Makalah Biografi Abu Dawud
A. Pendahuluan
Setelah Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, kini giliran Imam Abu Dawud dan Imam at-Tirmizi, yang juga merupakan ahli hadis dan penghimpun hadis yang terkenal dan masuk dalam kategori kutub as-sittah. Karyanya yang termasyhur yaitu Kitab al-Jami’ (Jami’ at-Tirmizi).
Kalau Imam al-Bukhari dan Imam Muslim terkenal dengan kitab sahihnya, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai dua kitab sunan yaitu Sunan Abi Dawud dan Sunan at-Tirmizi yang secara sekilas mereka terkenal sebagai ahli hadis dan juga ahl fiqih. Lalu apa perbedaan di antara kedua kitab ini dan mengapa mereka masuk dalam kategori kitab enam yang diakui itu?
Sebagaimana diketahui bahwa kitab sunan adalah kitab yang disusun berdasarkan bab-bab hukum seperti taharah, salat, zakat yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, sedangkan pendapat para sahabat tidak disebutkan didalamnya.[1]
Maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang kedua imam diatas berdasarkan biografi, sistematikan penulisan dan kandungan sunannya, penilaian dan komentar ulama dan pakar, serta kitab-kitab syarahnya.
B. Biografi Abu Dawud
Nama lengkap Imam Abu Dawud adalah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr al-Azi as-Sijistani. Beliau merupakan seorang imam ahli hadis yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli hadis dan pengarang kitab sunan. Beliau lahir pada tahun 202 H/817 M di Sijiatan.[2] Abu Dawud meninggal dunia di Basrah pada tanggal 16 Syawal 275 H/889 M.[3]
Pribadi Abu Dawud sejak sejak masih kecil merupakan pecinta ilmu pengetahuan da bermusahabah dengan para ulama guna menerima ilmu yang diinginkannya. Sebelum dewasa beliau telah melakukan rihlah ilmiyah dan beajar hadis keberbagai negeri seperti, Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lainnya. Hasil pengembarannya dikonklusikan dengan menyaring hadis-hadis untuk kemudian ditulis dalam sunanya. Di Baghdad beliau mengajarkan hadis dan fiqih kepada para penduduk dengan menggunakan kita sunan sebagai referensi utamanya. Kitab sunannya mendapat pujian yang besar dari Imam Ahmad bin Hambal. Imam Abu Dawud Kemudian menetap di Basrah atas permintaan gubernur Basrah.[4]
Beliau mempunyai beberapa guru antara lain: Ahmad bin Hambal al-Qan’abi, Abu ‘Amr ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja, Abu al-Walid at-Tayalisi dan lain-lain. Di antara muridnya antara lain: Abu Isa at-Tirmizi, Abu Abd ar-Rahman an-Nasa’i, Abu Bakar bin Abi dawud, Abu ‘Awanah, Abu Sa’id al-A’rabi, Abu Ali al-Lu’lu’i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.[5]
C. Sistematika Pernulisan dan Kandungan Sunannya
Imam Abu Dawud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadisnya berfokus murni pada hadis tentang syariat. Setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan al-quran, begitu pula sanadnya. Beliau pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal untuk meminta perbaikan.
Abu Dawud adalah sala seorang perawi yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadis memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abi Dawud. Kriteria yang digunakan Abu Dawud sebagaimana telah ditetapkan olehnya bahwa kitabnya terdiri dari hadis sahih, hadis yang mirip dengannya (yusybihuhu) dan hadis yang berdekatan dengannya (yuqarribuhu).[6]
Karya-karya di bidang kitab-kitab hadis seperti kitab jami’, Musnad dan sebagainya disamping berisi hadis-hadis hukum,juga memuat hadis-hadis yang berkenaan denan amal-amal yang terpiji (fada’il amal), kisah-kisah, nasehat-nasehat (mawa’iz),adab dan tefsir. Cara demikian tetap belangsung sapai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabbya khusus memuat hadis-hadis hukum dan sunnah-sunah yang menyangkut hukum. Ketika selesai Abu Dawud memperlihatkan kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hambal , dan Ibn Hambal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.[7]
Abu Dawud dalam Sunannya tidak hanya mncantumkan hadis-hadis sahih sebagaiman telah dilakukan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi ia memasukkan pula didalamnya hadis sahih, hadis hasan, hadis da’if yang tidak terlalu lemah dan hadis yang tidak disepakati para ulama untuk ditinggalkan. Hadis-hadis yang sangat lemah ia jelaskan keemahannya.[8]
Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Mekkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan mengenai kita Sunannya. Abu Dawud menulis sebagai berikut:
“Aku mendengar dan menulis hadis Rasulallah saw sebanyak 50.000 buah. Dari jumlah tersebut aku seleksi sebanyak 4.800 hadis yang kemudian aku tuangkan ke dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadis-hadis yang sahih, semi sahih dan mendekati sahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadispun yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan Segala hadis macam ini ada hadis yang tidak sahih sanadnya. Adapun hadis yang tidak kami beri penjelasan sedikitpun, maka hadis ini bernilai salih ( dapat dipakai), dan sebagian hadis salih ini ada yang lebih sahih dari yan lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab sesudah al-quran yan harus dipelajari selain dari pada kitab ini. Empat buah hadis saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagamaan tip orang.[9] Hadis tersebut adalah:
Pertama:
Artinya: “Segala amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap orang memperoleh apa yang ia niatkan”. [10]
Kedua:
Artinya: “Termasuk kebaikan islamseseorang ialah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya”.[11]
Ketiga:
Artinya: “Tidaklah seorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya”.[12]
Keempat:
Artunya: “Yang halal itu jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat atau samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menghindari syubhat berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus kedalam syubhat, maka ia terjerumus kadalam perbuatan haram, ibarat pengembala yang mengembalakan ternaknya ditempat terlarang”.[13]
Adapun alasan Abu Dawud menggunakan empat hadis tersebut karena dengan empat hadis itu cukup bagi seseorang menjadi muslim sejati.Kandungan Sunan Abi Dawud adalah sebagai berikut:
1. Kitab at-Taharah
2. Kitab as-Salat
3. Kitab az-Zakat
4. Kitab al-Manasik Wa al-Haj
5. Kitab an-Nikah
6. Kitab at-Talaq
7. Kitab as-Siyam
8. Kitab al-Jihad
9. Kitab al-Dahaya
10. Kiab al-Said
11. Kitab al-Wasaya
12. Kitab al-Fara’id
13. Kitab al-kharaj wa al-Fai Wa al-Imarah
14. Kitab al-Janaiz
15. Kitab al-Aiman Wa an-Nudur
16. Kitab al-Buyu
17. Kitab al-Ijarah
18. Kitab al-Aqdiyah
19. Kitab al-‘Ilm
20. Kitab al-Asyribah
21. Kitab al-At’imah
22. Kitab at-Tibb
23. Kitab al-Kahanah Wa at-Tatayyur
24. Kitab al-Huruf Wa al-Qiraat
25. Ktab al-Hammam
26. Kitab al-Libas
27. Kitab at-Tarajjul
28. Kitab al-Khatam
29. Kitab al-Fitan Wa al-Malahim
30. Kitab al-Mahdi
31. Kitab al-Malahim
32. Kitab al-Hudud
33. Kitab dl-Diyar
34. Kitab as-Sunnah
35. Ktab al-Adab
Kitab Suna Abi Dawud diakui oleh mayoritas dunia muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling autentik. Namun diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian ditandai beliau dan sebagian tidak). Dengan kata lain beliau mengakui dan menerangkan sebab-sebabnya, seperti menurut beliau karena ada tambahan kata-kata di dalam hadis tersebut, dan hal itu disengaja karena kekhawatiran beliau apabila ditulis panjang tidak dapat diketahui oleh orang awam dalam hal hukum.[14]
D. Penilaian dan Komentar Ulama dan Pakar
Sebagai ulama hadis yang besar dan terkenal, keprofesionalan Abu Dawud dalam bidang hadis mendapatkan pujian yang tidak sedikit dari para ulama, di antaranya:
a. al-Hafiz Abu Sulaiman al-Khattabi, dalam muqaddimah kitabnya Ma’alim as-Sunan berkata: ”Ketahuilah, semoga Allah mengasihi kalian, bahwa kitab sunan karya Abu Dawud adalah sebuah kitab mulia yang belum pernah disusun sebuah kitab pun tentang ilmu agama yang serta dengannya. Semua orang menerimanya dengan baik. Karenanya ia menjadi hakim antara para ulama dan ahli fiqih yang berlainan mazhab. Masing-masing mempunyai mata air sendiri. Namun dari sunan itulah mereka minum. Dan kitab ini pula yang menjadi pegangan para ulama Irak, Mesir, Maroko dan negeri-negeri lain.[15]
b. Ibn al-A’rabi, salah seorang perawi as-sunnah berkata: “ Ápabila seseorang tidak mempunyai kitab ilmu selain kitabullah dan kitab Sunan Abi Dawud maka ia tidak memerlukan lagi kitab yang lain”.[16]
c. Imam Abu Hamid al-Gazali berkata: “ Sunan Abi Dawud sudah cukup para mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis ahkam”. Demikian juga dua imam besar, an-Nawawi dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah telah memberikan pujian terhadap kitab sunan ini.[17]
d. Ibn al-Qayyim berkata: “ Mengingat bahwa kitab sunan karya kedudukan tiggi dalam dunia islam sebagaimana ditakdirkan oleh Allah, sehinnga menjadi hakim dikalangan umat islam dalam pemutus bagi pertentangan dan perbedaan pendapat, maka kepada kitab itulah orang-orang mengharapkan keputusan. Dan dengan keputusannya mereka yang mengerti kebenaran merasa puas. Demikian ini karena Abu Dawud dalam kitabnya itu menghimpin segala macam hadis hukum dan menyusunnya dengan sistematik yang baik dan indah serta melalui proses seleksi ketat di samping tidak mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan perawi yang tercela (majruh) dan lemah (da’if) ….. kitab ini kujadikan bekal yang utama…”.[18]
Banyak ulama yang meriwayatkan hadis dari beliau di antaranya Imam at-Tirmizi dan Imam Nasa’i. Al-Khatobi mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqih daripada kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
Ibn al-‘Arabi berkata, barangsiapa yang sudah menguasai al-quran dan kitab Sunan Abi Dawud maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab yang lain lagi. Imam al-Gazali juga mengatakan bahwa kitab Sunan Abi Dawud sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.[19]
E. Syarah Sunan Abi Dawud
Syarah dari Sunan abi Dawud antara lain:
1. Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattibi (w 386 H), yang menulis Syarh Ma’alim as-Sunan.
2. Syaraf al-Haq Abadi (w. 1329) yang menulis kitabnya ‘Aun al-Ma’bud.
3. Khalil Ahmad as-Sarnigari (w. 1367) yang menulis Badzl al-Majhud Fi Halli Abi Dawud.
4. Abu Hasa Muhammad bin ‘Abd al-Hadi as-Sanadi ( w.1139).[20]
Demikianlah pembahasan mengenai Sunan Abi Dawud dan kemudian kita akan membahas Sunan at-Tirmizi dengan skema pembahasan yang sama meliputi biografi, sistematika penulisan dan kandungan sunannya, penilaian dan komentar ulama dan pakar serta ktab-kitab syarahnya.
REFERENSI
[1] Mustafa Azami. Memahami Ilmu Hadis; Telaah Metodologi dan literatur Islam (Jakarta: Lentera, 2003) h. 172
[2] Muhammad Muhammad Abu Syuhbah. Kitab Hadis Sahih yang Enam (terj). Maulana Hasanuddin (Jakarta: Pustaka Lentera Antanusa, 1991) h. 81
[3] Ibid, h. 85, lihat juga Muhamad bin Muthir az-Zughrafi. Tahwin as-Sunnah an-Nabawiyah; Nasyatihi Wa Tuthawwirihi Min Qarn al-Awwal Ila Nihayati al-Qarn at-Tasi’ al-Hijr (Madinah: Maktab as-Siddiq, 1412 h) h. 131
[4] Abu Syuhbah, Kitab Hadis,… h. 81-82
[5]Ibid, h. 82
[6] Taufik Abdullah dkk, (ed) Ensiklopedi Tematis Jilid 4; Pemikiran dan Peradaban ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003) h. 78
[7] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 86
[8] Taufik Abdullah, Ensiklopedi, h. 78
[9] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 87
[10] Abu Ula Muhammad Abd ar-Rahman. Tuhfatu al-Ahwazi (Beirut: Dar al-Kuttub al-‘Ilmiyah, 1990) h. 99
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] az-Zughrafi, Tadwin as-Sunnah, h.132. Jika hadis dalam kitabnya terlalu wahan, Abu Dawud akan menjelaskannya. Kitab beliau istimewa karena menyebut masalah-masalah furu’, contohnya dalam bab al-Adab yang mempunyai 80 bab yang juga mengandung perincian terhadap sunnah perbuatan, perkataan, taqrir, dan sifat Nabi.
[15] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 89
[16] Ibid, h. 90
[17] ibid
[18] Ibid
[19] az-Zugrafi, Tadwin as-Sunnah, h. 133
[20] Ibid, h. 135