KARYA ILMIAH
ANALISIS UNSUR INTRINSIK ROMAN
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
(Karya : Hamka)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmad-Nya bagi penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tentang ”Analisis Unsur Intrinsik Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya : Hamka”. Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah menulis serta memperlancar proses belajar-mengajar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pembimbing mata kuliah ”Menulis” Bapak Moch. Malik, S.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi penyusunan maupun dari segi materi. Oleh karena itu dengan rasa rendah hati dan hormat penulis menerima setiap kritik dan saran yang bersifat membangun yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah karya hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.
Dalam dunia kesusastraan penyair sering dilukiskan sebagai orang kerasukan yang bicara secara tidak sadar tentang apa saja yang dirasakan dalam tingkatan sub dan supra dan supra-rasional (Hardjana, 1981 : 61). Dalam dunia fiksi kadang ada sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena memang dengan istilah seorang penyair mengejewantahkan imajinasinya untuk diwujudkan dalam karya sastra.
Dalam dunia kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur pembangun dalam karya sastra ada dua, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Pada makalah ini penyusun akan menganalisis karya sastra yang berbentuk roman dengan judul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch” Karya Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka).
1.2.2 Penegasan Konsep Variabel
Dalam makalah ini penulis hanya menganalisis satu variabel yaitu : tentang analisis unsur intrinsik pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya (Hamka).
1.2.3 Deskripsi Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu meluas, maka penyusun membatasi analisis terhadap cerpen ”1” tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Haji Abdul Karim Amirullah (Hamka) dengan melihat unsur intrinsiknya yaitu : 1). Tema 2). Tokoh 3). Sudut Pandang.
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang unsur intrinsik terutama pada tema, tokoh, dan sudut pandang pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
1.4 Pengertian istilah dalam judul
Judul dalam makalah ini adalah unsur intrinsik pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka. Untuk menghindari terjadinya salah tafsir dan salah persepsi terhadap permasalahan dalam judul ini, maka penulis menjelaskan tentang istilah yang terdapat dalam judul sebagai berikut :
Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran dalam makalah ini, maka dalam sistematika penulisan digambarkan secara singkat mengenai isi makalah ini.
Bab I Pendahuluan, didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan terdiri dari atas rumusan masalah, penegasan konsep variabel, deskripsi masalah, tujuan pembahasan, pengertian istilah dalam judul dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Teoritis, pada bab ini penulis akan menguraikan sebagai berikut : pengertian prosa fiksi, unsur intrinsik karya sastra, pengertian tema, tokoh, dan sudut pandang.
Bab IV Penutup, yang berisi kesimpulan, saran, dan Daftar Pustaka. Dengan bab ini diharapkan mampu memberikan dambaran tentang isi keseluruhan dari suatu penelitian yakni dengan kesimpulan-kesimpulan. Selain itu juga dapat memberikan suatu saran-saran bagi kita untuk menyempurnakan makalah ini.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian Prosa Fiksi
Sesuatu yang tidak dapat kita tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk prosa adalah pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang dimaksud dengan prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng mempunyai pemeran lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal imajinasi, Chamidah, dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah cerita hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peristiwa yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin (1995) menambahkan bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban oleh pelaku pelaku tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga terjalin suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa posisi fiksi bermula dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki atau esensial prosa fiksi atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bercerita, sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan cerita dengan cerita ”To tell a story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan, sebuah fiksi, sehingga cerita rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif, dan (3) cerita rekaan disusun dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah cerita prosa ”A narative prosa”.
Dalam dunia fiksi terdapat juga kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun ada perbedaan kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren, 1989 ; 278-9 Dalan Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan namun tidak selalu menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur intrinsik karya sastra
Cerita rekaan merupakan sebuah totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerita rekaan merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud adalah unsur intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya dibicarakan unsur intrinsik karya fiksi.
2.3. Tema, Tokoh, dan Sudut Pandang
Tema
Menurut Sudjiman (1988;50) menyatakan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya. Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan. Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an Werren (dalam Tarigan. 1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau maksud cerita dengan kata lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema dalah masalah pokok yang mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh cerita tema pada hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan. Sehingga untuk menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami ilmu-ilmu humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub tema. Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa yang banyak dibicarakan.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan hal penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh dan penokohan akan memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh sebagai pelaku cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan berujud manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan. Tokoh sebagai unsur cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi tokoh dengan pembaca. Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca, masyarakat, sehingga kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami pula oleh pembaca.
Sudut Pandang (point of view)
a. Pengertian Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro, 2005; 248). Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak mau ia harus menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut pandang menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja, akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
b. Macam-macam Sudut Pandang
Secara umum sudut pandang dapat di bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga, persona kedua dan sudut pandang campuran.
1. Sudut pandang persona orang tokoh cerita”dia”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dan kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertiain” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja mempunyai nama, namun karena ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang tersebut. Penyebutan nama si ”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain yang bagi si ”aku” merupakan tokoh ”dia”.
Dalam sudut pandang ini adalah sudut pandang yang bersifat internal maka jangkauannya terbatas. Narator hanya bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang lain. Sudut pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si ”Aku” dalam cerita, si ”aku” mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi tokoh tambahan.
3. Sudut pandang campuran
Pengarang sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan ”dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ”aku” dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).
BAB III
ANALISIS OBJEK
3.1. Tema Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch
Tema yang terkandung dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch adalah tema tradisional yakni cinta tak sampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut adat.Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta sampainya cinta Zainuddin kepada Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz, masalah adat dan lain sebagainya.
3.2. Tokoh dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni Zainuddin, Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik reaksi tokoh, tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran tokoh. Di pihak lain selain tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang menjadi penunjang hadirnya tokoh utama yakni Base (orang tua angkat dari tokoh Zainuddin) yang ditampilkan secara langsung dengan cakapan/dialog, tingkah laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh Mande Jamilah (bako tokoh Zainuddin) yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang ditampilkan dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara langsung pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan cara-cara yang ada agar lebih efektif dan menarik.
3.3. Sudut Pandang dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch
Sudut pandang yang digunakan dalam roman tenggelamnya kapal Van Der Wijk adalah sudut pandang pesona ketiga ”dia” baik sudut pandang ” dia ” maka tahu (third-person-omnisdient) dan sudut pandang ”dia” terbatas atau ’dia sebagai pengamat (third-person-iimited)
Sudut pandang pesona ketiga ”dia” maha tahu (third-person-omnisdient) dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck narator mampu menceritakan sesuatu yang bersifat baik, dapat diindera, maupun sesuatu yang terjadi dalam hati dan pikiran tokoh, bahkan lebih dari seorang tokoh. Sehingga pembaca menjadi tahu keadaan luar-dalam masing-masing tokoh. Misalnya penggambaran tokoh Zainuddin dengan tokoh Hayati seolah-olah tidak ada rahasiapun tentang yang tidak diketahuinya.
Sudut pandang persona ketiga ”dia” terbatas (third-person-iimited), tokoh yang paling banyak perannya dalam roman tenggelamnya kapal Van Der Wijk adalah Zainuddin dan Hayati, kedua tokoh utama tersebut digambarkansecara gamblang melalui adanya deskripsi dan cerita yang lebih merupakan laporan pengamat kepada pembaca.
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Roman Tenggelamnya kapal Vander Wijck adalah karya fiksi yang unsur instrinsiknya sebagai berikut.
1. Temanya adalah kasih tak sampai
2. Tokoh utamanya adalah Zainuddin dan Hayati serta ditunjang oleh beberapa tokoh tambahan lainnya sebagai penunjang tokoh utama.
3. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang pesona ketiga ”dia”.
4.2 SARAN-SARAN
Marilah kita senantiasa buntuk membaca dan menelaah apa yang ada disekitar kita untuk mempertajam fikiran dalam rangka terbentuknya insal kamil, salah satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai kemanusiaan dan kehidupan (masalah humanitas).
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.