PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DAERAH



BAB I
PENDAHULUAN
 1.1  Latar Belakang
Pelayanan  Publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah  memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam  rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan,, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik (public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
Di Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri  Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres  No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan  Pelayanan Publik.Oleh karena saya membuat makalah ini dengan judul “ Pelayanan Publik Pemerintahan Daerah” ,dan  diharapkan agar kita lebih memahami tentang Pelayanan Publik Daerah tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan dan kebijakan  pelayanan  publik dalam desentralisasi pemerintah
    daerah  ?
2. Bagaimanakah paradigma pelayanan publik pemerintah daerah  ?
3. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik pemerintah daerah  ?  
  
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik dalam desentralisasi
    pemerintah.
2. Mengetahui tentang paradigma pelayanan publik pemerintah daerah.
3. Mengetahui tentang  perubahan kualitas pelayanan publik pemerintah daerah.

BAB II
KERANGKA TEORI
 2.1 Pengaruh
            Pengaruh adalah yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik secara langsung maupun tidak. Pengaruh bisa dirunut langkah mundur dari suatu dampak pada sesuatu yang terjadi tersebut.Jadi, pengaruh adalah logika terbalik dari suatu kejadian.
Di dalam kamus besar Indonesia, pengaruh dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi indovisdu yang terwujud di gerakan atau sikap dengan cara tidak hanya gerakan badan atau ucapan saja. Pengaruh merupakan daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yg ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.

2.2  Reformasi
            Reformasi adalah suatu perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau Negara, ekonomi perubahan secara drastis untuk perbaikan ekonomi dl suatu masyarakat atau Negara, perdana menteri yg baru telah menyapu kalangan oposisi dan memberikan serangan telak dengan ekonomi,  hukum perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang hukum dl suatu masyarakat atau negara, politik perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang politik dl suatu masyarakat atau Negara.
            Reformasi administrasi menurut Lee dan Samonte (Nasucha, 2004) merupakan perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya.
            Caiden (1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of administrative transformation against resistance, dimana dapat diartikan bahwa reformasi administrasi merupakan keinginan atau dorongan yang dibuat agar terjadi perubahan atau transformasi di bidang administrasi. Sedangkan Quah (Nasucha, 2004) menyatakan bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional.
            Reformasi administrasi harus bertujuan untuk membawa administrasi dalam suatu negara selain memberikan jaminan hukum bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugasnya, juga memberikan tingkat kepastian hukum dan kecepatan pelayanan yang maksimal, menimbulkan biaya yang minimal kepada para wajib pajak, dan pada saat yang bersamaan meminimalkan ketidaknyamanan dan formalitas terhadap publik. Plowden (Guzman, 1992) menyatakan bahwa reformasi administrasi adalah meningkatkan dan membuat administrasi menjadi lebih profesional. Sedangkan UN DTCD (Guzman, 1992) menyatakan reformasi administrasi merupakan penggunaan kekuasaan dan pengaruh dalam menetapkan ukuran yang baru bagi sistem administrasi sehingga mereka akan merubah tujuan, struktur dan prosedur sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan. Finan (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai segala macam bentuk pengembangan administrasi (all improvements in administrations).Sedangkan Siegel (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai perubahan atau perombakan secara besar-besaran terhadap administrasi dalam kondisi yang sulit.
            Caiden (Zauhar, 2002) dengan jelas membedakan antara reformasi administrasi (administrative reform) dan perubahan administasi (administrative change).Perubahan administrasi diberi makna sebagai respon keorganisasian yang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atau perubahan kondisi. Lebih lanjut dikatakan bahwa munculnya kebutuhan akan reformasi administrasi sebagai akibat adanya perubahan administrasi. Tidak berfungsinya perubahan administrasi yang alamiah ini menyebabkan diperlukannya reformasi administrasi.Caiden (1991) juga menyatakan bahwa reformasi administrasi sebagai upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kinerja (performance) dan kegiatan untuk melakukan perbaikan atas kesalahan yang dilakukan (correction of wrongdoing).
            Sebuah seminar tentang administrative reform dan innovations yang diselenggarakan oleh pemerintah Malaysia bekerja sama dengan Eastern Regional Organizational for Public Administration (EROPA) telah menyepakati bahwa reformasi administrasi tidak hanya diartikan sebagai perbaikan struktur organisasi, akan tetapi meliputi pula perbaikan perilaku orang yang terlibat di dalamnya.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi, serta sikap dan perilaku birokrat, guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
            Dari berbagai definisi reformasi administasi tersebut, dapat ditarik beberapa poin penting antara lain, reformasi administrasi disinonimkan dengan perubahan (change), memiliki hubungan yang sangat erat dengan inovasi (innovation), agar reformasi administrasi ini dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan perubahan secara sistemik dan bersifat luas, faktor utama dilakukannya reformasi administrasi adalah cepatnya perubahan lingkungan sistem administrasi, dan tujuan dari reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
            Berdasarkan beberapa pengertian reformasi administrasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi.
Mosher (Leemans) berpendapat bahwa tujuan dari reformasi administrasi adalah merubah kebijakan dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar. Menurut Caiden (1969), tugas dari para pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual, kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat. Dror (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat multidimensional.
            Terdapat 6 (enam) tujuan reformasi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, tiga tujuan reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.

2.3 Kebijakan
            Thomas R. Dye mendefinisikan bahwa "Public policy is whatever government chose to do or not. to do" (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). 
Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.Di samping itu, kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
            Pandangan lain dari kebijakan publik yaitu melihat kebijakan publik sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islami menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu :
Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk Perdanya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah ;
1.)  Bhwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam
      bentuk yang nyata;
2.)  Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu
       itu, mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu; dan
3.)  Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota
       masyarakat.
Dalam hal ini teori kebijkan publik yang penulis gunakan adalah teori kebijkan publik menurut Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa kebijkan publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah.
Salah satu hal penting yang berkaitan dengan kebijakan publik adalah proses pembuatan kebijakan publik. Menurut Thomas R. Dye Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses politik yang melibatkan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan sadar dari pelaku kebijakan.
            Terdapat banyak proses atau tahap-tahap yang perlu dilalui untuk membuat suatu kebijakan. Tahap pertama, Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah public dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
            Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Hanya ada  beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik, di antaranya :
1. Telah mencapai titik kritis tertentu  jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius.
2.Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis.
3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan
    mendapat dukungan media massa.
4. Menjangkau dampak yang amat luas dan
5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat.
Salah satu isu yang paling mendesaklah yang akan terpilih dalam agenda kebijakan publik. Tahap kedua ialah tahap formulasi kebijakan.Masalah yang masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari alternatif pemecahan masalah yang terbaik.Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Dalam tahap perumusan kebijakan ini, masing-masing alternatif akan bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
            Tahap ketiga merupakan tahap adopsi kebijakan.Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap formulasi kebijakan, yakni memilih kebijakan.Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
            Tahap selanjutnya ialah implementasi kebijakan. Suatu program hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika tidak diimplementasikan. Pada tahap ini, berbagai kepentingan akan saling bersaing, beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan dari para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
            Tahap yang terakhir ialah tahap penilaian kebijakan, kebijakan yang telah dijalankan  dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diiinginkan.
Oleh karena itu, maka ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
            Selain itu untuk mencapai  implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn,  implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana atau implementor, kondisi ekonomi, sosial, politik, kecenderungan pelaksana atau implementor.
Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan :

a. Tahapan intepretasi.
            Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional.Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk Undang-Undang ataupun Perda.Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis namun juga berupa proses komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut – baik yang berbentuk abstrak maupun operasional – kepada para pemangku kepentingan.

b.Tahapan pengorganisasian.
            Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan maka dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah.
            Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn.Hal ini didasarkan pada konsep implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan Van Horn memiliki definisi konseptual yang terbagi dalam beberapa dimensi.Dimensi tersebut meliputi tindakan individu atau kelompok dan tujuan atau sasaran. Peneliti tidak mencantumkan dimensi ke dalam operasionalisasi konsep karena salah satu dimensi, yaitu tujuan atau sasaran  masih belum bisa diukur.

2.4 Pelayanan
            Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Menurut Kep. MenPan No 81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Servis berasal dari orang-orang bukan dari suatu perusahaan. Tanpa memberi nilai pada diri sendiri , tidak akan mempunyai arti apapun. Demikian halnya pada organisasi atau perusahaan yang essensial merupakan kumpulan orang-orang.Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsure yang paling mendasar dari keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan yang berkualitas.
            Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,
      adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta,
      seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutanmilik swasta.
2.) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik.
     Yang dapat dibedakan menjadi :
Ø  Bersifat primer yang merupakan semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan,
Ø  Bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu :
1.)  Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
       perubahan yang diminta oleh pengguna.
2.)  Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan
       semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3.)  Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada,
       dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4.)   Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas
        transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5.)   Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara
        pelayanan yang lebih dominan.
            Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.
            Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara)dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturanperundang-undangan.
            Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin beraniuntuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001).
            Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah).
Dengan ciri sebagai berikut :
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah,
     cepat, tepat, tidak berbelit-belitmudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat
     yang meminta pelayanan ;
3.  Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan
     kepastian mengenai :
a.  Prosedur/tata cara pelayanan.
b.  Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administrative.
c.  Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
      pelayanan.
            Pelayanan  publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas dan juga merupakan salah satu unsur  yang  mendorong  perubahan  kualitas, Pemerintahan Daerah. Bagaimanapun kecilnya suatu negara, negara tarsebut tetap akan membagi-bagi pemerintahan menjadi sistem yang lebih kecil (Pemerintahan Daerah)  untuk memudahkan pelimpahan tugas dan wewenang. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak–hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang  pendidikan, kesehatan, utilitas dan lainnya.
            Sejak diberlakukan penerapan UU  No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efesiensi struktural ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan Negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi  merupakan keniscayaan dalam oraganisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentralisasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi
            Dengan demikian, pemerintah daerah dalam  menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah,  yaitu memberikan dan  meningkatkan pelayanan yang  memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan  pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat, untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Konsepsi Pelayanan Publik, berhubungan dengan bagaimana meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan, dalam kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh masyarakat.
            Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi,  mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta pentingnya dilakukan perbaikan  mutu  pelayanan. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas, akan memacu potensi sosial ekonomi masyarakat yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi. Penyediaan pelayanan publik yang bermutu  merupakan  salah satu alat untuk mengembalikan  kepercayaan  masyarakat  kepada pemerintah yang semakin berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus  menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut menjadikan  pemberian pelayanan publik yang berkualitas kepada masayarakat menjadi semakin penting untuk dilaksanakan.
  
BAB III
PEMBAHASAN
 3.1. Permasalahan Pelayanan Publik
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain :
a.  Kurang responsif.
Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
b.  Kurang informatif.
Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c.  Kurang accessible.
Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
d.  Kurang koordinasi.
Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e.  Birokratis.
Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f.  Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.
Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
g.  Inefisien.
Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam  pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empaty dan etika. Berbagai pandangan juga setuju  bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

3.2. Pemecahan Masalah
Tuntutan  masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang  memuaskan  masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1.  Penetapan Standar Pelayanan. Standar  pelayanan  memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar  pelayanan  merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal :
Ø  Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus.
Ø  Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ø  Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan.
Ø  Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan.
Ø  Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan.
Ø  Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas.
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan public.
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu   sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain : contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur ; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan  price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.

3.3. Desentralisasi
            Kasus - Kasus Federalisme yang Bertentangan dengan Desentralisasi
Di Kanada, pemerintah Federal dapat membatalkan Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah propinsi, dan bahkan menginstruksikan Letnan Gubernur untuk menundanya.
Konstitusi di bekas negara Uni Soviet menentukan bahwa satu-satunya yang berhak melakukan amandemen terhadap konstitusi adalah Pemerintah Pusat. Bahkan kekuasaan Pemerintah Pusat sangat besar dibandingkan dengan yang dimiliki atau yang menjadi haknya pemerintah Negara Bagian di negara itu.
 
BAB IV
P E N U T U P
 4.1 Kesimpulan
            Penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerja Pemerintah Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk memperoleh jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan mekanisme pasar, penerapan  manejemen  publik modern,  dan perluasan makna demokrasi.

4.2 Saran
Ø  Pelayanan  Publik Pemerintah Daerah dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap Pemerintah Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya.
Ø  Otonomi adalah diberikan kepada masyarakat, sehingga keberadannya harus memberikan pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi tersebut.
Ø  Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika pelayanan publik.
Ø  Kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu : sistem, kelembagaan, sumber daya manusia, dan keuangan. Dalam hal ini pemerintah harus benar-benar memenuhi keempat aspek tersebut, karena dengan begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.


DAFTAR PUSTAKA

 Dwiyanto, Agus. 2003. Reformasi Pelayanan Publik : Apa yang harus dilakukan?, Policy
Brief. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Atep Adya Brata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.

 Lembaga Administrasi Negara. 2003. Jakarta: Penyusunan Standar Pelayanan Publik. LAN.

Seemoreat: http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-pelayanan-publik-pemerintah.html#sthash.Hi6xg3EE.dpuf















.