2] Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Abu Hambal, Juz II, (Beirut: Darul Kutub, 1413 H), h. 504
[3] M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Djohar Bustami, Aghani, dan Johar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 24
[4] M. Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit., h. 119
[5] Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: Buku Kompas, 2002), Cet. 1, h. 181
[6] Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 257
[7] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1989),h. 19
[8] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 20
[9] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (BandungI Mizan, 2003), h. 253
[10] Depag RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1996), h. 451
[11] M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, L.I.S., (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. Cet. I, h. 15 dan 109
[12] Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. I, h. 346
[13] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry L.I.S.,(Jakarta: Bulan Bintang,1970), h.108
[14] Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1978), Cet. II, h. 22
[15] Undang-undang RI, Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Cet. VII, h. 7
[16] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Cet. II, h. 64-65
[17] Ahmad Tafsir, Op. Cit., h. 76.
[18] Depag. RI., Op.Cit, h. 434
[19] Armai Arief, Op.Cit., h. 72
[20] Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h. 92













.