Makalah Sunan Abi Dawud Dan Sunan Imam At-Tirmidzi
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, kini giliran Imam Abu Dawud dan Imam at-Tirmizi, yang juga merupakan ahli hadis dan penghimpun hadis yang terkenal dan masuk dalam kategori kutub as-sittah. Karyanya yang termasyhur yaitu Kitab al-Jami’ (Jami’ at-Tirmizi).
Kalau Imam al-Bukhari dan Imam Muslim terkenal dengan kitab sahihnya, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai dua kitab sunan yaitu Sunan Abi Dawud dan Sunan at-Tirmizi yang secara sekilas mereka terkenal sebagai ahli hadis dan juga ahl fiqih. Lalu apa perbedaan di antara kedua kitab ini dan mengapa mereka masuk dalam kategori kitab enam yang diakui itu?
Sebagaimana diketahui bahwa kitab sunan adalah kitab yang disusun berdasarkan bab-bab hukum seperti taharah, salat, zakat yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, sedangkan pendapat para sahabat tidak disebutkan didalamnya.[1]
Maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang kedua imam diatas berdasarkan biografi, sistematikan penulisan dan kandungan sunannya, penilaian dan komentar ulama dan pakar, serta kitab-kitab syarahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Biografi Abu Dawud
Nama lengkap Imam Abu Dawud adalah Sulaiman bin al-Asy as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr al-Azi as-Sijistani. Beliau merupakan seorang imam ahli hadis yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli hadis dan pengarang kitab sunan. Beliau lahir pada tahun 202 H/817 M di Sijiatan.[2] Abu Dawud meninggal dunia di Basrah pada tanggal 16 Syawal 275 H/889 M.[3]
Pribadi Abu Dawud sejak sejak masih kecil merupakan pecinta ilmu pengetahuan dan bergaul dengan para ulama guna menerima ilmu yang diinginkannya. Sebelum dewasa beliau telah melakukan rihlah ilmiyah dan belajar hadis keberbagai negeri seperti, Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lainnya. Hasil pengembarannya dikonklusikan dengan menyaring hadis-hadis untuk kemudian ditulis dalam sunannya. Di Baghdad beliau mengajarkan hadis dan fiqih kepada para penduduk dengan menggunakan kita sunan sebagai referensi utamanya. Kitab sunannya mendapat pujian yang besar dari Imam Ahmad bin Hambal. Imam Abu Dawud Kemudian menetap di Basrah atas permintaan gubernur Basrah.[4]
Beliau mempunyai beberapa guru antara lain: Ahmad bin Hambal al-Qan’abi, Abu ‘Amr ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja, Abu al-Walid at-Tayalisi dan lain-lain. Di antara muridnya antara lain: Abu Isa at-Tirmizi, Abu Abd ar-Rahman an-Nasa’i, Abu Bakar bin Abi dawud, Abu ‘Awanah, Abu Sa’id al-A’rabi, Abu Ali al-Lu’lu’i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.[5]
C. Sistematika Pernulisan dan Kandungan Sunannya
Imam Abu Dawud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadisnya berfokus murni pada hadis tentang syariat. Setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan alquran, begitu pula sanadnya. Beliau pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal untuk meminta perbaikan.
Abu Dawud adalah salah seorang perawi yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadis memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abi Dawud. Kriteria yang digunakan Abu Dawud sebagaimana telah ditetapkan olehnya bahwa kitabnya terdiri dari hadis sahih, hadis yang mirip dengannya (yusybihuhu) dan hadis yang berdekatan dengannya (yuqarribuhu).[6]
Karya-karya di bidang kitab-kitab hadis seperti kitab jami’, Musnad dan sebagainya disamping berisi hadis-hadis hukum,juga memuat hadis-hadis yang berkenaan denan amal-amal yang terpiji (fada’il amal), kisah-kisah, nasehat-nasehat (mawa’iz),adab dan tefsir. Cara demikian tetap belangsung sapai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabbya khusus memuat hadis-hadis hukum dan sunnah-sunah yang menyangkut hukum. Ketika selesai Abu Dawud memperlihatkan kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hambal , dan Ibn Hambal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.[7]
Abu Dawud dalam Sunannya tidak hanya mncantumkan hadis-hadis sahih sebagaiman telah dilakukan oleh al-Bukhari dan Muslim, tetapi ia memasukkan pula di dalamnya hadis sahih, hadis hasan, hadis da’if yang tidak terlalu lemah dan hadis yang tidak disepakati para ulama untuk ditinggalkan. Hadis-hadis yang sangat lemah ia jelaskan kelemahannya.[8]
Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Mekkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan mengenai kita Sunannya. Abu Dawud menulis sebagai berikut:
“Aku mendengar dan menulis hadis Rasulallah saw sebanyak 50.000 buah. Dari jumlah tersebut aku seleksi sebanyak 4.800 hadis yang kemudian aku tuangkan ke dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadis-hadis yang sahih, semi sahih dan mendekati sahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadispun yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan Segala hadis macam ini ada hadis yang tidak sahih sanadnya. Adapun hadis yang tidak kami beri penjelasan sedikitpun, maka hadis ini bernilai salih ( dapat dipakai), dan sebagian hadis salih ini ada yang lebih sahih dari yan lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab sesudah al-quran yan harus dipelajari selain dari pada kitab ini. Empat buah hadis saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagamaan tiap orang.[9] Hadis tersebut adalah:
Pertama:
انماالاعمال بالنيات وانما لكل امرء مانوى
Artinya: “Segala amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap orang memperoleh apa yang ia niatkan”. [10]
Kedua:
من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
Artinya: “Termasuk kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya”.[11]
Ketiga:
لا يكون المؤمن مؤمنا حتى يرضى لأخيه ما يرضاه لنفسه
Artinya: “Tidaklah seorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya”.[12]
Keempat:
الحلال بين والحرام بين وبينهماامورمشتبهات لايعلمها كثيرمن الناس فمن اتقى الشبهات فقداستبحألدينه وعرضهومن وقع فى المشترهات وقع فى الحرام .....الخ
Artinya: “Yang halal itu jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat atau samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menghindari syubhat berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus kedalam syubhat, maka ia terjerumus kadalam perbuatan haram, ibarat pengembala yang mengembalakan ternaknya ditempat terlarang”.[13]
Adapun alasan Abu Dawud menggunakan empat hadis tersebut karena dengan empat hadis itu cukup bagi seseorang menjadi muslim sejati. Kandungan Sunan Abi Dawud adalah sebagai berikut:
1. Kitab at-Taharah
2. Kitab as-Salat
3. Kitab az-Zakat
4. Kitab al-Manasik Wa al-Haj
5. Kitab an-Nikah
6. Kitab at-Talaq
7. Kitab as-Siyam
8. Kitab al-Jihad
9. Kitab al-Dahaya
10. Kiab al-Said
11. Kitab al-Wasaya
12. Kitab al-Fara’id
13. Kitab al-Kharaj wa al-Fai Wa al-Imarah
14. Kitab al-Janaiz
15. Kitab al-Aiman Wa an-Nuzur
16. Kitab al-Buyu
17. Kitab al-Ijarah
18. Kitab al-Aqdiyah
19. Kitab al-‘Ilm
20. Kitab al-Asyribah
21. Kitab al-At’imah
22. Kitab at-Tibb
23. Kitab al-Kahanah Wa at-Tatayyur
24. Kitab al-Huruf Wa al-Qiraat
25. Kitab al-Hammam
26. Kitab al-Libas
27. Kitab at-Tarajjul
28. Kitab al-Khatam
29. Kitab al-Fitan Wa al-Malahim
30. Kitab al-Mahdi
31. Kitab al-Malahim
32. Kitab al-Hudud
33. Kitab dl-Diyar
34. Kitab as-Sunnah
35. Kitab al-Adab
Kitab Sunan Abi Dawud diakui oleh mayoritas dunia muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling autentik. Namun diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian ditandai beliau dan sebagian tidak). Dengan kata lain beliau mengakui dan menerangkan sebab-sebabnya, seperti menurut beliau karena ada tambahan kata-kata di dalam hadis tersebut, dan hal itu disengaja karena kekhawatiran beliau apabila ditulis panjang tidak dapat diketahui oleh orang awam dalam hal hukum.[14]
D. Penilaian dan Komentar Ulama dan Pakar
Sebagai ulama hadis yang besar dan terkenal, keprofesionalan Abu Dawud dalam bidang hadis mendapatkan pujian yang tidak sedikit dari para ulama, di antaranya:
a. Al-Hafiz Abu Sulaiman al-Khattabi, dalam muqaddimah kitabnya Ma’alim as-Sunan berkata: ”Ketahuilah, semoga Allah mengasihi kalian, bahwa kitab Sunan karya Abu Dawud adalah sebuah kitab mulia yang belum pernah disusun sebuah kitab pun tentang ilmu agama yang serta dengannya. Semua orang menerimanya dengan baik. Karenanya ia menjadi hakim antara para ulama dan ahli fiqih yang berlainan mazhab. Masing-masing mempunyai mata air sendiri. Namun dari Sunan itulah mereka minum. Dan kitab ini pula yang menjadi pegangan para ulama Irak, Mesir, Maroko dan negeri-negeri lain.[15]
b. Ibn al-A’rabi, salah seorang perawi as-sunnah berkata: “ Ápabila seseorang tidak mempunyai kitab ilmu selain kitabullah dan kitab Sunan Abi Dawud maka ia tidak memerlukan lagi kitab yang lain”.[16]
c. Imam Abu Hamid al-Gazali berkata: “ Sunan Abi Dawud sudah cukup para mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis ahkam”. Demikian juga dua imam besar, an-Nawawi dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah telah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini.[17]
d. Ibn al-Qayyim berkata: “ Mengingat bahwa kitab Sunan karya Abu Daud memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam sebagaimana ditakdirkan oleh Allah, sehinnga menjadi hakim dikalangan umat islam dalam pemutus bagi pertentangan dan perbedaan pendapat, maka kepada kitab itulah orang-orang mengharapkan keputusan. Berdasarkan keputusannya, mereka yang mengerti kebenaran menjadi merasa puas. Demikian ini karena Abu Dawud dalam kitabnya itu menghimpun segala macam hadis hukum dan menyusunnya dengan sistematik yang baik dan indah serta melalui proses seleksi ketat di samping tidak mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan perawi yang tercela (majruh) dan lemah (da’if) ….. kitab ini kujadikan bekal yang utama…”.[18]
Banyak ulama yang meriwayatkan hadis dari beliau di antaranya Imam at-Tirmizi dan Imam Nasa’i. Al-Khatabi mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqih daripada kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
Ibn al-‘Arabi berkata, barangsiapa yang sudah menguasai alquran dan kitab Sunan Abi Dawud maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab yang lain lagi. Imam al-Gazali juga mengatakan bahwa kitab Sunan Abi Dawud sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.[19]
E. Syarah Sunan Abi Dawud
Syarah dari Sunan abi Dawud antara lain:
1. Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattibi (w 386 H), yang menulis Syarh Ma’alim as-Sunan.
2. Syaraf al-Haq Abadi (w. 1329) yang menulis kitabnya ‘Aun al-Ma’bud.
3. Khalil Ahmad as-Sarnigari (w. 1367) yang menulis Badzl al-Majhud Fi Halli Abi Dawud.
4. Abu Hasa Muhammad bin ‘Abd al-Hadi as-Sanadi ( w.1139).[20]
Demikianlah pembahasan mengenai Sunan Abi Dawud dan kemudian kita akan membahas Sunan at-Tirmizi dengan skema pembahasan yang sama meliputi biografi, sistematika penulisan dan kandungan sunannya, penilaian dan komentar ulama dan pakar serta kitab-kitab syarahnya.
F. Biografi Imam at-Tirmizi
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahak as-Sulami at-Tarmizi, salah seorang ahli hadis kenamaan dan pengarang berbagai kitab yang masyhur, lahir pada tahun 209 H dikota Tirmiz. Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, pada akhir kehidupannya beliau mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra dan dalam keadaan seperti inilah akhirnya Imam at-Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.[21]
Imam at-Tirmizi belajar dan meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya at-Tirmizi belajar hadis dan fiqih. At-Tirmizi juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud, bahkan Tirmizi juga belajar hadis dari sebahagian guru-guru mereka. Di antaranya ialah: Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Sa’id bin Abd ar-Rahman, Muhammad bib Basyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.
Hadis-hadis dan ilmu-ilmu Imam at-Tirmizi dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama yang menjadi muridnya. Di antaranya ialah: Makhul Ibn al-Fadl, Muhammad bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abu al-Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi dan lain-lain.
Imam Abi ‘Isa at-Tirmizi diakui oleh para ulama akan keahliannya dalam hadis, kesalehan dan ketaqwaanya. Ia juga terkenal sebagi seseorang yang dapat dipercaya dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan kecepatan hafalannya dapat dilihat dari kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibn Hajar dalam kitab Tahzib at-Tahzib, dari Ahmad bin Abdullah bin Abi Dawud yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmizi berkata, pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid berisi hadis-hadis yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yan kumaksud itu. Kemudian saya menemuinya, saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut melainkan dua jilid yang lain yang serupa dengannya. Ketika saya telah bertemu dengannya saya memohon kepadanya untuk mendengar hadis dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membaca hadis yang dihafalnya.
Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan suatu apapun. Demi melihat kenyataan ini ia berkata, “tidakkah engkau malu kepadaku?”. Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. “Coba bacakan!” Suruhnya. Lalu akupun membacakan seluruhya secara beruntun. Ia bertanya lagi “Apakah engkau telah hapalkan sebelum datang kepadaku?” “tidak” jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar ia meriwayatkan hadis yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadis yang tergolong hadis yang sulit dan hadis garif lalu berkata “coba ulangi apa yang kubaca tadi”, lalu aku membacanya dari pertama hingga selesai dan ia berkomentar “ aku belum pernah melihat orang seperti engkau”.
Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan suatu apapun. Demi melihat kenyataan ini ia berkata, “tidakkah engkau malu kepadaku?”. Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. “Coba bacakan!” Suruhnya. Lalu akupun membacakan seluruhya secara beruntun. Ia bertanya lagi “Apakah engkau telah hapalkan sebelum datang kepadaku?” “tidak” jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar ia meriwayatkan hadis yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadis yang tergolong hadis yang sulit dan hadis garif lalu berkata “coba ulangi apa yang kubaca tadi”, lalu aku membacanya dari pertama hingga selesai dan ia berkomentar “ aku belum pernah melihat orang seperti engkau”.
F. Sistematika Penulisan dan Kandungan Sunan at-Tirmizi
Kitab Sunan at-Tirmizi merupakan salah salah satu kitab karya Imam at-Tirmizi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolong salah satu Kutub as-Sittah (enam kitab pokok dalam bidang hadis) dan ensiklopedi terkenal. Kitab ini terkenal denan nama Jami’ at-Tirmizi, dinisbatkan kepada nama penulisnya yang juga terkenal dengan nama Imam at-Tirmizi Dalam kitabnya ini Imam at-Tirmizi memasukkan hadis sahih, hasan, daif, garib, dan mu’allal, dan hal inilah yang dikritik oleh beberapa ulama terutama dalam bidang fada’il.[22]
Dalam pada itu at-Tirmizi tidak meriwayatkan dalam kitabnya kecuali hadis-hadis yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqih. Metode yang demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan hadis yang bernilai demikian, baik jalan periwayatanya sahih ataupu tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadis.[23]
Sunannya disusun menurut bab fiqih dan lainnya, terkandung hadis sahih, hasan, dan daif. Beserta penjelasan derajat (kekuatan) hadis. Ia merupakan kitab yang khusus dalam menyatakan hadis bertaraf hasan. Ini karena beliaulah yangpertama menjelaskan hadis hasan lalu menjadikan kitabnya sebagai sumber utama untuk tujuan itu.[24]
Hadis hasan menurut Imam at-Tirmizi ialah:
- Perawi dalam Isnadnya tidak dituduh al-Kizb
- Tidak syaz
- Diriwatkan lebih dari satu jalan.[25]
Diriwayatkan bahwa ia pernah berkata “semua hadis dalam kitab ini dapat diamalkan. Oleh karena itu sebahagian besar ahli ilmu menggunakannya sebagai pegangan kecuali dua buah hadis yaitu:
Pertama, yang artinya:
“Sesungguhnya Rasulallah saw menjamak salat zuhur dan asar dan magrib dengan isya tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan”.
Kedua, yang artinya:
“Jika ia peminum khamar minum lagi pada yang keempat kalinya maka bunuhlah ia”.
Hadis ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukkan demikian. Sedangkan mengenai salat jamak dalam hadis diatas, para ulam berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebahagian ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak dirumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebahagian ahli fiqih dan ahli hadis juga Ibn Munzir.
Hadis-hadis daif dan munkar yang terdapat dalam kitab ini pada umumnya hanya menyangkut fadail al-amal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan) hadis semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadis-hadis tentang halal dan haram.[26]
Secara keseluruhan kitab Sunan at-Tirmizi terdiri dari 5 juz, 2.376 bab dan 3.956 hadis. Adapun kandungan isi Sunan at-Tirmizi adalah:
- Kitab at-Taharah
- Kitab as-Salat
- Kitab az-Zakat
- Kitab as-Saum
- Kitab al-Manasik
- Kitab al-‘Adahi
- Kitab as-Saidi
- Kitab al-At’amah
- Kitab al-Asyrabah
- Kitab ar-Ru’ya
- Kitab an-Nikah
- Kitab at-Talaq
- Kitab al-Hudud
- Kitab an-Nuzur wa al-aiman
- Kitab ad-Diyat
- Kitab al-Jihad
- Kitab as-Sair
- Kitab al-Buyu’
- Kitab al-Isti’zan
- Kitab ar-Raqaq
- Kitab al-Faraid
- Kitab al-Wasaya
- Kitab al-Fadail al-Qur’an[27]
G. Pandangan dan Komentar Para Kritikus Hadis Terhadap Kitab Sunan at-Tirmizi
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad bin Hibban, kritikus hadis, menggolongkan at-Tirmizi kedalam saqat (orang–orang yang dapat dipercaya dan kokoh hapalannya) dan berkata: “at-Tirmizi adalah seorang ulama yan mengumpulkan hadis, menyusun kitab, menghafal hadis dan muzakarah (berdiskusi) dengan para ulama”.[28]
Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadis menerangkan Muhammad bin’Isa at-Tirmizi adalah seorang penghafal dan ahli hadis yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan dan kitab al-Jarh wa at-Ta’dil. Hadis-hadisnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulam lain. Ia terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya al-Jami’ as-Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadis yang mendalam.[29]
Ali Muhammad bin al-Asir seorang ahli hadis mengatakan bahwa Imam at-Tirmizi merupakan seorang imam yang memberi tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadis.[30] Imam at-Tirmizi di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadis yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqih yan mewakili pandangan dan wawasan luas. Barang siapa mempelajari kitab jami’ nya ia akan mendapat ketinggian ilmu dan pendalaman penguasaan terhadap berbagai mazhab fiqih.[31]
Kitab beliau tidak sunyi dari kritikan para ulama hadis serta beliau dianggap muttasil, dan mensahih dan menghasan serta mengambil hadis dari rijal duafa (perawi daif) dan matruk. Antar yang mengkritik ini adalah al-Imam al-Hafiz Syamsuddin az-Zahabi (784 H).
Di samping kitab unggulannya Sunan at-Tirmizi, Imam at-Tirmizi banyak menulis kitab-kitab, di antaranya:
- Kitab al-Jami’
- Kitab al-‘ilal
- Kitab at-Tarikh
- Kitab asy-Syamail an-Nabawiyah
- Kitab az-Zuhd
- Kitab al-Asma’ wa al-Kuna
I. Syarah Kitab Sunan at-Tirmizi
Syarah Sunan at-Tirmizi antar lain ditulis oleh:
1. Abu Bakar Muhammad bin Abd Allah al-Isybili al-‘Arabi (w. 543 H), yang mengarang kitab ‘Aridatul Ahwazi ‘ala at-Tirmizi.
2. Ibn Rajah al-Hambali (w. 795 H) kitab syarahnya berhubungan dengan pembahasan ‘ilal yang ada dalam Sunan at Tirmizi.
3. Imam as-Suyuti Asy-Syafi’i(w. 911 H) yang menulis kitab Qutul Mugtazi ‘ala Jami’ at-Tirmiz
J. Penutup
Demikianlah yang bisa saya sampaikan pada makalah mini, penulis yakin mesih terdapat banyak kekurangan di sana sini, sehinnga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah ini, sehingga dapat mencapai tingkat karya ilmiyah yang lebih baik lagi. Kepada Allah kita bertawakkal dan kepadanya kita kembali. Wallau a’lam.