BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini lingkungan pendidikan yang sangat kompetitif akan memiliki dampak seperti tuntutan untuk selalu membangun keunggulan kompetitif, pemutakhirkan peta perjalanan (roadmap) organisasi secara berkelanjutan, penentuan langkah-langkah strategik ke depan, pengerahkan, pemusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh staf dalam mewujudkan masa depan organisasi. Dan kecenderungan umum, pendidikan saat ini hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencana masa depan organisasi, sehingga menjadi tidak koheren antara Visi dan Misi, Tujuan organisasi, Rencana Jangka Pendek dan Jangka Panjang, Implementasi.
Sebagian besar organisasi hanya mengandalkan manajemen puncak untuk menyusun perencanaan strategik, sementara manajemen menengah sampai karyawan hanya melakukan implementasi rencana jangka panjang dan pendek. Sistem ini hanya pas untuk lingkungan yang stabil yang di dalamnya prediksi masih dapat diandalkan untuk memperkirakan masa depan organisasi. Dalam pengembangan aktivitas, perguruan tinggi harus melibatkan seluruh unit kerja dan personel didalamnya dalam perencanaan strategiknya untuk mengubah mode operasi organisasi dari plan and control menjadi sense and respond. Dengan mekanisme baru ini, diharapkan akan dapat terlihat dan terukur seluruh kinerja organisasi dalam berbagai level.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah:
a. Hakekat strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
b. Langkah-langkah penyusunan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
c. Analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
a. Mengetahui strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
b. Mengetahui langkah-langkah strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
c. Memberikan gambaran analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Strategi Perumusan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Kegiatan Organisasi Pendidikan
1. Visi
Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan visi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Gambaran tersebut tentunya harus didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undang-undang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintahnya, khususnya jumlah pendidikan nasional sesuai jenjang dan jenis sekolahnya dan juga sesuai dengan profil sekolah yang bersangkutan. Dengan kata lain, visi sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama tetapi profil sekolah khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah tidak selalu sama. Oleh karena itu dimungkinkan sekolah memiliki visi yang tidak sma dengan sekolah lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional yaitu tujuan pendidikan nasional. Visi juga dapat dilihat sebagai pandangan kedepan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Berorientasi kemasa depan yang lebih baik , bukan status quo
• Antisipasi tentang kecenderungan perkembangan sejarah , budaya dan nilai-nilai yang dianut organisasi
• Keunikan (kekhasan) dan kompetensi yang ditonjolkan
• Standart keunggulan, mewujudkan cita-cita yang tinggi dan ambisi yang kuat
• Rangsangan insprisasi, antusiasme, dan komitmen
• Kejalan atau sebagai arah untuk ,mencapai tujuan.
2. Misi
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Karena visi harus mengakomodasi semua semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah, maka misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memnuhi kepentingan masing-masing kelompok yang terkait dengan sekolah. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kelompok-kelompok kepenting yang terkait dengaan sekolah. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
3. Sasaran
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Tujuan merupakan “apa” yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan “kapan’ tujuan akan dicapai. Jika misi dan misi terkait dengan jangka waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan.
Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara utuh (ideal), maka tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu 3 tahun mungkin belum se ideal visi atau belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan merupakan tahapan untuk mencapai visi.
4. Sasaran / Tujuan Situasional
Setelah tujuan sekolah (tujuan jangka menengah) dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah memetapkan sasaran /target/ tujuan situasional/ tujuan jangka pendek. Sasaran adalah penjabaran yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektifitas, produktivitas, maupun efisiensi (bisa salah satu atau kombinasi). Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci. Meskipun sasaran bersumber dari tujuan namun dalam penentuan sasaran yang mana dan berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.
a. Mengindentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidak sesuaian) antara output sekolah saat ini dan output sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan sekolah). Output sekolah saat ini dapat dengan mudah diidentifikasi, karena tersedia datanya. Akan tetapi bagaimanakah caranya mengindetifikasi output sekolah yang diharapkan, sehingga output yang diharapkan tersebut cukup realistis? Caranya, perlu dilakukan analisis prakiraan (forecasting) lengkap dengan asumsi-asumsinya untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa depan.
Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efesiensi. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik (misal; NEM dan LKIR) dan non akademik (misal; olah raga dan kesenian). Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan.
Produktivitas adalah perbandingan antara output sekolah dibanding input sekolah. Baik output maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah, misalnya jumlah guru, model sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah, misalnya; jumlah siswa yang lulus sekolah setiap tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun ini sebuah sekolah lebih banyak meluluskan siswanya dari pada tahun lalu dengan input yang sama (jumlah guru, fasilitas, dsb.), maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif dara pada tahun sebelumnya. Efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Efisiensi dapat diklarifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efesiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output sekolah. Efesiensi internal biasanya diukur dengan biaya – efektivitas. Setiap penilaian biaya-efektifitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus sekolah).
b. Merumuskan Sasaran (tujuan situasional)
Berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah, maka dirumuskanlah sasaran/ tujuan situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian (sumber referensi) bagi perumusan sasaran sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan sasaran sekolah yang akan dicapai, setiap sekolah harus memiliki visi, misi dan tujuan sekolah.
c. Mengindentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai sasaran
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungs-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
d. Melakukan Analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, and Threat) Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
e. Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan
Dari hasil analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memilih langkah- langkah pemecahan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidak siapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidak siapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
f. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
g. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman- pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu, sekolah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokrastis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
h. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir caturwulan untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada pada satu catur wulan dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada catur wulan berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
i. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, terdahulu hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Namun yang tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.
B. Manajemen Pendidikan Nasional
H.A.R. Tilaar mengemukakan tentang keberhasilan pembangunan pendidikan nasional, “Kalau etape pertama berkenaan dengan berbagai target kuantitatif dalam pembangunan, yang kedua berkaitan dengan kepengaturan sistem pendidikan nasional”. Pernyataan tersebut menegaskan kepada kita tentang pentingnya manajemen pendidikan sebagai bagian dari manajemen pembangunan nasional. Manajemen pendidikan nasional sangat penting karena bukan saja pendidikan itu merupakan kebutuhan dasar manusia Indonesia, akan tetapi merupakan salah satu dinamisator pembangunan. Oleh karena itu manajemen pendidikan haruslah merupakan subsistem dri sistem manajemen pembangunan nasional. Seperti apa dan bagaimana manajemen pendidikan nasional? Di dalam tulisan ini penulis mengartkan “manajemen pendidikan” sebagai suatu kegiatan anggota mengimplikasikan adanya perencanaan atau rencana pendidikan serta kegiatan implementasinya.
Ditegaskan oleh HAR. Tilaar bahwa pada dekade 90-an ini dunia menyaksikan suatu perubahan besar dalam tata kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang tidak berakar pada nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Kecenderungan itu adalah humanisasi dri proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang dihadapi umat manusia serta proses demokratisasi.
Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta.
Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis tersebut telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman/kepentingan daerah/sekolah/peserta-didik, mematikan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan kebocoran alokasi anggaran pendidikan.
Sementara itu, penyebaran sumber daya manusia penelitian dengan berbagai macam dan tingkatan belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, masih dirasakan kurangnya budaya berpikir kritis, penghargaan karya cipta (HAKI) yang belum memadai, kurang efektifnya sistem kelembagaan dan perangkat perundang-undangan serta sertifikasi profesi ilmiah.
Secara teoritis seperti diungkapkan oleh Tilaar ada beberapa alasan mengenai pendidikan di Indonesia. Pertama, Masyarakat dan bangsa kita dalam ancang-ancang memasuki tahap pembangunan nasional yang penting yaitu pembangunan nasional jangka panjang kedua. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran mengenai kebijakan yang perlu dirumuskan dalam berbagai bidang, termasuk bidang pedidikan, yang teramat strategis dan vital. Menurutnya pada tahap pembangaunan nasional jangka pajang kedua akan menitik beratkan pada peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, yang tidak lain akan bertumpu pada pendidikan.
Alasan. Kedua, Tilaar konsen pada pendidikan saat ini ialah pengamatan dia mengenai perkembangan dunia pendidikan nsional dewasa ini yang semakin membutuhkan suatu manajemen atau npengelolaan yang semakin baik. Dikatakan krisis pendidikan yang kita hadapi dewasa ini berkisar kepada krisis manajemen. Menurutnya manajemen pendidikan dirumuskan sebagai mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, maka apa yang kita hadapi ialah berbagai hambatan yang menghadang pencapaian tujuan tersebut. Misalnya masalah pembiayaan pendidikan, masalah tenaga kependidikan khususnya guru SD, dualisme pengelolaan SD, masalah penggauran lulusan perguruan tinggi dan menengah. Masalah perguruan swasta, dan sebagai kulminasi dari keseluruhan masalah manajemen tersebut di atas ialah rendahnya kulaitas pendidikan kita.
Masalah manajemen pendidikan menyangkut efisiensi dalam pemanfaatan sumber yang ada. Masih lembahnya manajemen pendidikan kita menunjukkan sisem pdnidikan nasional masih belum efisien. Hal itu bisa ditunjukkan bahwa pengembangan sistem pendidikan nasional kita bukan hanya memerlukan konsep-konsep manajemen pendidikan yang mantap, tetapi juga mmerlukan pengetahuan dan pengalaman manajemen pendidikan secara sistematis yang dikembangkan dan diterapkan dalam situasi dan kondisi sosial ekonomi negara kita yang beraneka ragam tersebut. Sejalan dengan itu kebutuhan manajer-manajer pendidikan yang profesional sudah merupakan keharusan
1. Globalisasi, Humanisasi dan Demokratisasi.
“Pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidemensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik. Krisis ini merupakan krisis dalm dimensi-dimensi intelektual, moral dan spriritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah manusia. Untuk pertama kalinya kita dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan bentuk kehidupan di palanet ini”. (Fritjof Capra,1981).
Kehidupan manusia memang sedang dihadapkan pada gejala globalisasi, dimana globalisasi ini akan menerjang siapa saja. Kalau Gelombang Tsunami menerjang mereka yang hidup di pantai dan sekitarnya maka globalisasi tidak padang bulu baik di pantai maupun dipegunungan semua akan dibabat habis. Sebetulnya apa sebenarnya globalisasi ini. Beberapa pengertian globalisasi akan memberikan pemahaman kepada kita, apa sebenarnya globalisasi ini. Menurut Engking Suwarman (2005), dalam perkuliahaan beliau menjelaskan beberapa definisi globalisasi yaitu “Proses mendunia sarat dengan perubahan yang cepat dan radikal diberbagai aspek kehidupan manusia. Proses meningkatkan tingkatan kesejahteraan masyarakat dari negara berkembang setara dengan yang ada dinegara maju. Proses menciptakan ketergantungan negara bekembang dri negara maju”.
Bahasan serupa seperti diungkapkan oleh Marta Tilaar. “Proses informastisasi yang cepat karerna kemajuaan teknologi semakin membuat horison kehidpan di planet dunia ini semakin meluas dan sekaligus dunia semakin mengerut”. Menurutnya hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari perangaruh kejadian di belahan bumi lain, baik maslah politik, ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untukmengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakatnya, dan negara, juga terhadap kehidupan manusia. Dalam konstalasi global ini pendidikan berperan sangat dominan. Karena pendidikan ini akan meningkatkan taraf kecerdasan manusia. Hanya manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi tantangan globalisasi ini.
Tantangan lain yang mewarnai kehidupan manusai dewasa ini adalah kearah dunia yang lebih mementingkan nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam usahanya untuk pengaturan kehidupan politik maupun sosial ekonomi. Hancurnya sistem pemerintahan yang mementingkan kekuasaan atau otoriter merupakan wujud keinginan manusia utnuk menuntuk kehidupan kemerdekaan sejati. Dalam bidang kesejahteraan misalnya The World Summit for Children di PBB menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap penyelamatan generasi muda terutama nasim anak-anak sebagai generasi penerus abab 21. Usaha yang mementingkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan pendidikan yang mementingkan pengembangan kreativitas dalam kepribadian anak. Inilah disebut gerakan humanisasi dalam proses pendidikan. Gerakan humnaisasi ini meminta reformasi yang mendasar dalam pendidikan dalam metodologi belajr sampai dengan manajemen dan perencanaan pendidikan. Disinyalir masih banyak negara yang belum siap untuk menghadapi perubahan global, hal ini menuntut reformasi pendidikan yang meminta pendekatan baru mengenai makna kehidupan, restrukturisasi pendidikan nasional, penyesuaian peranan pendidikan dalam dunia yang berkembang. Semua pemikiran ini meminta penilaian kembali terhdap tujuan pendidikan, kurikulum, proses pendidikan, serta restrukturisasi manajemen pendidikan.
Humanisasi kehidupan manusia berkaitan erat dengan demokratisasi kehidupan manusia. Demokrasi adalah penghormatan kepda nilai-nilai kemanusiaan. Demorasi ini memungkinkan kreativitas manusia dalam peningkatan kehidupannya. Demokratisasi pendidikan mempunyai dampak yang sangat besar dalam proses perencanaan dan manajemen pendidikan. Dalam hal ini menuntut perubahan dari sistem perencanaan dan manajemen pendidikan yang birokratik menjadi sistem perencanaan dan manajemen yang terbuka.
Kenyataanya di Indonesia masih kental dengan sistem manajemen pendidikan yang sentralistik dan birokratik. Di masa globalisasi ini sistem manajemen yang demikian sudah tidak sesuai lagi. Sistem perencanaan dan manajemen pendidikan nasional harus bersifa terbuka dan fleksibel. Oleh karenanya menuntut perubahan dari yang birokratik yang cenderung kental dengan kekuasaan berubah menjadi terbuka dan cenderung partisipatoris, artinya perencanaan dan manajemen harus melibatkan semua pihak. Dengan demikian pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan riil manusia atau masyarakat.
2. Manajemen sistem pendidikan sebagai kebutuhan masa depan.
Berbicara manajemen sistem pendidikan, maka perhatian kita arahkan pada SISMENAS, yang merupakan suatu perpaduan dari tata nilai, struktur dan proses yang merupakan himpunan usah untuk mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mu ngkin dalam menggunakan sjmber dana dan daya guna nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Ada 3 faktor dalam sistem tersebut : yaitu manajemen sebagai faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Ketiga faktor ini memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Didalam SISMENAS tersusun dalam beberapa setting yang disebut tatanan dalam, yaitu Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN). SISMENAS sendiri merupakan proses pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB), hal ini terjadi pada TAN dan TLP. TPKB bisa terlaksana diperlukan arus masuk yaitu dari Tata Kehidupan Masyarakat (TKM), dan melewati Tata Politi Nasional (TPN). SISMENAS secara fungsional mempunyai fungsi: yaitu pembuatan aturan, penerapan aturan dan penghakiman aturan. Selanjutnya unsur-unsur sistem dalam manajemen pendidikan nasional itu akan menjadi pedoman pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita.
Memperhatikan begitu pentingnya manajemen sistem pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional serta menunjukkan perhatian aspek kehidupan manusia ini merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia itu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sistem pendidikan merupakan satu kebutuhan bagi manusia di masa mendatang.
Salah satu tuntutan pembangunan nasional adalah tersedianya tenaga-tenaga yagn cakap dan terampil dalam jumlah yang memadai, maka SISDIKNAS tidak dapt melepaskan diri dari kebutuhan masyarakat terhadap tenaga-tenaga tersebut. Selanjutnya untuk memenuhi tuntutuan tersebut upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui penekanan pada konsep-konsep sebagai berikut :
a. Konsep pendidikan berkelanjutan
Ketentuan pemerintah mengenai jalur penyelenggaraan pendidikan yaitu jalur pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua jalur tersebut dalam pelaksanaanya memiliki karakteristik yang berbeda. Pendidikan berkelajutan ini termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, jalur pendidikan berkelanjutan tidak terbatas pada usia dan ruang sekolah secara formal. Pendidikan berkelanjutan adalah konsep pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, termasuk dalam konsep ini adalah bentuk pelatihan yang mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Pelatihan mengasumsikan adanya dasar pendidikan formal. Pelatihan mempunyai konotasi keterampilan tertentu.
b. Modalitas pendidikan dan pelatihan berbeda.
c. Dimensi pengembangan perilaku berbeda.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Tinjauan teoritik di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara pendidikan (formal) dan pelatihan adalah artifisial. Keduanya saling mengisi dalam rangka pengembangan manusia Indonesia seutuhnya sebagai pelaksana pembangunan.
Memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan sebagai kebutuhan nasional artinya bahwa manajemen pendidikan harus memperhatikan kebutuhan manusia dalam konstalasi pembangunan nasional, dimana ditemukan konsep pendidikan berkelanjutan, yaitu konsep pendidikan yang tidak mengenal batas usia dan ruang secara formal, dan merupakan konsep pendidikan sepanjang hayat.
3. Perencanaan Manajemen Pendidikan Nasional
Perencanaan Pendidikan Nasional pada hakekatnya adalah bagian dari SISMENAS, Rencana manajemen pendidikan nasional merupakan subsistem dari SISMENAS. RENMENDIKNAS sebagi sub sistem SISMENAS pelaksanaannya dapat dikemukakan dalam fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. TKM sebagai arus masukan SISDIKNAS; Tata kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh arus globalisasi. Pengaruh-pengaruh tersebut harus disaring agar dapat memberikan dampak positif dalam pembinaan SISDIkNAS. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam membendung pengaruh tersebut, pertama dari perlu dibina ketahan sistem itu sendiri, kedua ketahanan yang dimaksud adalah adalah ketahanan nasional yang berpijak pada kebudayaan nasional dan tujuan nasional.
b. Fungsi-fungsi TKPB untuk mewujudkan kepentingan rakyat melalui SISDIKNAS. Fungsi ini dipergunakan untukmewujudkan kepentingan masyarakat, dalam hal ii kepentingan rakyat untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. TKPB sendiri mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan.
c. Administrasi SISDIKNAS; Administrasi sebagai sebagai faktor karsa dri SISMENAS meliputi dua hal :
i. pengaturan partisipasi perorangan dan kelompok
ii. pengaturan kekuasaan dan kewenangan.
d. Manajemen SISDIKNAS; Manajemen Sisdiknas merupakan suatu proses sosial yang direkayasa untuk mencapai tujuan sisdiknas secara efisien, dan efektif dengan mengikutsertakan kerjasama, serta partisipasi seluruh masyarakat. Ada tiga hal yang penting yaitu :
• manajemen SISDIKNAS sebagai sutu proses sosial.
• Rekayasa utnuk mencapai tujuan SISDIKNAS
• Pengikutsertaan (partisipasi) masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Strategi Pendidikan Nasional
Untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan antara lain :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Kemudian kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain :
1. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
2. Program Pendidikan Menengah
3. Program Pendidikan Tinggi
4. Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
6. Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
7. Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas masalah pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem manajemen pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan pelatihan nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya adalah karena masalah tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan masalah serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada bab ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai manajemen pendidikan dasar.
Kedua, bagian ini dikemukakan tiga kasus manajemen pendidikan yang manyangkut fungsi dan peran pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah terpencil; Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan swasta dalam Sisdiknas dalam usaha mencari jati diri dari lembaga-lembaga pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan pengembangan dan pengelolaan pendidikan swasta dewasa ini cenderung menuju konformisme yang berarti mematikan jatdiri pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan mematikan kreativitas, inovasi yang justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang dinamis. Mengenai pendidikan tinggi mmerlukan oreientasi kelembagaan dan program secara terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang profesional. Dan mengenai pendidkan daerah terpencil berkisar pada masalah pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, Tilaar menjelaskan pertama tentang hasil manajemen pendidikan, yaitu kesenjangan mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola sisdiknas, khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, tentang pendidikan dalam globalisasi, dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang tentang perlunya terobosan baru dalam strategi pendidikan guru. Diantaranya dikemukakan tetang pendidikan guru yang profesional untuk menghadapi masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru sebagai manajer pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
Keempat, bagian ini Tilaar mengembukakan pemikirannya tentang fungsi dan peran Sisdiknas sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya adalah menenagi manajemen pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian tinggi.
B. Tantangan dan Solusi Mengatasi Masalah Pendidikan Nasional
Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :
a. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.
b. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.
c. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.
d. Dll
Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya antara lain;
a. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan. Sebagian besar masyarakat merasa hanya memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.
b. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.
c. Rendahnya mutu pendidikan. Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tingkat prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca, pelajaran IPA dan Matematika. Studi The Third International Mathematic and Science Study Repeat TIMSS-R pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika.
Guru Dan Kualitas Pendidikan.
Guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraannya, dll. Dewasa ini persoalan guru masih ada muncul yaitu dengan jumlah kekurangan guru yang cukup besar khususnya di daerah-daerah terpencil maka kita juga tidak dapat berharap akan terciptanya kualitas pendidikan. Disamping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah maupun dari sisi sekolah. Dalam banyak kasus, ada SD yang hanya memiliki tiga hingga empat orang guru sehingga mereka harus mengajar secara paralel dan simultan.
Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis, baik itu menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan. Semisal, masih cukup banyak guru SMA/SMK yang belum berkualifikasi pendidikan sarjana atau strata satu. Seperti yang bersyaratkan dalam UU Guru dan Dasar.
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :
a. Standardisasi.
- Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.
Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan yang tidak layak, karena sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri maupun swasta.
- Standardisasi kompetensi guru.
Hal ini akan tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik. Pasal 8 menyebutkan : ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa. Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.
b. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11 item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen. Tunjangan profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
UU Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya di masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta dapat dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat terganturng anggaran pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum mencapai 20% dari APBN maka akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula dengan program sertifikasi dll, masih memerlukan proses untuk pelaksanaan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Namun diharapkan dengan adanya 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.
BAB IV
KESIMPULAN
Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi.
Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan komplek.
Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Capra, Fritjof 91981), Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, Bentang, Yogyakarta.
Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004 Pembangunan Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
Tilaar (2003), Manajemen Pendidikan Nasional, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu, Debdiknas.
Suwarman H, Engking (2005), Mata Kuliah Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah, PLS UPI, Bandung.
Tadjudin, M.K., 2002. Asesmen Institusi untuk Penentuan Kelayakan Perolehan Status Lembaga yang Mengakreditasi Diri bagi Perguruan Tinggi: Dari Akreditasi Program Studi ke Audit Lembaga Perguruan Tinggi. Jakarta: BAN-PT.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini lingkungan pendidikan yang sangat kompetitif akan memiliki dampak seperti tuntutan untuk selalu membangun keunggulan kompetitif, pemutakhirkan peta perjalanan (roadmap) organisasi secara berkelanjutan, penentuan langkah-langkah strategik ke depan, pengerahkan, pemusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh staf dalam mewujudkan masa depan organisasi. Dan kecenderungan umum, pendidikan saat ini hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencana masa depan organisasi, sehingga menjadi tidak koheren antara Visi dan Misi, Tujuan organisasi, Rencana Jangka Pendek dan Jangka Panjang, Implementasi.
Sebagian besar organisasi hanya mengandalkan manajemen puncak untuk menyusun perencanaan strategik, sementara manajemen menengah sampai karyawan hanya melakukan implementasi rencana jangka panjang dan pendek. Sistem ini hanya pas untuk lingkungan yang stabil yang di dalamnya prediksi masih dapat diandalkan untuk memperkirakan masa depan organisasi. Dalam pengembangan aktivitas, perguruan tinggi harus melibatkan seluruh unit kerja dan personel didalamnya dalam perencanaan strategiknya untuk mengubah mode operasi organisasi dari plan and control menjadi sense and respond. Dengan mekanisme baru ini, diharapkan akan dapat terlihat dan terukur seluruh kinerja organisasi dalam berbagai level.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah:
a. Hakekat strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
b. Langkah-langkah penyusunan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
c. Analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
a. Mengetahui strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
b. Mengetahui langkah-langkah strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
c. Memberikan gambaran analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Strategi Perumusan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Kegiatan Organisasi Pendidikan
1. Visi
Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan visi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Gambaran tersebut tentunya harus didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undang-undang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintahnya, khususnya jumlah pendidikan nasional sesuai jenjang dan jenis sekolahnya dan juga sesuai dengan profil sekolah yang bersangkutan. Dengan kata lain, visi sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama tetapi profil sekolah khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah tidak selalu sama. Oleh karena itu dimungkinkan sekolah memiliki visi yang tidak sma dengan sekolah lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional yaitu tujuan pendidikan nasional. Visi juga dapat dilihat sebagai pandangan kedepan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Berorientasi kemasa depan yang lebih baik , bukan status quo
• Antisipasi tentang kecenderungan perkembangan sejarah , budaya dan nilai-nilai yang dianut organisasi
• Keunikan (kekhasan) dan kompetensi yang ditonjolkan
• Standart keunggulan, mewujudkan cita-cita yang tinggi dan ambisi yang kuat
• Rangsangan insprisasi, antusiasme, dan komitmen
• Kejalan atau sebagai arah untuk ,mencapai tujuan.
2. Misi
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Karena visi harus mengakomodasi semua semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah, maka misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memnuhi kepentingan masing-masing kelompok yang terkait dengan sekolah. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kelompok-kelompok kepenting yang terkait dengaan sekolah. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
3. Sasaran
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Tujuan merupakan “apa” yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan “kapan’ tujuan akan dicapai. Jika misi dan misi terkait dengan jangka waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan.
Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara utuh (ideal), maka tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu 3 tahun mungkin belum se ideal visi atau belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan merupakan tahapan untuk mencapai visi.
4. Sasaran / Tujuan Situasional
Setelah tujuan sekolah (tujuan jangka menengah) dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah memetapkan sasaran /target/ tujuan situasional/ tujuan jangka pendek. Sasaran adalah penjabaran yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektifitas, produktivitas, maupun efisiensi (bisa salah satu atau kombinasi). Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci. Meskipun sasaran bersumber dari tujuan namun dalam penentuan sasaran yang mana dan berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.
a. Mengindentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidak sesuaian) antara output sekolah saat ini dan output sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan sekolah). Output sekolah saat ini dapat dengan mudah diidentifikasi, karena tersedia datanya. Akan tetapi bagaimanakah caranya mengindetifikasi output sekolah yang diharapkan, sehingga output yang diharapkan tersebut cukup realistis? Caranya, perlu dilakukan analisis prakiraan (forecasting) lengkap dengan asumsi-asumsinya untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa depan.
Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efesiensi. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik (misal; NEM dan LKIR) dan non akademik (misal; olah raga dan kesenian). Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan.
Produktivitas adalah perbandingan antara output sekolah dibanding input sekolah. Baik output maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah, misalnya jumlah guru, model sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah, misalnya; jumlah siswa yang lulus sekolah setiap tahunnya. Contoh produktivitas, misalnya, jika tahun ini sebuah sekolah lebih banyak meluluskan siswanya dari pada tahun lalu dengan input yang sama (jumlah guru, fasilitas, dsb.), maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif dara pada tahun sebelumnya. Efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Efisiensi dapat diklarifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efesiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output sekolah. Efesiensi internal biasanya diukur dengan biaya – efektivitas. Setiap penilaian biaya-efektifitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus sekolah).
b. Merumuskan Sasaran (tujuan situasional)
Berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah, maka dirumuskanlah sasaran/ tujuan situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian (sumber referensi) bagi perumusan sasaran sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan sasaran sekolah yang akan dicapai, setiap sekolah harus memiliki visi, misi dan tujuan sekolah.
c. Mengindentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai sasaran
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungs-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
d. Melakukan Analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, and Threat) Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
e. Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan
Dari hasil analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memilih langkah- langkah pemecahan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidak siapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidak siapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
f. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
g. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman- pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu, sekolah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokrastis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
h. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir caturwulan untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada pada satu catur wulan dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada catur wulan berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
i. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, terdahulu hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Namun yang tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.
B. Manajemen Pendidikan Nasional
H.A.R. Tilaar mengemukakan tentang keberhasilan pembangunan pendidikan nasional, “Kalau etape pertama berkenaan dengan berbagai target kuantitatif dalam pembangunan, yang kedua berkaitan dengan kepengaturan sistem pendidikan nasional”. Pernyataan tersebut menegaskan kepada kita tentang pentingnya manajemen pendidikan sebagai bagian dari manajemen pembangunan nasional. Manajemen pendidikan nasional sangat penting karena bukan saja pendidikan itu merupakan kebutuhan dasar manusia Indonesia, akan tetapi merupakan salah satu dinamisator pembangunan. Oleh karena itu manajemen pendidikan haruslah merupakan subsistem dri sistem manajemen pembangunan nasional. Seperti apa dan bagaimana manajemen pendidikan nasional? Di dalam tulisan ini penulis mengartkan “manajemen pendidikan” sebagai suatu kegiatan anggota mengimplikasikan adanya perencanaan atau rencana pendidikan serta kegiatan implementasinya.
Ditegaskan oleh HAR. Tilaar bahwa pada dekade 90-an ini dunia menyaksikan suatu perubahan besar dalam tata kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang tidak berakar pada nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Kecenderungan itu adalah humanisasi dri proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang dihadapi umat manusia serta proses demokratisasi.
Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta.
Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis tersebut telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman/kepentingan daerah/sekolah/peserta-didik, mematikan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan kebocoran alokasi anggaran pendidikan.
Sementara itu, penyebaran sumber daya manusia penelitian dengan berbagai macam dan tingkatan belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, masih dirasakan kurangnya budaya berpikir kritis, penghargaan karya cipta (HAKI) yang belum memadai, kurang efektifnya sistem kelembagaan dan perangkat perundang-undangan serta sertifikasi profesi ilmiah.
Secara teoritis seperti diungkapkan oleh Tilaar ada beberapa alasan mengenai pendidikan di Indonesia. Pertama, Masyarakat dan bangsa kita dalam ancang-ancang memasuki tahap pembangunan nasional yang penting yaitu pembangunan nasional jangka panjang kedua. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran mengenai kebijakan yang perlu dirumuskan dalam berbagai bidang, termasuk bidang pedidikan, yang teramat strategis dan vital. Menurutnya pada tahap pembangaunan nasional jangka pajang kedua akan menitik beratkan pada peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, yang tidak lain akan bertumpu pada pendidikan.
Alasan. Kedua, Tilaar konsen pada pendidikan saat ini ialah pengamatan dia mengenai perkembangan dunia pendidikan nsional dewasa ini yang semakin membutuhkan suatu manajemen atau npengelolaan yang semakin baik. Dikatakan krisis pendidikan yang kita hadapi dewasa ini berkisar kepada krisis manajemen. Menurutnya manajemen pendidikan dirumuskan sebagai mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, maka apa yang kita hadapi ialah berbagai hambatan yang menghadang pencapaian tujuan tersebut. Misalnya masalah pembiayaan pendidikan, masalah tenaga kependidikan khususnya guru SD, dualisme pengelolaan SD, masalah penggauran lulusan perguruan tinggi dan menengah. Masalah perguruan swasta, dan sebagai kulminasi dari keseluruhan masalah manajemen tersebut di atas ialah rendahnya kulaitas pendidikan kita.
Masalah manajemen pendidikan menyangkut efisiensi dalam pemanfaatan sumber yang ada. Masih lembahnya manajemen pendidikan kita menunjukkan sisem pdnidikan nasional masih belum efisien. Hal itu bisa ditunjukkan bahwa pengembangan sistem pendidikan nasional kita bukan hanya memerlukan konsep-konsep manajemen pendidikan yang mantap, tetapi juga mmerlukan pengetahuan dan pengalaman manajemen pendidikan secara sistematis yang dikembangkan dan diterapkan dalam situasi dan kondisi sosial ekonomi negara kita yang beraneka ragam tersebut. Sejalan dengan itu kebutuhan manajer-manajer pendidikan yang profesional sudah merupakan keharusan
1. Globalisasi, Humanisasi dan Demokratisasi.
“Pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidemensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik. Krisis ini merupakan krisis dalm dimensi-dimensi intelektual, moral dan spriritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah manusia. Untuk pertama kalinya kita dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan bentuk kehidupan di palanet ini”. (Fritjof Capra,1981).
Kehidupan manusia memang sedang dihadapkan pada gejala globalisasi, dimana globalisasi ini akan menerjang siapa saja. Kalau Gelombang Tsunami menerjang mereka yang hidup di pantai dan sekitarnya maka globalisasi tidak padang bulu baik di pantai maupun dipegunungan semua akan dibabat habis. Sebetulnya apa sebenarnya globalisasi ini. Beberapa pengertian globalisasi akan memberikan pemahaman kepada kita, apa sebenarnya globalisasi ini. Menurut Engking Suwarman (2005), dalam perkuliahaan beliau menjelaskan beberapa definisi globalisasi yaitu “Proses mendunia sarat dengan perubahan yang cepat dan radikal diberbagai aspek kehidupan manusia. Proses meningkatkan tingkatan kesejahteraan masyarakat dari negara berkembang setara dengan yang ada dinegara maju. Proses menciptakan ketergantungan negara bekembang dri negara maju”.
Bahasan serupa seperti diungkapkan oleh Marta Tilaar. “Proses informastisasi yang cepat karerna kemajuaan teknologi semakin membuat horison kehidpan di planet dunia ini semakin meluas dan sekaligus dunia semakin mengerut”. Menurutnya hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari perangaruh kejadian di belahan bumi lain, baik maslah politik, ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untukmengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakatnya, dan negara, juga terhadap kehidupan manusia. Dalam konstalasi global ini pendidikan berperan sangat dominan. Karena pendidikan ini akan meningkatkan taraf kecerdasan manusia. Hanya manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi tantangan globalisasi ini.
Tantangan lain yang mewarnai kehidupan manusai dewasa ini adalah kearah dunia yang lebih mementingkan nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam usahanya untuk pengaturan kehidupan politik maupun sosial ekonomi. Hancurnya sistem pemerintahan yang mementingkan kekuasaan atau otoriter merupakan wujud keinginan manusia utnuk menuntuk kehidupan kemerdekaan sejati. Dalam bidang kesejahteraan misalnya The World Summit for Children di PBB menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap penyelamatan generasi muda terutama nasim anak-anak sebagai generasi penerus abab 21. Usaha yang mementingkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan pendidikan yang mementingkan pengembangan kreativitas dalam kepribadian anak. Inilah disebut gerakan humanisasi dalam proses pendidikan. Gerakan humnaisasi ini meminta reformasi yang mendasar dalam pendidikan dalam metodologi belajr sampai dengan manajemen dan perencanaan pendidikan. Disinyalir masih banyak negara yang belum siap untuk menghadapi perubahan global, hal ini menuntut reformasi pendidikan yang meminta pendekatan baru mengenai makna kehidupan, restrukturisasi pendidikan nasional, penyesuaian peranan pendidikan dalam dunia yang berkembang. Semua pemikiran ini meminta penilaian kembali terhdap tujuan pendidikan, kurikulum, proses pendidikan, serta restrukturisasi manajemen pendidikan.
Humanisasi kehidupan manusia berkaitan erat dengan demokratisasi kehidupan manusia. Demokrasi adalah penghormatan kepda nilai-nilai kemanusiaan. Demorasi ini memungkinkan kreativitas manusia dalam peningkatan kehidupannya. Demokratisasi pendidikan mempunyai dampak yang sangat besar dalam proses perencanaan dan manajemen pendidikan. Dalam hal ini menuntut perubahan dari sistem perencanaan dan manajemen pendidikan yang birokratik menjadi sistem perencanaan dan manajemen yang terbuka.
Kenyataanya di Indonesia masih kental dengan sistem manajemen pendidikan yang sentralistik dan birokratik. Di masa globalisasi ini sistem manajemen yang demikian sudah tidak sesuai lagi. Sistem perencanaan dan manajemen pendidikan nasional harus bersifa terbuka dan fleksibel. Oleh karenanya menuntut perubahan dari yang birokratik yang cenderung kental dengan kekuasaan berubah menjadi terbuka dan cenderung partisipatoris, artinya perencanaan dan manajemen harus melibatkan semua pihak. Dengan demikian pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan riil manusia atau masyarakat.
2. Manajemen sistem pendidikan sebagai kebutuhan masa depan.
Berbicara manajemen sistem pendidikan, maka perhatian kita arahkan pada SISMENAS, yang merupakan suatu perpaduan dari tata nilai, struktur dan proses yang merupakan himpunan usah untuk mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mu ngkin dalam menggunakan sjmber dana dan daya guna nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Ada 3 faktor dalam sistem tersebut : yaitu manajemen sebagai faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Ketiga faktor ini memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Didalam SISMENAS tersusun dalam beberapa setting yang disebut tatanan dalam, yaitu Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN). SISMENAS sendiri merupakan proses pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB), hal ini terjadi pada TAN dan TLP. TPKB bisa terlaksana diperlukan arus masuk yaitu dari Tata Kehidupan Masyarakat (TKM), dan melewati Tata Politi Nasional (TPN). SISMENAS secara fungsional mempunyai fungsi: yaitu pembuatan aturan, penerapan aturan dan penghakiman aturan. Selanjutnya unsur-unsur sistem dalam manajemen pendidikan nasional itu akan menjadi pedoman pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita.
Memperhatikan begitu pentingnya manajemen sistem pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional serta menunjukkan perhatian aspek kehidupan manusia ini merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia itu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sistem pendidikan merupakan satu kebutuhan bagi manusia di masa mendatang.
Salah satu tuntutan pembangunan nasional adalah tersedianya tenaga-tenaga yagn cakap dan terampil dalam jumlah yang memadai, maka SISDIKNAS tidak dapt melepaskan diri dari kebutuhan masyarakat terhadap tenaga-tenaga tersebut. Selanjutnya untuk memenuhi tuntutuan tersebut upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui penekanan pada konsep-konsep sebagai berikut :
a. Konsep pendidikan berkelanjutan
Ketentuan pemerintah mengenai jalur penyelenggaraan pendidikan yaitu jalur pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua jalur tersebut dalam pelaksanaanya memiliki karakteristik yang berbeda. Pendidikan berkelajutan ini termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, jalur pendidikan berkelanjutan tidak terbatas pada usia dan ruang sekolah secara formal. Pendidikan berkelanjutan adalah konsep pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, termasuk dalam konsep ini adalah bentuk pelatihan yang mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Pelatihan mengasumsikan adanya dasar pendidikan formal. Pelatihan mempunyai konotasi keterampilan tertentu.
b. Modalitas pendidikan dan pelatihan berbeda.
c. Dimensi pengembangan perilaku berbeda.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Tinjauan teoritik di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara pendidikan (formal) dan pelatihan adalah artifisial. Keduanya saling mengisi dalam rangka pengembangan manusia Indonesia seutuhnya sebagai pelaksana pembangunan.
Memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan sebagai kebutuhan nasional artinya bahwa manajemen pendidikan harus memperhatikan kebutuhan manusia dalam konstalasi pembangunan nasional, dimana ditemukan konsep pendidikan berkelanjutan, yaitu konsep pendidikan yang tidak mengenal batas usia dan ruang secara formal, dan merupakan konsep pendidikan sepanjang hayat.
3. Perencanaan Manajemen Pendidikan Nasional
Perencanaan Pendidikan Nasional pada hakekatnya adalah bagian dari SISMENAS, Rencana manajemen pendidikan nasional merupakan subsistem dari SISMENAS. RENMENDIKNAS sebagi sub sistem SISMENAS pelaksanaannya dapat dikemukakan dalam fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. TKM sebagai arus masukan SISDIKNAS; Tata kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh arus globalisasi. Pengaruh-pengaruh tersebut harus disaring agar dapat memberikan dampak positif dalam pembinaan SISDIkNAS. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam membendung pengaruh tersebut, pertama dari perlu dibina ketahan sistem itu sendiri, kedua ketahanan yang dimaksud adalah adalah ketahanan nasional yang berpijak pada kebudayaan nasional dan tujuan nasional.
b. Fungsi-fungsi TKPB untuk mewujudkan kepentingan rakyat melalui SISDIKNAS. Fungsi ini dipergunakan untukmewujudkan kepentingan masyarakat, dalam hal ii kepentingan rakyat untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. TKPB sendiri mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan.
c. Administrasi SISDIKNAS; Administrasi sebagai sebagai faktor karsa dri SISMENAS meliputi dua hal :
i. pengaturan partisipasi perorangan dan kelompok
ii. pengaturan kekuasaan dan kewenangan.
d. Manajemen SISDIKNAS; Manajemen Sisdiknas merupakan suatu proses sosial yang direkayasa untuk mencapai tujuan sisdiknas secara efisien, dan efektif dengan mengikutsertakan kerjasama, serta partisipasi seluruh masyarakat. Ada tiga hal yang penting yaitu :
• manajemen SISDIKNAS sebagai sutu proses sosial.
• Rekayasa utnuk mencapai tujuan SISDIKNAS
• Pengikutsertaan (partisipasi) masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Strategi Pendidikan Nasional
Untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan antara lain :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Kemudian kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain :
1. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
2. Program Pendidikan Menengah
3. Program Pendidikan Tinggi
4. Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
6. Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
7. Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas masalah pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem manajemen pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan pelatihan nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya adalah karena masalah tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan masalah serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada bab ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai manajemen pendidikan dasar.
Kedua, bagian ini dikemukakan tiga kasus manajemen pendidikan yang manyangkut fungsi dan peran pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah terpencil; Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan swasta dalam Sisdiknas dalam usaha mencari jati diri dari lembaga-lembaga pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan pengembangan dan pengelolaan pendidikan swasta dewasa ini cenderung menuju konformisme yang berarti mematikan jatdiri pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan mematikan kreativitas, inovasi yang justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang dinamis. Mengenai pendidikan tinggi mmerlukan oreientasi kelembagaan dan program secara terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang profesional. Dan mengenai pendidkan daerah terpencil berkisar pada masalah pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, Tilaar menjelaskan pertama tentang hasil manajemen pendidikan, yaitu kesenjangan mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola sisdiknas, khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, tentang pendidikan dalam globalisasi, dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang tentang perlunya terobosan baru dalam strategi pendidikan guru. Diantaranya dikemukakan tetang pendidikan guru yang profesional untuk menghadapi masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru sebagai manajer pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
Keempat, bagian ini Tilaar mengembukakan pemikirannya tentang fungsi dan peran Sisdiknas sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya adalah menenagi manajemen pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian tinggi.
B. Tantangan dan Solusi Mengatasi Masalah Pendidikan Nasional
Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :
a. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.
b. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.
c. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.
d. Dll
Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya antara lain;
a. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan. Sebagian besar masyarakat merasa hanya memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.
b. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.
c. Rendahnya mutu pendidikan. Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tingkat prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca, pelajaran IPA dan Matematika. Studi The Third International Mathematic and Science Study Repeat TIMSS-R pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika.
Guru Dan Kualitas Pendidikan.
Guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraannya, dll. Dewasa ini persoalan guru masih ada muncul yaitu dengan jumlah kekurangan guru yang cukup besar khususnya di daerah-daerah terpencil maka kita juga tidak dapat berharap akan terciptanya kualitas pendidikan. Disamping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah maupun dari sisi sekolah. Dalam banyak kasus, ada SD yang hanya memiliki tiga hingga empat orang guru sehingga mereka harus mengajar secara paralel dan simultan.
Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis, baik itu menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan. Semisal, masih cukup banyak guru SMA/SMK yang belum berkualifikasi pendidikan sarjana atau strata satu. Seperti yang bersyaratkan dalam UU Guru dan Dasar.
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :
a. Standardisasi.
- Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.
Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan yang tidak layak, karena sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri maupun swasta.
- Standardisasi kompetensi guru.
Hal ini akan tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik. Pasal 8 menyebutkan : ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa. Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.
b. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11 item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen. Tunjangan profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
UU Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya di masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta dapat dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat terganturng anggaran pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum mencapai 20% dari APBN maka akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula dengan program sertifikasi dll, masih memerlukan proses untuk pelaksanaan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Namun diharapkan dengan adanya 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.
BAB IV
KESIMPULAN
Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi.
Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan komplek.
Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Capra, Fritjof 91981), Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, Bentang, Yogyakarta.
Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004 Pembangunan Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
Tilaar (2003), Manajemen Pendidikan Nasional, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu, Debdiknas.
Suwarman H, Engking (2005), Mata Kuliah Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah, PLS UPI, Bandung.
Tadjudin, M.K., 2002. Asesmen Institusi untuk Penentuan Kelayakan Perolehan Status Lembaga yang Mengakreditasi Diri bagi Perguruan Tinggi: Dari Akreditasi Program Studi ke Audit Lembaga Perguruan Tinggi. Jakarta: BAN-PT.