Kunjungan kerja (kunker) DPR ke luar negeri berkali-kali dilakukan. Dan tiap kali pula kunker itu dikritik masyarakat. Ketua DPR Marzuki Alie menilai kritik tersebut tidak adil.
Kasus terakhir, perjalanan Badan Legislatif DPR ke Denmark dan Turki untuk menentukan logo palang merah yang mendapat sorotan publik. Beberapa lembar foto perjalanan legislator jadi pemicu kontroversi.
Dalam foto yang diambil warga Indonesia yang sedang berada di sana tersebut, belasan anggota Baleg DPR tampak bersantai di atas kapal dengan kursi biru, menyusuri Sungai Copenhagen, Denmark.
Badan Kehormatan pun berjanji akan mengusut apakah ada pelanggaran dalam kunjungan kerja ini. Tapi, Ketua DPR Marzuki Alie menilai kritik yang dialamatkan pada instansi yang dia pimpin itu tidak adil.
Menurut Marzuki yang juga politisi Demokrat ini, DPR sudah transparan dan terbuka soal anggaran. Ketidakadilan dia rasa karena menurutnya, DPR sudah berhemat luar biasa.
"Dengan keterbukaan pasti ada kritik. Orang lain nggak ada keterbukaan. Jadi pengelolaan yang baik itu adanya transparansi, makanya kritik banyak. Tapi kritiknya tidak adil," kata Marzuki di gedung DPR, Kamis 13 September 2012.
Dia lantas membandingkan anggaran kunjungan kerja DPR dengan kementerian. “Anggaran DPR berapa sih? Hanya 0,00 sekian persen dari APBN. Masih banyak anggaran perjalanan ke luar negeri di kementerian sampai berpuluh miliar. DPR hanya sekian miliar kok direpotin? Ini kan untuk rakyat,” kata Marzuki lagi.
Dia juga meminta masyarakat maklum apabila ada anggota DPR yang memanfaatkan waktu luang selama di luar negeri untuk berwisata. “Masak orang tidak boleh istirahat satu hari setelah kerja? Ada sisa satu jam, masak tidak boleh jalan, tidak boleh beli oleh-oleh. Ini kan tidak manusiawi, seolah-olah orang dituntut harus kerja terus 24 jam,” ujar Marzuki.
Dalam pandangan Marzuki, kunjungan kerja--termasuk ke luar negeri--penting dilakukan dalam rangka pengawasan dan legislasi.
Meski begitu, Pimpinan DPR melalui rapat sepakat untuk melarang kunjungan kerja dalam dalam konteks pengawasan. Kunjungan kerja tetap dilaksanakan dalam konteks legislasi alias membuat undang-undang.
"Dalam konteks legislasi harus hati-hati dalam hal kebijakan publik. Kebijakan publik harus dengan referensi yang luas. Makanya dalam kaitan legislasi kami buka komisi-komisi, pansus-pansus untuk melakukan kunker," kata dia.
Kunker DPR, penting atau pemborosan?
Bukan sekali ini saja kunjungan kerja para wakil rakyat menuai kontroversi. Dalam musim kerja, DPR kerap mengagendakan perjalanan ke sejumlah negara. Sebagian besar kunjungan ini, terkait dengan pembahasan undang-undang.
Di tahun ini saja, beberapa kunjungan berbiaya miliaran rupiah ke beberapa negara, menuai penolakan karena dinilai pemborosan. Berikut beberapa kunjungan dalam catatan VIVAnews tahun ini yang menuai 'badai' penolakan:
Baleg DPR ke Turki dan Denmark
Menurut Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, alokasi anggaran kunjungan anggota Baleg ke dua negara itu sebesar Rp1,3 miliar.
Kunjungan ke dua negara itu berlangsung 3-8 September 2012. Tujuannya, menentukan lambang Palang Merah Indonesia dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-undang PMI.
Kontroversi kunjungan kerja ini mencuat setelah seorang warga negara Indonesia yang ada di sana memotret kegiatan santai para legislator di atas kapal di Sungai Copenhagen.
Akibatnya, BK DPR sempat mengusulkan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
Penolakan tidak hanya datang dari publik. Anggota Badan Legislatif, Taslim Chaniago menilai studi banding 20 anggota Baleg ke Denmark dan Turki itu tidak perlu.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, lambang palang merah tak perlu dipersoalkan dalam pembuatan RUU Palang Merah karena sudah menjadi ketentuan internasional.
"Bila diubah dengan logo lain, dan masuk ke daerah konflik, maka orang tak akan mengenal logo selain Red Cross, bisa menimbulkan masalah baru," Taslim menjelaskan.
Pansus UU Desa ke Brasil
Agustus lalu, sebanyak 13 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tergabung dalam Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Desa melakukan kunjungan ke Brasil terkait penyusunan RUU yang sedang mereka garap.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) memperkirakan, anggaran lawatan para politikus itu menghabiskan sekitar Rp1,6 miliar.
Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi menjelaskan, anggaran sebesar itu untuk memenuhi kebutuhan 13 anggota dewan dan tiga staf.
"Keberangkatan mereka ke Brazil ini momen paling pas ketika publik lagi disibukkan pulang ke Jakarta. Tujuannya agar jangan banyak kritisi atas kunjungan mereka ke Brasil," kata Uchok.
"Dan cara menghabiskan anggaran paling pintar dengan memilih Brasil, karena tiket mahal sekali," dia menambahkan.
Sementara, anggota komisi II yang juga anggota Panja RUU Desa Abdul Malik Haramain mengaku tak mengetahui mengenai dana tersebut."Tentang anggaran saya nggak mengerti sama sekali."
Rombongan Pansus RUU Desa ke Brasil itu berangkat dipimpin oleh politisi PDIP Budiman Sudjatmiko dengan anggota Abdul Gaffar Patappe, Nanang Samodra, Subakyo, dan Eddy Sadeli (Fraksi Partai Demokrat), Nurul Arifin dan Taufiq Hidayat (Fraksi Partai Golkar), Arif Wibowo (Fraksi PDIP), Yan Herizal (Fraksi PKS), Totok Daryanto (Fraksi PAN), Thalib (Fraksi PPP), Bachruddin Nasori (Fraksi PKB), dan Miryam S. Haryati (Fraksi Hanura).
Pimpinan DPR mengatakan, kunjungan kerja ke Brazil itu sudah mendapat persetujuan dari DPR. "Ketika rapat pimpinan DPR juga sudah disampaikan, pemberian izin itu secara resmi diberikan oleh pimpinan DPR," kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung.
UU Desa ke China dan Venezuela
DPR melakukan kunjungan ke China dan Venezuela untuk pembahasan UU Desa dan Jerman sera Jepang untuk UU Pemda. Studi banding itu dilaksanakan pada 6 Juli 2012.
Anggota Pansus RUU Pemda dan RUU Desa, AW Thalib, mengungkap lawatan itu bertujuan untuk melakukan studi banding terkait pembahasan dua undang-undang tersebut.
"Yang jelas anggota pansus sudah menentukan siapa yang ke Venezuela dan China. Dari rombongan itu nanti dibagi dua. Saya kebagian ke Venezuela," kata AW Thalib di Gedung DPR, Selasa 19 Juni 2012.
Venezuela dan China dipilih karena masih memiliki kemiripan karakter dengan Indonesia. Yaitu, masyarakatnya masih hidup dalam ketergantungan sektor agraria dan sifat masyarakatnya yang beraneka ragam. Nah, DPR ingin tahu bagaimana negara itu mengelola keanekaragaman warganya itu.
Pansus juga ingin mengetahui bagaimana sistem, proses, dan pengelolaan pemerintahan desa di China dan Venezuela. Pasalnya, desa di kedua negara itu secara struktur tidak masuk dalam pemerintahan tapi memiliki peran yang strategis. Ini akan menjadi pembanding dan salah satu sumber masukan yang akan dibahas DPR dan pemerintah nantinya.
Sementara Pansus RUU Pemda diperkirakan akan ke Jerman dan Jepang pada September 2012 mendatang. Awalnya memang direncanakan untuk berangkat dalam waktu dekat. Namun, kemudian ada pemberitahuan untuk ditunda hingga September.
Panja RUU Penyiaran ke Amerika Serikat dan Inggris
Fitra kembali menyoal perjalanan anggota Komisi I DPR yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Penyiaran sedang melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat dan Inggris.
Pada bulan Juli lalu, anggota Komisi I yang tergabung dalam Panja RUU Industri Strategis juga bertolak ke Spanyol dan Brasil.
Berdasarkan perhitungan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), biaya kunjungan menuju empat negara itu menghabiskan anggaran sebesar Rp4 miliar.
Komisi I DPR ke Jerman
Ada empat negara tujuan yang menjadi destinasi Komisi I DPR pada pertengahan April 2012, yaitu Jerman, Ceko, Polandia dan Afrika Selatan. Tapi, saat di Jerman, kehadiran wakil rakyat menuai penolakan.
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman, bersama dengan PPI Berlin, dan Nahdatul Ulama Cabang Istimewa Jerman, memprotes kedatangan Komisi I DPR RI di negeri itu.
Aksi protes ini disampaikan para mahasiswa dan mahasiswi yang hadir di acara tatap muka dengan para wakil rakyat. Penyampaian disampaikan secara lugas, tegas dan 'menohok'.
Seperti diungkapkan salah satu mahasiswa, berkaca dari pengalaman, kunjungan kerja anggota dewan ke Jerman hanya menghambur-hamburkan uang. Sebab kunjungan kerja selalu menyertai anggota keluarga.
"Semoga keikutsertaan keluarga kali ini tidak menggunakan anggaran negara, uang negara sepersen pun," katanya, saat itu.
Keikutsertaan anggota keluarga dinilai tidak efektif dan tidak ada urgensi dengan tugas anggota dewan. "Seperti orang kampung."
Selain itu, Komisi VIII DPR RI juga kunker ke Dermark dan Norwegia. Kunjungan itu akan digelar pada 27-29 April 2011. Selama kunjungan itu, Komisi VIII akan dibagi menjadi dua kelompok.
Kunjungan ini bertujuan mencari masukan guna menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Kesetaraan Gender.
Kasus terakhir, perjalanan Badan Legislatif DPR ke Denmark dan Turki untuk menentukan logo palang merah yang mendapat sorotan publik. Beberapa lembar foto perjalanan legislator jadi pemicu kontroversi.
Dalam foto yang diambil warga Indonesia yang sedang berada di sana tersebut, belasan anggota Baleg DPR tampak bersantai di atas kapal dengan kursi biru, menyusuri Sungai Copenhagen, Denmark.
Badan Kehormatan pun berjanji akan mengusut apakah ada pelanggaran dalam kunjungan kerja ini. Tapi, Ketua DPR Marzuki Alie menilai kritik yang dialamatkan pada instansi yang dia pimpin itu tidak adil.
Menurut Marzuki yang juga politisi Demokrat ini, DPR sudah transparan dan terbuka soal anggaran. Ketidakadilan dia rasa karena menurutnya, DPR sudah berhemat luar biasa.
"Dengan keterbukaan pasti ada kritik. Orang lain nggak ada keterbukaan. Jadi pengelolaan yang baik itu adanya transparansi, makanya kritik banyak. Tapi kritiknya tidak adil," kata Marzuki di gedung DPR, Kamis 13 September 2012.
Dia lantas membandingkan anggaran kunjungan kerja DPR dengan kementerian. “Anggaran DPR berapa sih? Hanya 0,00 sekian persen dari APBN. Masih banyak anggaran perjalanan ke luar negeri di kementerian sampai berpuluh miliar. DPR hanya sekian miliar kok direpotin? Ini kan untuk rakyat,” kata Marzuki lagi.
Dia juga meminta masyarakat maklum apabila ada anggota DPR yang memanfaatkan waktu luang selama di luar negeri untuk berwisata. “Masak orang tidak boleh istirahat satu hari setelah kerja? Ada sisa satu jam, masak tidak boleh jalan, tidak boleh beli oleh-oleh. Ini kan tidak manusiawi, seolah-olah orang dituntut harus kerja terus 24 jam,” ujar Marzuki.
Dalam pandangan Marzuki, kunjungan kerja--termasuk ke luar negeri--penting dilakukan dalam rangka pengawasan dan legislasi.
Meski begitu, Pimpinan DPR melalui rapat sepakat untuk melarang kunjungan kerja dalam dalam konteks pengawasan. Kunjungan kerja tetap dilaksanakan dalam konteks legislasi alias membuat undang-undang.
"Dalam konteks legislasi harus hati-hati dalam hal kebijakan publik. Kebijakan publik harus dengan referensi yang luas. Makanya dalam kaitan legislasi kami buka komisi-komisi, pansus-pansus untuk melakukan kunker," kata dia.
Kunker DPR, penting atau pemborosan?
Bukan sekali ini saja kunjungan kerja para wakil rakyat menuai kontroversi. Dalam musim kerja, DPR kerap mengagendakan perjalanan ke sejumlah negara. Sebagian besar kunjungan ini, terkait dengan pembahasan undang-undang.
Di tahun ini saja, beberapa kunjungan berbiaya miliaran rupiah ke beberapa negara, menuai penolakan karena dinilai pemborosan. Berikut beberapa kunjungan dalam catatan VIVAnews tahun ini yang menuai 'badai' penolakan:
Baleg DPR ke Turki dan Denmark
Menurut Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, alokasi anggaran kunjungan anggota Baleg ke dua negara itu sebesar Rp1,3 miliar.
Kunjungan ke dua negara itu berlangsung 3-8 September 2012. Tujuannya, menentukan lambang Palang Merah Indonesia dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-undang PMI.
Kontroversi kunjungan kerja ini mencuat setelah seorang warga negara Indonesia yang ada di sana memotret kegiatan santai para legislator di atas kapal di Sungai Copenhagen.
Akibatnya, BK DPR sempat mengusulkan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
Penolakan tidak hanya datang dari publik. Anggota Badan Legislatif, Taslim Chaniago menilai studi banding 20 anggota Baleg ke Denmark dan Turki itu tidak perlu.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, lambang palang merah tak perlu dipersoalkan dalam pembuatan RUU Palang Merah karena sudah menjadi ketentuan internasional.
"Bila diubah dengan logo lain, dan masuk ke daerah konflik, maka orang tak akan mengenal logo selain Red Cross, bisa menimbulkan masalah baru," Taslim menjelaskan.
Pansus UU Desa ke Brasil
Agustus lalu, sebanyak 13 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tergabung dalam Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Desa melakukan kunjungan ke Brasil terkait penyusunan RUU yang sedang mereka garap.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) memperkirakan, anggaran lawatan para politikus itu menghabiskan sekitar Rp1,6 miliar.
Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi menjelaskan, anggaran sebesar itu untuk memenuhi kebutuhan 13 anggota dewan dan tiga staf.
"Keberangkatan mereka ke Brazil ini momen paling pas ketika publik lagi disibukkan pulang ke Jakarta. Tujuannya agar jangan banyak kritisi atas kunjungan mereka ke Brasil," kata Uchok.
"Dan cara menghabiskan anggaran paling pintar dengan memilih Brasil, karena tiket mahal sekali," dia menambahkan.
Sementara, anggota komisi II yang juga anggota Panja RUU Desa Abdul Malik Haramain mengaku tak mengetahui mengenai dana tersebut."Tentang anggaran saya nggak mengerti sama sekali."
Rombongan Pansus RUU Desa ke Brasil itu berangkat dipimpin oleh politisi PDIP Budiman Sudjatmiko dengan anggota Abdul Gaffar Patappe, Nanang Samodra, Subakyo, dan Eddy Sadeli (Fraksi Partai Demokrat), Nurul Arifin dan Taufiq Hidayat (Fraksi Partai Golkar), Arif Wibowo (Fraksi PDIP), Yan Herizal (Fraksi PKS), Totok Daryanto (Fraksi PAN), Thalib (Fraksi PPP), Bachruddin Nasori (Fraksi PKB), dan Miryam S. Haryati (Fraksi Hanura).
Pimpinan DPR mengatakan, kunjungan kerja ke Brazil itu sudah mendapat persetujuan dari DPR. "Ketika rapat pimpinan DPR juga sudah disampaikan, pemberian izin itu secara resmi diberikan oleh pimpinan DPR," kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung.
UU Desa ke China dan Venezuela
DPR melakukan kunjungan ke China dan Venezuela untuk pembahasan UU Desa dan Jerman sera Jepang untuk UU Pemda. Studi banding itu dilaksanakan pada 6 Juli 2012.
Anggota Pansus RUU Pemda dan RUU Desa, AW Thalib, mengungkap lawatan itu bertujuan untuk melakukan studi banding terkait pembahasan dua undang-undang tersebut.
"Yang jelas anggota pansus sudah menentukan siapa yang ke Venezuela dan China. Dari rombongan itu nanti dibagi dua. Saya kebagian ke Venezuela," kata AW Thalib di Gedung DPR, Selasa 19 Juni 2012.
Venezuela dan China dipilih karena masih memiliki kemiripan karakter dengan Indonesia. Yaitu, masyarakatnya masih hidup dalam ketergantungan sektor agraria dan sifat masyarakatnya yang beraneka ragam. Nah, DPR ingin tahu bagaimana negara itu mengelola keanekaragaman warganya itu.
Pansus juga ingin mengetahui bagaimana sistem, proses, dan pengelolaan pemerintahan desa di China dan Venezuela. Pasalnya, desa di kedua negara itu secara struktur tidak masuk dalam pemerintahan tapi memiliki peran yang strategis. Ini akan menjadi pembanding dan salah satu sumber masukan yang akan dibahas DPR dan pemerintah nantinya.
Sementara Pansus RUU Pemda diperkirakan akan ke Jerman dan Jepang pada September 2012 mendatang. Awalnya memang direncanakan untuk berangkat dalam waktu dekat. Namun, kemudian ada pemberitahuan untuk ditunda hingga September.
Panja RUU Penyiaran ke Amerika Serikat dan Inggris
Fitra kembali menyoal perjalanan anggota Komisi I DPR yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Penyiaran sedang melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat dan Inggris.
Pada bulan Juli lalu, anggota Komisi I yang tergabung dalam Panja RUU Industri Strategis juga bertolak ke Spanyol dan Brasil.
Berdasarkan perhitungan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), biaya kunjungan menuju empat negara itu menghabiskan anggaran sebesar Rp4 miliar.
Komisi I DPR ke Jerman
Ada empat negara tujuan yang menjadi destinasi Komisi I DPR pada pertengahan April 2012, yaitu Jerman, Ceko, Polandia dan Afrika Selatan. Tapi, saat di Jerman, kehadiran wakil rakyat menuai penolakan.
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman, bersama dengan PPI Berlin, dan Nahdatul Ulama Cabang Istimewa Jerman, memprotes kedatangan Komisi I DPR RI di negeri itu.
Aksi protes ini disampaikan para mahasiswa dan mahasiswi yang hadir di acara tatap muka dengan para wakil rakyat. Penyampaian disampaikan secara lugas, tegas dan 'menohok'.
Seperti diungkapkan salah satu mahasiswa, berkaca dari pengalaman, kunjungan kerja anggota dewan ke Jerman hanya menghambur-hamburkan uang. Sebab kunjungan kerja selalu menyertai anggota keluarga.
"Semoga keikutsertaan keluarga kali ini tidak menggunakan anggaran negara, uang negara sepersen pun," katanya, saat itu.
Keikutsertaan anggota keluarga dinilai tidak efektif dan tidak ada urgensi dengan tugas anggota dewan. "Seperti orang kampung."
Selain itu, Komisi VIII DPR RI juga kunker ke Dermark dan Norwegia. Kunjungan itu akan digelar pada 27-29 April 2011. Selama kunjungan itu, Komisi VIII akan dibagi menjadi dua kelompok.
Kunjungan ini bertujuan mencari masukan guna menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Kesetaraan Gender.
Sumber : fokus.news.viva.co.id