Penyusunan Rencana Biaya dan Pendanaan

Makalah Penyusunan Rencana Biaya dan Pendanaan 
oleh: Daulat P. Sibarani

A. Pendahuluan


Kebijakan desentrelisasi pendidikan di Indonesia menuntut peningkatan kemampuan daerah dalam meningkatkan pendidikan masing-masing. Akan tetapi meskipun demikian, pada faktanya, menyangkut pendanaan dan pembiyaan pendidikan, sekolah-sekolah negerti tetap saja tidak bisa mengembangkan kreatifitas dan inovasinya dengan baik dalam pencarian sumbe-sumber biaya selain dari anggaran pemerintah. Pentingnya perencanaan pembiayaan pendidikan tidak hanya dipandang dalam tataran keberhasilan sekolah semata-mata, akan tetapi juga harus diperhatikan sebagai faktor keberhasilan investasi negara. Artinya bahwa perencanaan pembiayaan pendidikan yang akurat akan menghasilkan output pendidikan yang maksimal. Pada tataran sekolah, pembiayaan pendidikan di sini dimaksudkan sebagai dana yang diperlukan untuk kebutuhan akan human resources dan fisikal. Lebih lanjut, makalah ini akan mencoba menguraikan tentang penyusunan rencana biaya dan pendanaan dan beberapa hal relevan dengan studi tersebut.




B. Kebijakan Pemerintah Dalam Pendanaan Pendidikan


Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu kepada aturan perundangan yang berlaku. Bila dirinci maka dapat dikatakan bahwa pendanaan dan pembiayaan pendidikan nasional akan mengacu kepada :[1]
  • Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional.
  • Program pembangunan pendidikan. 
Dalam UUSPN no. 20/2003, pasal 46 ayat 1 disebutkan bahwa pedanaan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.


1. Mekanisme Penentuan Anggaran Pendidikan

Mekanisme penentuan anggaran pendidikan dimulai dari musywarah pembangunan desa yang di dalamnya sudah termasuk dibahas sekolah yang berada di desa tersebut.


Tetapi di pihak lain, sekolah juga mengajukan anggaran sekolah yang disebut dengan Rencana Anggaran Belanja Sekolah yang diajukan kepada dinas Pendidikan setempat. Selanjutnya hasil Musbangdes digabungkan di kecamatan sehingga oleh pihak camat diidentifikasi dan diolah menjadi usulan daftar kegiatan pembangunan (UKDP) pada tingkat kecamatan yang di dalamnya sudah termasuk program dinas yang berada di kecamatan. UKDP dari kecamatan bersama dengan usulan dinas teknis di daerah diserahkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Dinas teknis di kecamatan antara lain adalah cabang dinas pendidikan kecamatan.


Oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten, setiap usulan rencana anggaran terseut dibawa ke rapat koordinasi pembangunan kabupaten untu mentukan prioritas pembangunan disertai anggarannya. Hasilnya kemudian memuat program kerja kabupaten/kota yang dianalisis kembali oleh panitia anggaran kabupaten/kota di bawah koordinasi sekretaris daerah.


Setelah dianalisa maka hasilnya ditetapkan menjadi Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang nantinya akan menjadi RAPBD untuk diajukan ke legislatif. Rapetada ini telah diperikas oleh masing-masing dinas termasuk dinas pendidikan, sehingga ada kesesuaian antara usulan dengan yang disetujui baik program maupun anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut.


Usulan anggaran tersebut selanjutnya dibahas oleh DPRD kabupaten dalam bentuk dengar pendapat dengan Bupati/Walikota dan dinas teknis untuk mengetahui detail program dan anggaran yang diperlukan. Hasil rapat penyusunan anggaran ini dalam bentuk rapetada diajukan kepada pihak legislatif daerah untuk dibahas dan selanjutnya setelah dianggap sesuai dengan ketentuan dan sesuai pula dengan anggaran yang tersedia, oleh pihak DPRD diterbitkan peraturan menjadi APBD.


2. Prioritas Pendanaan Pendidikan

Skala prioritas pendanaan pendidikan didasarkan pada:
  • Keberpihakan pemerintah terhadap anak yang kurang beruntung karena faktor ekonomi, geografi dan sosial budaya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
  • Tuntutan prioritas karena adanya perubahan kebijakan pendidikan.
  • Prediksi perkembangan kemampuan keuangan negara dan potensi masyarakat terhadap pendidikan.
Keterbatasan dana pendidikan dari pemerintah pusat menuntut kemampuan pemerintah daerah untuk menyiasati pendanaan tersebut. Baik dengan menggunakannya seefektif mungkin atau dengan mencari sumber dana yang lain.


3. Fungsi Pembiayaan Pendidikan.

Fungsi pembiayaan pendidikan adalah:
  • Memperjelas pemihakan terhadap masyarakat miskin dan yang kurang beruntung lainnya.
  • Memperkuat otonomi dan desentralisasi pendidikan;
  • Sebagai insentif dan disinsentif bagi peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Pemihakan rencana pembiayaan penddikan terhadap masyarakt miskin dilakukan dengan penghilangan hambatan biaya yang sering menjadi kendala bagi para masyarakat dalam menyekolahkan anak-anaknya, dengan begitu program wajib belajar 9 tahun dapat terlaksana dengan baik dan merata. Biaya yang selama ini ditanggung oleh orang tua adalah: 
  • Biaya Operasi Satuan Pendidikan.
  • Biaya pribadi.
  • Biaya investasi
Dengan adanya rencana pembiayaan pendidikan yang berpihak kepada rakyat miskin, maka biaya yang harus ditanggung oleh orang tua siswa hanya biaya pribadi seperti ongkos, baju seragam dan sebagainya. Sedangkan Insentif dan disinsentif dimaksudkan untuk mendorong munculnya klreatifitas, semangat dan hal-hal yang semacamnya yang mendorong program peningkatan mutu pendidikan.[2]


4. Rencana Pembiayaan

Pembiayaan pendidikan di sini dapat dibagi kepada dua kelompok yakni pembiyaan pembangunan pendidikan yang dihitung berdasarkan struktur pembiayaan pemerintah yang terdiri atas:
  • Biaya operasional dan
  • Investasi
Investasi kemudian dikelompokkan lagi dalam tiga hal:
  • Peningkatan mutu.
  • Pengembangan sarana dan prasarana
  • Pengembangan kapasitas pengelolaan.
Sedangkan yang kedua adalah rencana pembiyaan program prioritas. Penentuan program prioritas ini menjadi wewenang sekolah masing.


E. Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Dan Sumber Dana
Identifikasi pembiayaan dan sumber dana membutuhkan manajemen yang baik, dan manajemen yang baik membutuhkan dana. Dengan identifikasi sumber biaya yang akurat, maka diharapkan tidak akan terjadi kesalahan dalam menentukan anggaran pendidikan sekolah.[7]

Pada umumnya, biaya pendidikan di negara Indonesia merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah dengan pemerintah dan masyarakat. Dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk pendidikan dapat dikatakan sebagai penanaman ivestasi negara dalam dunia pendidikan. Karena keberhasilan pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia yang tinggi, dan SDM yang tinggi ini nantinya akan menguntungkan negara.

Akan tetapi, salah satu dampak negatif yang menjadi kecenderungan umum sekolah-sekolah negeri saat ini adalah tidak adanya kreatifitas sekolah dalam mencari sumber biaya selain dari tiga sumber di atas. Hal ini sebenarnya dapat dipahami tidak adanya sistem mendukung. Inisiatif sekolah mencari dana di luar menimbulkan resiko yang akan ditanggung oleh pihak sekolah sendiri. Dengan begitu, saat ini dibutuhkan acuan dasar yang jelas bagi institusi pendidikan dalam mengeloloa sumber daya biaya yang bisa mereka peroleh, dan menjadi tanggung jawab bersama.

Pencarian dan pengalokasian biaya pendidikan juga perlu diidentifikasi dengan baik oleh pihak sekolah. Penghitungan biaya pendidikan ditentukan oleh:
  • Komponen kegiatan.
  • Biaya satuan yang meliputi gaji guru, sarana dan prasarana, dukungan PBM.
  • Pembiyaan pengadaan
  • Pembiyaan pemeliharaan.
Indentifikasi yang tidak tepat dalam hal ini akan menimbulkan kemerosotan kualitas pendidikan yang akan terlihat pada output pendidikan, yakni rendahnya sumber daya lulusan-lulusan sekolah. Jadi efesiensi biaya akan sangat berpengaruh dalam meningkatkan mutu pendidikan. Efesiensi biaya di sini memberikan penekanan pada alokasi anggaran atau penggunaan dana terhadap proses kegiatan belajar mengajar.

Dengan selalu berubahnya sumber biaya, jumlah, kebutuhan pendidikan maka setiap tahun alokasi dana harus dibaharui dan tetap diorientasikan kepada mutu. Menetukan sumber dana dan jumlah yang bisa didapatkan untuk membiayai kegiatan program dan kegiatan operasional sekolah sangatlah penting dilakukan dengan akurat.

Beberapa sumber dana program dan operasioanl sekolah adalah sebagai berikut:
  • BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
  • DIPA (khusus MIN) yakni Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. Dana ini merupakan dana yang berada dibawah kementrian agama. Dalam DIPA inilah kemudian biaya operasional khusus sekolah dicantumkan.
  • Dana Masyarakat melalui Komite Sekolah.
  • APBD Kabupaten atau Kota.
  • Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat (Depdiknas/Depag).
  • Donatur (Perusahaan/industri, alumni, dsb)
Selain itu, bantuan atau dana yang didapatkan oleh pihak sekolah bisa juga tidak dalam bentuk uang, seperti berikut:
  • Pembagian buku teks oleh Pemerintah.
  • Pelatihan guru yang diselenggarakan oleh Pemerintah Propinsi.
  • Bahan bangunan dan tenaga dari masyarakat yang digunakan untuk membangun mushalla atau fasilitas lainnya.

D. Prioritas Pembiayaan
Adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan dana yang ada mengharuskan pihak sekolah untuk bijaksana dalam mengidentifikasi kebuthan primer yang harus segeran dan mesti dipenuhi dari kebutuhan primer lainnya yang bisa ditunda. Dalam hal ini, seperti dijelask di atas bahwa sekolah berwenang untuk menetukan priorias pembiayaan masing-masing. Pengidentifikasian antara kebutuhan primer dan sekunder ini diharapkan akan menghasilkan efektifitas pembiayaan. Efektifitas pembiyaan ini menjadi penting karena ia merupakan salah satu ukuran efesiensi.

Selain itu, dalam merumuskan rencana pembiayaan dan pendanaan pendidikan perlu diperhatikan bahwa program kegiatan tidak hanya dihitung berdasarkan biaya tapi juga waktu dan amat penting menseleksi pengguna dana operasional. Pemborosan waktu dalam pendidikan berarti pemborosan biaya. Selanjutnya, ada beberapa faktor yang sangat berperan dalam identifikasi prioritas kebutuhan, yakni:
  • Tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
  • Prioritas program pendidikan yang menekankan kepada kualitas dan kuantitas.
  • Upaya pemerataan kesempatan pendidikan.
  • Alokasi sumber daya.
Perencanaan pembiyaan dan pendanaan pendidikan juga harus memperhatikan output pendidikan.
Output pendidikan ada dua macam
  1. Konsumsi yakni yang berkaitan dengan kesenagan dan kegembiraan dan yang semacamnya yang didaptkan oleh siswa, dan
  2. Investment yang berhubungan dengan peningkatan ketrampilan, produktufitas individu dan masyrakat.
Program pembiayaan sekolah memiliki dua dimensi:
  1. Dimensi alokasi yang berkaitan dengan formula yang digunakan oleh pemerintah pusat untuk mengkalkulasikan dana sekolah.
  2. Revenue yang berhubungan dengan sumber-sumber penerimaan sekolah.

C. Rencana Pendanaan dan Pembiayaan Pendidikan
Kajian yang luas tentang hubungan pendidikan dengan ekonomi telah dikaji di Amerika dan Inggris. Kajian dan penerapan kajian tersebut telah mengahasilkan sebuah progresif yang memuaskan dalam perkembangan dan pertumbuhan pendidikan. Topik kajian hubungan antara pendidikan dan ekonomi mencakup kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi; peran tenaga pendidik dalam perkembangan ekonomi; biaya dan pembiayaan dalam pembangunan pendidikan.[3]

Perencanaan pembiayaan dan pendanaan pendidikan bisa didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi sangat membantu untuk menganalisa dan menetapkan rencana pembiayaan dan pendanaan pendidikan. Bantuan analisa Ekonomi dalam hal ini akan terlihat pada akurasi dan efesiensi biaya pendidikan tersebut.

Perencanaan pembiayaan dan pendaaan pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap produktifitas pendidikan[4] sebagai hasil dari proses manajemen yang memiliki fungsi produksi yang menunjukkan kinerja pendidikan, khususnya kinerja sekolah yang tampak pada output manajemen dalam bentuk pelayanan maupun lulusan. Karenanya fungsi perncanaan pembiayaan dan pendanaan produksi pendidikan merupakan hal yang penting untuk memastikan investasi pendidikan memberi keuntungan.

Dalam menganalisa perencanaan pembiayaan dan pendanaan pendidikan, kita harus melihat kepada unsur-unsur pendidikan yang membutuhkan dana. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa untuk mencapai output pendidikan yang baik, pendidikan dengan segala unsurnya membutuhkan dana yang dimanajemeni dengan baik.[5] Unsur-unsur ini dapat dikelompokkan kepada dua hal yakni 
  • Human resources .
  • Fisikal.
Human resources atau human input adalah segara sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menjalankan program pendidikan baik administrator, tenaga pendidik, satpam dan lain sebagainya. Sedangkan Input fisikal adalah berupa sarana maupun prasaran yang dibutuhkan dalam menjalankan akitivitas pendidikan seperti ruang kelas, meja, buku, perpustakaan, lapangan dan lain sebagainya.  Pengelompokan perencanaan pembiayaan dan pendanaan pendidikan adalah berdasarkan bentuk kebutuhan pendidikan tersebut, apakah bersifat operasional maupun merupakan kebutuhan sisiwa.

1. Kebutuhan Operasional Sekolah
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa input sekolah terdiri dari dua hal yakni sumber human dan fisik. Kedua input ini kemudian diproses dan digabungkan yang menghasilkan output pendidikan yang berupa siswa-siswa lulusan sekolah tersebut. Kebutuhan operasional sekolah dapat diidentifikasi oleh kepala sekolah bersama dengan masyarakat dan pemerintah. Biaya-biaya operasional ini berupa direct cost yakni biaya langsung yang dibutuhkan agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan.

2. Kebutuhan Siswa.
Cara utama untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah adalah dengan berusaha untuk memperlancar akitivitas belajar siswa dan hal ini hanya akan terwujud dengan memenuhi kebutuhan belajarnya. Kebutuhan-kebutuhan siswa yang harus dipenuhi bisa berupa fisik seperti ruang belajar, papan tulis, perpustakaan, buku dan sebagainya ataupun dalam bentuk non-fisik seperti kemampuan mengajar para tenaga pendidik dan sebagainya.

Dengan banyaknya kebutuhan siswa yang harus dipenuhi dalam mencapai mutu yang bagus dalam pendidikan, dan dengan terbatasnya dana sekolah maka sekolah harus bisa memprioritaskan kebutuhan utama dari beberapa kebutuhan sekunder lainnya, menghitung item kebutuhan dan mengalokasikan dananya.

Selain dari beberapa faktor di atas, baik dalam pembiayaan human dan fisikal reseorces, kebutuhan operasiinal dan kebutuhan siswa, tingkat ekonomi orang tua para siswa harus menjadi input yang signifikan dalam merumuskan rencana pembiayaan dan pendanaan pendidikan.[6] Karena bagaimanapun juga, pendanaan dan pembiyaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama sekolah dengan pemrintah dan masyarakat. Pengacuhan akan faktor tingkat ekonomi orang tua siswa dalam menyusun rencana pembiyaan dan pendanaan pendidikan akan menghasilkan kesenjangan peran antar sekolah dan masyarakat. Bila ini terjadi, maka kemungkinan besar rencana pembiayaan tersebut tidak akan dapat dilaksanakan.


Daftar Pustaka
  • Depdiknas, Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009. Jakarta: Usaid, 2005.
  • Kreitner, Robert, Management, cet. IV. Boston: Houghton Mifflin Company, 1989.
  • Mulyasa, E., Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, 2003.
  • Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo, 2003.
  • Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta, 2005.
  • ____________, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Nimas Multima, 2004.
  • Terry, G.R., Principles of management, ed. VI. Georgetown: Richard D. Irwing Inc, t.t.


Footnote
  • [1] Depdiknas, Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009 (Jakarta: Usaid, 2005), h. 97.
  • [2] Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas tentang mutu dan standarnya dalam pendidikan lihat Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2003), h. 67.
  • [3] Syaiful sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 137.
  • [4] Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Nimas Multima, 2004), h. 196.
  • [5] G.R. Terry, Principles of management, ed. VI (Georgetown: Richard D. Irwing Inc, ), h. 4.
  • [6] E. Mulyasa, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, 2003), h. 12.
  • [7] Bila konsep-konsep dasar manajemen diterapkan dalam pendidikan maka klaim diatas sangat beralasan, lihat Robert Kreitner, Management, cet. IV ((Boston: Houghton Mifflin Company, 1989), h. 9.













.