Created By: Annas Kurniawan
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja-Bali
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang semakin pesat. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering diterapkan adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses genetik yang terjadi secara alami. Produk dari bioteknologi tradisional tersebut antara lain: tempe, oncom, yoghurt, dan keju. Bioteknologi tradisional ini terus mengalami perkembangan hingga ditemukannya struktur DNA yang diikuti dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA dan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang DNA, muncullah istilah bioteknologi modern. Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi atau rekayasa DNA. Bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning domba Dolly, antibodi monoklonal.
Dalam aplikasinya, bioteknologi menerapkan berbagai macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut antara lain: mikrobiologi (tentang mikroba), biologi sel (tentang sel), genetika (tentang pewarisan sifat makhluk hidup), dan biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari aspek kimianya). Salah satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dan jumlah skuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil template kompleks.
PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika populasi, dan analisis forensik. Teknik DNA rekombinan telah memberikan perubahan secara signifikan dalam ilmu genetika karena memungkinkan terjadinya isolasi dan karakteristik gen-gen, mempelajari secara rinci fungsi dan ekspresi selama proses perkembangan terjadi, sebagai respon terhadap lingkungan. Mengingat peningnya peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip PCR, pertimbangan penggunaan PCR, dan manfaat PCR.
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat dicari beberapa rumusan masalah yang dapat dibahas, antara lain:
- Apa yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)?
- Apasaja tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)?
- Alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)?
- Apakah komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses Polymerase Chain Reaction (PCR)?
- Apa saja variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)?
- Apa saja manfaat dari Polymerase Chain Reaction (PCR)?
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, maka beberapa tujuan yang ingin dicapai anatara lain:
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengendalian ekspresi genetik
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
- Untuk mengetahui apa saja tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR).
- Untuk mengetahui alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR).
- Untuk mengetahui apakah komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses Polymerase Chain Reaction (PCR).
- Untuk mengetahui apa saja variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR).
- Untuk mengetahui apa saja manfaat dari Polymerase Chain Reaction (PCR).
1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah bagi penulis dan pembaca dapat memperoleh pengetahuan tentang proses Polymerase Chain Reaction (PCR) serta manfaat dari PCR bagi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 dalam Sandra, R.N., 2011).
Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer (annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah terminal 5’ ke 3’. Hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA yang diinginkan.
Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al., 1988 dalam Mahmuddin, 2010).
PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan ujung 5’dari dua untaian skuen target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan DNA template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA substrat melalui pemanasan.
Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok DNA, nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu. Langkah-langkah siklus termal yang diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi spesifik siklus termal.
2.2. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat, penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit (Campbel & Farrel, 2008; Elrod & William, 2011; Natsir, 2002; Stanfield, W., dkk. 2009;; Widyasari, 2001 dalam Sandra, R.N., 2011 ).
Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:
1). Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90oC – 95oC.
2). Penempelan Primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
3). Reaksi Polimerisasi (extension).
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
a). Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
2.3. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reagen khusus yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proses PCR secara in vitro antara lain(Mahmuddin (2010)):
2.4. Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)
Mahmuddin (2010), menyampaikan beberapa komponen-komponen PCR antara lain:
1). Enzim DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin
2). Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA synthesizer.
3). Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
2.5. Variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)
Ada banyak variasi dari PCR yang umum di kenal, antara lain:
2.6. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
c. Bidang kedokteran forensik.
d. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
1). Isolasi Gen.
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
2). DNA Sequencing.
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
3). Identifikasi Forensik.
Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Banyak orang yang juga yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
4). Diagnosa Penyakit.
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
3.1. Kesimpulan
3.1. Saran
Hendaknya pembahasan tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) dapat lebih di perdalam, mengingat bahasan yang disajikan dalam makalah ini masih sangat sedikit. Sehingga diharapkan pengetahuan kita tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) akan lebih baik, guna menunjang pengetahuan yang kita miliki sebagai seorang guru.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
3). Reaksi Polimerisasi (extension).
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Gambar 01. Proses Amplikasi Secara Eksponensial.
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
a). Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
Gambar 02. Siklus Polymerase Chain Reactions (PCR)
2.3. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reagen khusus yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proses PCR secara in vitro antara lain(Mahmuddin (2010)):
- Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
- Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
- Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar 2,5 mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang digabung.
- Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
- Minyak mineral ringan
- Akrilamida (grade elektroforesis)
- N, N’-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
- Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
- TEMED (N, N, N’N ‘Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)
- Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
- Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
- Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)
2.4. Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)
Mahmuddin (2010), menyampaikan beberapa komponen-komponen PCR antara lain:
1). Enzim DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin
2). Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA synthesizer.
3). Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
2.5. Variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)
Ada banyak variasi dari PCR yang umum di kenal, antara lain:
- Alel-spesifik PCR : atau kloning teknik diagnostik yang didasarkan pada -nukleotida polimorfisme tunggal (SNP) Hal ini membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari urutan DNA, termasuk perbedaan antara alel , dan menggunakan primer yang 3 'berakhir meliputi SNP. amplifikasi PCR dalam kondisi ketat jauh kurang efisien dalam adanya ketidaksesuaian antara template dan primer, amplifikasi sukses jadi dengan kehadiran sinyal primer spesifik-SNP dari SNP spesifik secara berurutan.
- Polymerase Cycling Assembly (PCA): sintesis buatan urutan DNA yang panjang dengan melakukan PCR di kolam oligonukleotida panjang dengan segmen tumpang tindih pendek. The oligonukleotida bergantian antara rasa dan arah antisense, dan segmen tumpang tindih menentukan urutan fragmen PCR, sehingga selektif menghasilkan produk DNA panjang akhir.
- Asymmetric PCR : Menguatkan satu untai DNA dalam template DNA beruntai ganda. Hal ini digunakan dalam sequencing dan hibridisasi probing amplifikasi hanya satu dari dua untai komplementer diperlukan. PCR dilakukan seperti biasa, tetapi dengan kelebihan besar primer untuk untai yang ditargetkan untuk amplifikasi. Karena (lambat aritmatika amplifikasi) kemudian dalam reaksi setelah membatasi primer telah digunakan Facebook, siklus PCR tambahan yang diperlukan.
- Amplifikasi tergantung helikase : mirip dengan PCR tradisional, tetapi menggunakan suhu konstan daripada bersepeda melalui denaturasi dan annealing / siklus ekstensi. DNA helikase , sebuah enzim yang unwinds DNA, digunakan di tempat denaturasi termal.
- Hot Start PCR : teknik yang mengurangi amplifikasi non-spesifik selama proses set up awal tahapan PCR. Ini dapat dilakukan secara manual dengan memanaskan komponen reaksi terhadap temperatur leleh (misalnya, 95°C) sebelum menambahkan polimerase. Khusus sistem enzim telah dikembangkan yang menghambat polimerase, aktivitas pada suhu sekitar, baik oleh mengikat dari antibodi atau oleh kehadiran inhibitor yang terikat kovalen yang terdisosiasi hanya setelah suhu aktivasi langkah-tinggi. Hot-start/cold-finish PCR dicapai dengan polimerase hibrida baru yang tidak aktif pada suhu kamar dan akan segera diaktifkan pada suhu perpanjangan.
- PCR spesifik Intersequence (ISSR): metode PCR untuk sidik jari DNA yang memperkuat daerah antara mengulangi urutan sederhana untuk menghasilkan sidik jari yang unik dengan panjang fragmen diperkuat.
- Inverse PCR : umumnya digunakan untuk mengidentifikasi urutan mengapit sekitar genom sisipan. Ini melibatkan serangkaian digestions DNA dan ligasi diri, sehingga diketahui pada urutan kedua ujung urutan tidak diketahui.
- Mediated PCR Ligasi : menggunakan linker DNA kecil diligasikan dengan DNA kepentingan dan beberapa primer anil ke linker DNA, tetapi telah digunakan untuk sekuensing DNA , berjalan genom , dan DNA footprinting.
- PCR spesifik Metilasi (MSP): dikembangkan oleh Stephen Baylin dan Jim Herman di Johns Hopkins School of Medicine dan digunakan untuk mendeteksi metilasi dari CpG pulau dalam DNA genom. DNA pertama diobati dengan natrium bisulfit, yang mengubah unmethylated basa sitosin ke urasil, yang diakui oleh primer PCR sebagai timin. Dua PCR kemudian dilakukan pada DNA dimodifikasi, menggunakan primer set identik kecuali pada setiap pulau CpG dalam urutan primer. Pada titik-titik ini, satu set primer mengakui DNA dengan sitosin untuk mengamplifikasi DNA alkohol, dan satu set mengakui DNA dengan urasil atau timin untuk mengamplifikasi DNA unmethylated. MSP menggunakan qPCR juga dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi kuantitatif daripada kualitatif tentang metilasi.
- Miniprimer PCR : menggunakan polimerase termostabil (S-TBR) yang dapat memperpanjang dari primer pendek ("smalligos") sesingkat 9 atau 10 nukleotida. Metode ini memungkinkan menargetkan untuk mengikat PCR primer daerah yang lebih kecil, dan digunakan untuk memperkuat sekuens DNA, seperti atau eukariotik 18S rRNA).
- Multiplex Ligasi-dependent Probe Amplifikasi (MLPA): izin beberapa sasaran diperkuat dengan hanya sepasang primer tunggal, sehingga menghindari keterbatasan resolusi PCR multipleks.
- Multiplex-PCR : terdiri dari beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .
- Nested PCR : meningkatkan kekhususan amplifikasi DNA, dengan mengurangi latar belakang karena khusus non amplifikasi DNA. Dua set primer yang digunakan dalam dua PCR berturut-turut. Dalam reaksi pertama, sepasang primer digunakan untuk menghasilkan produk DNA, yang selain target yang dimaksud, masih dapat terdiri dari fragmen DNA non-khusus diperkuat. Produk (s) yang kemudian digunakan dalam PCR kedua dengan satu set primer yang mengikat situs sebagian atau seluruhnya berbeda dari dan terletak 3 'dari masing-masing primer yang digunakan dalam reaksi pertama. Nested PCR sering lebih berhasil dalam memperkuat fragmen spesifik DNA yang panjang dari PCR konvensional, tapi membutuhkan pengetahuan lebih rinci tentang urutan target.
- Tumpang tindih-ekstensi PCR atau Penyambungan tumpang tindih ekstensi (BUMN): sebuah rekayasa genetika teknik yang digunakan untuk splice bersama lebih fragmen DNA atau dua yang berisi urutan komplementer. Hal ini digunakan untuk bergabung dengan potongan DNA yang mengandung gen, urutan peraturan, atau mutasi, teknik tersebut memungkinkan penciptaan DNA spesifik dan panjang konstruksi.
- Kuantitatif PCR (Q-PCR): digunakan untuk mengukur jumlah produk PCR (umum secara real-time). Ini secara kuantitatif jumlah ukuran mulai DNA, cDNA, atau RNA. Q-PCR biasanya digunakan untuk menentukan apakah urutan DNA hadir dalam sampel dan jumlah salinan dalam sampel. Kuantitatif real-time PCR memiliki tinggi tingkat yang sangat presisi. QRT-PCR metode menggunakan pewarna fluorescent, seperti Sybr Green, EvaGreen atau fluorophore DNA probe yang mengandung seperti TaqMan, untuk mengukur jumlah produk yang diperkuat secara real time. Hal ini juga kadang-kadang disingkat RT-PCR (R T ime Bit PCR) atau RQ-PCR. QRT-PCR atau RTQ-PCR sesuai kontraksi lebih, karena RT-PCR umumnya mengacu pada reverse transkripsi PCR (lihat di bawah), sering digunakan dalam hubungannya dengan Q-PCR.
- RT reverse transcription PCR (RT-PCR): untuk memperkuat DNA dari RNA. Reverse transcriptase mentranskripsi RNA menjadi cDNA , yang kemudian diamplifikasi dengan PCR. RT-PCR secara luas digunakan dalam profiling ekspresi , untuk menentukan ekspresi gen atau untuk mengidentifikasi urutan dari transkrip RNA, termasuk start transkripsi dan situs penghentian. Jika urutan DNA genom gen diketahui, RT-PCR dapat digunakan untuk memetakan lokasi ekson dan intron dalam gen. 5 'akhir dari gen (sesuai dengan awal transkripsi) biasanya diidentifikasi oleh RACE-PCR (Rapid Amplifikasi cDNA End).
- PCR Thermal asimetris interlaced ( TAIL-PCR ): untuk isolasi dari suatu urutan yang tidak diketahui mengapit urutan yang dikenal. Dalam urutan diketahui, TAIL-PCR menggunakan sepasang nested primer dengan suhu yang berbeda anil; degenerate primer digunakan untuk memperkuat yang lain dari arah yang tidak diketahui.
- Touchdown PCR (Langkah-mundur PCR): sebuah varian dari PCR yang bertujuan untuk mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan suhu anil sebagai bersepeda PCR berlangsung. Suhu anil pada awal siklus biasanya beberapa derajat (3-5 ° C) di atas m T primer yang digunakan, sedangkan pada siklus kemudian, ini adalah beberapa derajat (3-5°C) di bawah T primer m. Suhu tinggi memberikan spesifisitas yang lebih besar untuk primer mengikat, dan suhu yang lebih rendah izin lebih amplifikasi efisien dari produk tertentu terbentuk selama siklus awal.
2.6. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
c. Bidang kedokteran forensik.
d. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
1). Isolasi Gen.
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
2). DNA Sequencing.
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
3). Identifikasi Forensik.
Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Banyak orang yang juga yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
4). Diagnosa Penyakit.
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
- Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA.
- Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR), denaturasi DNA templat, penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA.
- Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzim DNA Polymerase: enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi; Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa; Reagen lainnya berupa dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2.
- Variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR) seperti: Alel-spesifik PCR, Polymerase Cycling Assembly, Asymmetric PCR, Hot Start PCR, PCR spesifik Intersequence, Inverse PCR, Mediated PCR Ligasi, dll.
- Manfaat Polymerase Chain Reaction (pcr), yaitu: amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, bidang kedokteran forensik, melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan DNA “finger print”.
3.1. Saran
Hendaknya pembahasan tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) dapat lebih di perdalam, mengingat bahasan yang disajikan dalam makalah ini masih sangat sedikit. Sehingga diharapkan pengetahuan kita tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) akan lebih baik, guna menunjang pengetahuan yang kita miliki sebagai seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
- Anonim, 2011. PCR (Polimerase Chain Reaction). Diperoleh dari: www. http://www.medicinenet.com. Diakses pada 5 April 2011.
- Campbell dan Farrell. 2008. Biochemistry Sixt Edition. Brooks/cole. Kanada.
- Elrod,S., dan William S. 2011. Genetika edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta.
- Mahmuddin, 2010. Polimerase Chain Reaction (PCR). Diperoleh dari : www. http://mahmuddin.wordpress.com/. Diakses pada 5 April 2011.
- Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. Citra Aditya Bakti. Bandung.
- Sandra, R.N., 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www. http://restunidia.blogspot.com/. Diakses pada 5 April 2011.
- Stanfield, W., dkk. 2009. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga. Jakarta
- Wikipedia, 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www. http://en.wikipedia.org/wiki/ Polymerase_chain_reaction. diakses pada 5 April 2011.