Konferensi Pertama Pendidikan Islam Se-Dunia di Mekkah

Konferensi Pertama Pendidikan Islam Se-Dunia di Mekkah  merupakan salah satu puncak dari pemikiran filsafat pendidikan Islam di periode modern terangkum dalam konferensi pertama pendidikan Islam se dunia. Penyelenggraan konferensi ini dapat dinilai sebagai peristiwa yang bersejarah dalam kaitannya dengan perkembangn pemikiran para ahli pendidikan muslim. Selain itu konferensi tersebut juga merupakan ajang kesadaran para ahli pendidikan dan cendikiawan muslim tentang perlunya diwujudkan suatu bentuk konsep pendidikan Islam yang dapat disepakati bersama.


Dalam konferensi pertama yang diadakan pada bulan Maret-April tahun 1977 di Mekkah ini, pada hakikatnya membahas tentang semua problematika pendidikan Islam baik formal maupun non formal di semua cabang pengetahuan. Di antaranya adalah tentang dwi sistem pendidikan yang lazim berlaku di negara-negara muslim yang menimbulkan konflik antara orang-orang yang berfikiran sekuler dan yang berorientasi pada fikiran keagamaan, kemudian hubungan antara pendidikan dan masyarakat, masalah pendidikan wanita dan mengajukan tujuan, sasaran, dan pola yang ideal di semua cabang pendidikan serta cara mewujudkan cita-cita terebut.[1]

Tujuan pendidikan muslim adalah menciptakan manusia yang baik dan benar, yang berbakti kepada Allah swt dalam pengertian yang sebenar-benarnya, membangun struktur kehidupan di dunia sesuai dengan hukum dan menjalani kehidupan tersebut sesuai dengan iman yang dianut. Sumber pengetahuan, menurut konsep Islam dibagi menjadi dua katagori, yaitu ilmu kewahyuan (perennial knowledge) dan pengetahuan yang diperoleh (acquired knowledge).

Rekomendasi yang dihasilkan dalam konferensi pertama ini meliputi tujuan pendidikan, pengelompokan pengetahuan dan pendidikan wanita. Pendidikan harus bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun secara kolektif, serta mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir  pendidikan Islam adalah perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah swt baik secara personal maupun secara komunal.

Pengelompokan ilmu pengetahuan kepada dua katagori, yakni pengetahuan abadi (perennial knowledge) yaitu pengetahuan yang didasarkankepada wahyu Ilahi yang diturunkan dalam al Qur’an danal Sunnah serta semua yang dapat ditarik dari keduanya dengan tekanan pada bahasa Arab sebagai kunci untuk memahami keduanya. Kemudian pengethuan yang diperoleh (acquired knowledge) yaitu termasuk ilmu-ilmu sosial, alam dan terapan yang rentan terhadap pertumbuhan kuantitatif dan pelipatgandaan.  Variasi terbatas dan pinjaman lintas budaya dipertahankan sejauh sesuai dengan syariat sebagai sumber nilai.

Konferensi ini memberikan rekomendasi mengenai sistem pendidikan tersendiri bagi kaum wanita dengan memperhatikan kodrat kewanitaannya, memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan wanita, menyadari tujuan-tujuan Islam, melestarikan cita-cita kewanitaan, memperkuat ikatan keluarga dan moral, memperhitungkan spesialisasi alamiah dan fungsional, dan sekaligus menyebarkan pendidikan di antara wanita seluas mungkin. Hal ini dimunculkan karena sistem pendidikan bersama (wanita dan laki-laki bergabung) di mana rumusan kurikulum di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan laki-laki tanpa memperhatikan hakikat lembut wanita dan fungsi pribadi serta sosial mereka. Konsekuensi logis dari sistem pendidikan bersama itu adalah kejahatan moral dan kecenderungan kriminal dan abnormal yang tercampur baur dalam pandangan Islam.

Selain itu, konferensi ini menaruh perhatian kepada kondisi pendidikan kaum muslim yang hidup di Palestina dan luar negeri, mereka memperoleh pendidikan dari kaum zionis dan sekutunya. Konferensi ini mendesak agar semua muslim menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai bagi anak-anak dari negara-negara yang diduduki dalam situasi yang sulit.

Paradigma pendidikan Islam dan konsep-konsep pengembangan ilmu keislaman yang ditawarkan dalam konferensi ini akan berlalu begitu saja, bilamana dukungan dari berbagai unsure dan perangkat lainnya tidak ada. Sederhananya, proyek ini akan berjalan mulus bila institusi pendidikan di negeri muslim melaksanakan hasil konferensi ini.


[1]Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, cet. I (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), h. 105-106.













.