BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Fenomena jual beli dalam kehidupan sehari-hari merupakan fenomena yang menjadi kebiasaan masyarakat. Masyarakat Indonesia khusunya banyak sekali yang berprofesi sebagai pedagang. Jual beli diatur juga dalam syariah islam. Fenomena jual beli di masyarakat sudah mulai keluar dari syariat islam. Jual beli terdiri dari 2 macam, yaitu jual beli tunai dan jual beli secara tangguh. Jual beli secara tangguh pun terbagi lagi menjadi jual beli murabahah, salam dan istishna’. Jual beli salam dan istishna’ sebenarnya jual beli yang serupa, hanya saja perbedaannya terletak pada komiditi dan cara pembayaran yang sedikit berbeda. Jual beli salam terjadi pada komoditas pertanian, perkebunan dan perternakan, sedangkan jual beli istishna’ terjadi pada komoditas hasil industri yang spesifikasinya dapat ditentukan oleh konsumen.Jual Beli Salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka., sehingga jual beli ini dapat dilakukan di bank syariah. Semua bank syariah memberlakukan produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain memberikan keuntungan kepada produsen juga memberikan keuntungan kepada konsumen atau pemesan yang memesan barang. Sehingga bank menjadi pihak intermediasi dalam hal ini.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pengertian Bai Salam ?
b. Bagaimana landasan hukum Bai Salam ?
c. Apa saja Rukun Bai Salam serta Syarat-syaratnya?
d. Bagaimana Jual Beli Salam Menurut Para Ulama?
C. Tujuan Makalah
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih Muamalah
b. Untuk bahan pengetahuan bagi seluruh pembaca pada bidang Fiqih Muamalah khusus mengenai Bai Salam
c. Supaya mengetahui landasan hukum serta tinjauan dari para alim Ulama mengenai Jual Beli Salam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
As-salam merupakan istilah dalam bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan. Secara sederhana transaksi as-salam merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan transaksi as-salam. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan persyaratan yang dikemukakan oleh masing-masing mereka.
Al-Bahuti mendefinisikan as-salam sebagai transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga di tempat kontrak. Atau secara lebih ringkas disebutkan jual beli yang ditangguhkan dengan harga disegerakan.
An-Nawawi, mengemukakan bahwa as-salam merupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera. Dalam definisi tadi tidak disebutkan bahwa sesuatu yang berada dalam tanggungan tersebut diserahkan kemudian, karena menurutnya transaksi as-salam juga boleh dengan penyerahan barang segera.
Menurut al-Qurthubi, as-salam merupakan transaksi jual beli atas sesuatu yang diketahui dan masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga segera/tunai atau dihukumkan sama dengan segera/tunai. Dalam hal ini mereka membolehkan pembayaran harga ditangguhkan dua atau tiga hari, karena hal itu dihukumkan sama dengan segera/tunai.
Dari berbagai perbedaan definisi yang disebutkan nampak ada beberapa poin yang disepakati. Pertama, disebutkan bahwa as-salam merupakan suatu transaksi dan sebagian menyebutnya sebagai transaksi jual beli. Kedua, adanya keharusan menyebutkan kriteria-kriteria untuk sesuatu yang dijadikan obyek transaksi / al-muslam fih. Ketiga, obyek transaksi / al-muslam fih harus berada dalam tanggungan. As-salam dibolehkan berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Ibn Abbas berkata :”Saya bersaksi bahwa salaf yang dijamin untuk waktu tertentu, telah dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan diizinkan-Nya”.
B. Landasan Syariah
Qur’an :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya (QS Al-Baqarah : 282)
Hadist :
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam ), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang ditentukan.” (dikeluarkan oleh aimatu Sittah)
C. Rukun Bai` As-Salam
Bai` As-Salam harus memenuhi beberapa rukun, diantaranya ;
-Muslam (pembeli)
-Muslam Ilaih (penjual)
-Modal atau utang
-Muslam Fiih (barang)
-Sighat (Ucapan)
Disamping memiliki rukun transaksi ini juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi, diantaranya ;
1. Syarat dari segi modal
Modal harus diketahui ; barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas, dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang.
Penerimaan pembayaran ; kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak, supaya pembayaran yang diberikan oleh muslam (pembeli) tidak dijadikan utang penjual. Pembayaran salam pun tidak dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar oleh muslam ilaih (pembeli), hal ini untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
Dari segi Barang ( Muslam Fiihi)
2. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut. Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari, tetapi mazhab Safi`i membolehkan diserahkan segera. Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahaan barang. Tempat penyerahan barang ; pihak yang berkontrak harus menentukan dimana tempat penyerahan barang tersebut, jika keduanya tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya ke gudang atau ke bagian purchasing pembeli.
Penggantian Muslam Fiihi dengan barang lain ; Para ulama melarang penggantian muslam fiihi dengan barang lainnya. Penukaran atau penggantian barang barang salam ini tidak diperkenankan, meskipun belum diserahkan, barang tersebut bukan lagi milik si muslam alaih, tetapi sudah menjadi milik muslam (Fidz-dzimah). Bila barang diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Ini sudah lagi tidak dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk yang sama.
D. Syarat-syarat Umum Bai’ Salam
1. Barang yang dipesan harus ditangguhkan dan waktu harus diketahui dengan jelas kapan, tanggal dan bulannya.
2. Barang yang dipesan ada ketika jatuh tempo atau dengan kata lain bias diserahkan wujudnya.
3. Transaksi yang dilakukan harus tegas.
4. Dalam akad jual beli ini, tidak berlaku khiyar syarat bagi kedua belah pihak yang berkaitan.
5. Barang yan telah dipesan menjadi hutang dalam tanggungan penjual.
6. Barang yang dipesan harus dketahui jenis, kadar, ukuran dan lain –lain.
a. Syarat-syarat pada Harga
1. Jenis mata uang yang digunakan jelas, rupiah, dollar atau dirham dinar.
2. Macam atau bentuknya jelas.
3. Sifatnya jelas, yakni bagus atau jeleknya.
4. Memberithukan kadar modal yang berhubungan dengan akad kadar dari yang ditakar.
5. Mata uang tersebut sudah diuji tidak akan merusak akad.
6. Mendahulukan menerimanya pada majlis akad sebelum berpisah. Karena apabila sudah terpisah maka akadnya menjadi rusak dan batal.
b. Syarat-syarat pada Barang
1. Barang tersebut jelas jenisnya, gandum, beras, atau kurma dll.
2. Barang tersebut diketahui macamnya.
3. Barang tersebut diketahui sifatnya jelek atau bagusnya.
4. Barang tersebut dapat diketahui kadarnya bila ditakar atau ditimbang.
5. Disyaratkan dalam dua barang yang dipertukarkan tersebut tidak ada salah satu yang mengandung illat riba fadhl.
6. Barang tersebut dapat dijelaskan dengan ketentuan-ketentuan.
7. Barang tersebut dapat ditangguhkan.
8. Barang tersebut ada di pasaran sampai waktu yang telah ditentukan yaitu selesainya jatuh tempo.
9. Barang tersebut termasuk sesuatu yang ditentukan atau dibatasi dengan sifat-sifat tertentu.
c. Syarat pada Akad
1. Akad disyaratkan tidak berubah sampai waktu yang telah ditentukan karena tidak terdapat khiyar syarat di dalamnya.
2. Menjelaskan tempat pembayaran jika barang tersebut mempunyai karakteristik tertentu.
E. Pendapat Ulama Tentang Bai' Salam
• Jumhur Ulama
Bahwasannya Bai' Salam boleh pada barang yang sudah jadi saja seperti pada pakaian, mobil, motor dan lain-lain.
Pembayaran pada Bai' Salam harus dilakukan dimuka secara tunai dan lunas.
• Hanafiyah
Bolehnya jual beli Salam pada barang yang setengah jadi seperti kain, daging, ikan mentah dan lain-lain. Dan juga pada barang yang sudah jadi.
Pemabayarannya dapat dilakukan dimuka, ditengah atau dicicil sebanyak tiga kali dengan catatan barang belum ada ditangan si pemesan.
F. Jenis-jenis Bai’ Salam
1. Salam Basith
2. Salam Mawazi atau Pararel
3. Salam Muqassath
G. Aplikasi Salam pada Sejumlah Barang
a. Barang Setengah Jadi
Hewan
Hanafiyah berpendapat bahwa tidak boleh Salam pada hewan bagaimanapun keadannya. Hanafiyah berpegang pada hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas.
Para jumhur ulama, mengatakan boleh salam pada hewan diqiyaskan pada bolehnya hutang padanya. Jumhur berpegang pada hadist yang diriwayatkan oleh Muslim. Dan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas tadi tidak kuat
Daging dan Tulangnya
Hanfiyah tidak membolehkan salam pada daging dengan tulangnya karena mengandung jahalah yang dapat menyebabkan perselisihan dalam dua hal yaitu gemuk atau kurusnya.
Jumhur Ulama mengatakan boleh salam pada daging dan tulangnya dengan syarat menetapkan sifat, jenis dan ukurannya.
Ikan
Hanafiyah membolehkan salam pada ikan akan tetapi dengan takaran yang berbeda antara ikan yang kecil dan ikan yang besar. Pada ikan yang kecil digunakan takaran dan timbangan untuk mengukurnya. Sedangkan pada ikan yang besar boleh digunakan timbangan apapun.
Menurut Jumhur, boleh melakukan salam pada ikan, seperti bolehnya salam pada hewan.
b. Barang yang Sudah Jadi
Pakaian
Hanafiyah tidak membolehkan salam pada pakaian karena jenis pakaian yang termasuk benda berbilang.
Sedangkan jumhur membolehkannya.
Perabot
Hanafiyah berpendapat tidak boleh salam pada perabot baik yang bisa dipindahkan ataupun tidak. Karena ada perbedaan jauh antara kedua jenis barang ini. Tapi, boleh dengan menggunakan alat penimbang yang biasa digunakan oleh pedagang, dalam hal ini tidak ada perbedaan. Hukum inijuga berlaku pada kayu bakar, tidak boleh dengan ikatan, tapi boleh dengan timbangan.
H. Keistimewaan Bai’ Salam
Penjual (muslam ilaih) mendapatkan surplus uang (kelebihan).
Pembeli atau pemesan (muslam) mendapatkan barang murah karena pembayaran yang dilakukan dimuka.
Menggerakkan sector riil untuk ekonomi ummat.
I. Kekurangannya
Penjual (muslam ilaih) beranggungjawab penuh atas kerusakan barang yang dipesan sebelum diserahkan kepada pembeli atau pemesan (muslam).
Salah satu pihak baik penjual atau pemesan akan mengalami kerugian ketika terjadi inflasi.
J. Masalah-masalah yang Biasa Terjadi pada Bai’ Salam
• Perselisihan dalam menentukan harga.
• Mengambil gadaian atau tanggungan.
• Mengenai hokum menjual barang pesanan sebelum diterima.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual Beli Salam merupakan merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.
Landasan Syariat Bai Salam tersdapat pada Ayat Al Quran Surat Al Baqarah: 282 dan Hadts Yang di riwayatkan oleh Aimatu Sitttah.
Jual Beli Bai Salam di boleh kan menurut para ulama dengan memenuhi seluruh syarat-syarat bai salam yang telah di tentukan.
Rukun Bai Salam terdiri dari :
-Muslam (pembeli)
-Muslam Ilaih (penjual)
-Modal atau utang
-Muslam Fiih (barang)
-Sighat (Ucapan)
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini , kami menyadari terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik yang yang harus di perbaiki. Oleh karena itu, kami memohon kepada seluruh pembaca supaya bisa memberikan saran yang sifatnya membangun untuk kemajuan makalah ini kepada kami. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.