Sunan Abi Daud-Sunan at-Timidzi-Sunan an-Nasa’I - Sunan Ibnu Majah

Sunan Abi Daud, Sunan at-Timidzi, Sunan an-Nasa’I dan Sunan Ibnu Majah

I. Pendahuluan.

Sebagian besar Alquran memberikan garis-garis besar pedoman dan prinsip untuk semua aktivitas hidup manusia dalam suatu kerangka global, maka dalam upaya memahmi dan melaksanakan prinsip yang besifat global sunnah Rasul memainkan peranan penting, karena hadis berfungsi sebagai penjelasan terhadap Alquran kedalam kehidupan sehari-hari.

Sunnah hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran. Sunnah sangat diperlukan demi pemahman yang benar akan Alquran, mengingat banyak wahyu Alquran yang diturunkan sesuai dengann keadaan yang terjadi waktu itu, maka untuk memahaminya umat Islam harus memiliki pengetahuan tentang kehidupan rasul yang sesungguhnya dan lingkukngan tempat beliau berada. Dalam sejarah, tidak sedikitpun ulama hadis yang telah berusaha mengumpulkan hadis-hadis rasul dan mengkodifikasikannya. Proses pengkodifikasian hadis nabi Mu¥ammad saw. telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan melibatkan banyak periwayat hadis. Diantara para ulama yang telah berhasil mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis Rasul tersebut adalah Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nas±’³ dan Ibn M±jah.

Untuk mengetahui an-Nas±’³ dan Ibn M±jah maka makalah ini akan mencoba membahas keduanya dengan fokus kajian biografi an-Nas±’³ dan Ibn M±jah. Metode dan sistematika penulisan kitab masing-masing, penilaian dan komentar ulama serta pakar. Kitab syara¥ serta perbandingan antara keduanya. Makalah ini diakhiri dengan penutup.

II. Abu Dawud.

a. Biografi Abu Dawud

Nama lengkap Imam Abu Dawud adalah Sulaiman bin al-Asy as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr al-Azi as-Sijistani. Beliau merupakan seorang imam ahli hadis yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli hadis dan pengarang kitab sunan. Beliau lahir pada tahun 202 H/817 M di Sijiatan.[1] Abu Dawud meninggal dunia di Basrah pada tanggal 16 Syawal 275 H/889 M.[2]

Pribadi Abu Dawud sejak sejak masih kecil merupakan pecinta ilmu pengetahuan dan bergaul dengan para ulama guna menerima ilmu yang diinginkannya. Sebelum dewasa beliau telah melakukan rihlah ilmiyah dan belajar hadis keberbagai negeri seperti, Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lainnya. Hasil pengembarannya dikonklusikan dengan menyaring hadis-hadis untuk kemudian ditulis dalam sunannya. Di Baghdad beliau mengajarkan hadis dan fiqih kepada para penduduk dengan menggunakan kita sunan sebagai referensi utamanya. Kitab sunannya mendapat pujian yang besar dari Imam Ahmad bin Hambal. Imam Abu Dawud Kemudian menetap di Basrah atas permintaan gubernur Basrah.[3]

b. Sistematika Penulisan dan Kandungan Sunannya

Imam Abu Dawud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadisnya berfokus murni pada hadis tentang syariat. Setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan alquran, begitu pula sanadnya. Beliau pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal untuk meminta perbaikan.

Abu Dawud adalah salah seorang perawi yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadis memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abi Dawud. Kriteria yang digunakan Abu Dawud sebagaimana telah ditetapkan olehnya bahwa kitabnya terdiri dari hadis sahih, hadis yang mirip dengannya (yusybihuhu) dan hadis yang berdekatan dengannya (yuqarribuhu).[4]

Karya-karya di bidang kitab-kitab hadis seperti kitab jami’, Musnad dan sebagainya disamping berisi hadis-hadis hukum,juga memuat hadis-hadis yang berkenaan denan amal-amal yang terpiji (fada’il amal), kisah-kisah, nasehat-nasehat (mawa’iz),adab dan tefsir. Cara demikian tetap belangsung sapai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabbya khusus memuat hadis-hadis hukum dan sunnah-sunah yang menyangkut hukum. Ketika selesai Abu Dawud memperlihatkan kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hambal , dan Ibn Hambal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.[5]

Abu Dawud dalam Sunannya tidak hanya mncantumkan hadis-hadis sahih sebagaiman telah dilakukan oleh al-Bukhari dan Muslim, tetapi ia memasukkan pula di dalamnya hadis sahih, hadis hasan, hadis da’if yang tidak terlalu lemah dan hadis yang tidak disepakati para ulama untuk ditinggalkan. Hadis-hadis yang sangat lemah ia jelaskan kelemahannya.[6] Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Mekkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan mengenai kita Sunannya.

Kandungan Sunan Abi Dawud adalah sebagai berikut: Kitab at-Taharah, Kitab as-Salat, Kitab az-Zakat, Kitab al-Manasik Wa al-Haj, Kitab an-Nikah, Kitab at-Talaq, Kitab as-Siyam, Kitab al-Jihad, Kitab al-Dahaya, Kiab al-Said, Kitab al-Wasaya, Kitab al-Fara’id, Kitab al-Kharaj wa al-Fai Wa al-Imarah, Kitab al-Janaiz, Kitab al-Aiman Wa an-Nuzur, Kitab al-Buyu, Kitab al-Ijarah, Kitab al-Aqdiyah, Kitab al-‘Ilm, Kitab al-Asyribah, Kitab al-At’imah, Kitab at-Tibb, Kitab al-Kahanah Wa at-Tatayyur, Kitab al-Huruf Wa al-Qiraat, Kitab al-Hammam, Kitab al-Libas, Kitab at-Tarajjul, Kitab al-Khatam, Kitab al-Fitan Wa al-Malahim, Kitab al-Mahdi, Kitab al-Malahim, Kitab al-Hudud, Kitab dl-Diyar, Kitab as-Sunnah, Kitab al-Adab

Kitab Sunan Abi Dawud diakui oleh mayoritas dunia muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling autentik. Namun diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian ditandai beliau dan sebagian tidak). Dengan kata lain beliau mengakui dan menerangkan sebab-sebabnya, seperti menurut beliau karena ada tambahan kata-kata di dalam hadis tersebut, dan hal itu disengaja karena kekhawatiran beliau apabila ditulis panjang tidak dapat diketahui oleh orang awam dalam hal hukum.[7]

c. Penilaian dan Komentar Ulama dan Pakar

Sebagai ulama hadis yang besar dan terkenal, keprofesionalan Abu Dawud dalam bidang hadis mendapatkan pujian yang tidak sedikit dari para ulama, di antaranya:

Al-Hafiz Abu Sulaiman al-Khattabi, dalam muqaddimah kitabnya Ma’alim as-Sunan berkata: ”Ketahuilah, semoga Allah mengasihi kalian, bahwa kitab Sunan karya Abu Dawud adalah sebuah kitab mulia yang belum pernah disusun sebuah kitab pun tentang ilmu agama yang serta dengannya. Semua orang menerimanya dengan baik. Karenanya ia menjadi hakim antara para ulama dan ahli fiqih yang berlainan mazhab. Masing-masing mempunyai mata air sendiri. Namun dari Sunan itulah mereka minum. Dan kitab ini pula yang menjadi pegangan para ulama Irak, Mesir, Maroko dan negeri-negeri lain.[8]

Ibn al-A’rabi, salah seorang perawi as-sunnah berkata: “ Ápabila seseorang tidak mempunyai kitab ilmu selain kitabullah dan kitab Sunan Abi Dawud maka ia tidak memerlukan lagi kitab yang lain”.[9]

Imam Abu Hamid al-Gazali berkata: “ Sunan Abi Dawud sudah cukup para mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis ahkam”. Demikian juga dua imam besar, an-Nawawi dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah telah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini.[10]

Ibn al-‘Arabi berkata, barangsiapa yang sudah menguasai alquran dan kitab Sunan Abi Dawud maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab yang lain lagi. Imam al-Gazali juga mengatakan bahwa kitab Sunan Abi Dawud sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.[11]

d. Syarah Sunan Abi Dawud

Syarah dari Sunan abi Dawud antara lain:

1. Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattibi (w 386 H), yang menulis Syarh Ma’alim as-Sunan.
2. Syaraf al-Haq Abadi (w. 1329) yang menulis kitabnya ‘Aun al-Ma’bud.
3. Khalil Ahmad as-Sarnigari (w. 1367) yang menulis Badzl al-Majhud Fi Halli Abi Dawud
4. Abu Hasa Muhammad bin ‘Abd al-Hadi as-Sanadi ( w.1139).[12]

III. at-Tirmizi.

a. Biografi Imam at-Tirmizi

Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahak as-Sulami at-Tarmizi, salah seorang ahli hadis kenamaan dan pengarang berbagai kitab yang masyhur, lahir pada tahun 209 H dikota Tirmiz. Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, pada akhir kehidupannya beliau mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra dan dalam keadaan seperti inilah akhirnya Imam at-Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.[13]

Imam at-Tirmizi belajar dan meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya at-Tirmizi belajar hadis dan fiqih. At-Tirmizi juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud, bahkan Tirmizi juga belajar hadis dari sebahagian guru-guru mereka. Di antaranya ialah: Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Sa’id bin Abd ar-Rahman, Muhammad bib Basyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.

Hadis-hadis dan ilmu-ilmu Imam at-Tirmizi dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama yang menjadi muridnya. Di antaranya ialah: Makhul Ibn al-Fadl, Muhammad bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abu al-Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi dan lain-lain.

Imam Abi ‘Isa at-Tirmizi diakui oleh para ulama akan keahliannya dalam hadis, kesalehan dan ketaqwaanya. Ia juga terkenal sebagi seseorang yang dapat dipercaya dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan kecepatan hafalannya dapat dilihat dari kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibn Hajar dalam kitab Tahzib at-Tahzib, dari Ahmad bin Abdullah bin Abi Dawud yang berkata:

“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmizi berkata, pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid berisi hadis-hadis yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yan kumaksud itu. Kemudian saya menemuinya, saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut melainkan dua jilid yang lain yang serupa dengannya. Ketika saya telah bertemu dengannya saya memohon kepadanya untuk mendengar hadis dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membaca hadis yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan suatu apapun. Demi melihat kenyataan ini ia berkata, “tidakkah engkau malu kepadaku?”. Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. “Coba bacakan!” Suruhnya. Lalu akupun membacakan seluruhya secara beruntun. Ia bertanya lagi “Apakah engkau telah hapalkan sebelum datang kepadaku?” “tidak” jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar ia meriwayatkan hadis yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadis yang tergolong hadis yang sulit dan hadis garif lalu berkata “coba ulangi apa yang kubaca tadi”, lalu aku membacanya dari pertama hingga selesai dan ia berkomentar “ aku belum pernah melihat orang seperti engkau”.

b. Sistematika Penulisan dan Kandungan Sunan at-Tirmizi

Kitab Sunan at-Tirmizi merupakan salah salah satu kitab karya Imam at-Tirmizi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolong salah satu Kutub as-Sittah (enam kitab pokok dalam bidang hadis) dan ensiklopedi terkenal. Kitab ini terkenal denan nama Jami’ at-Tirmizi, dinisbatkan kepada nama penulisnya yang juga terkenal dengan nama Imam at-Tirmizi Dalam kitabnya ini Imam at-Tirmizi memasukkan hadis sahih, hasan, daif, garib, dan mu’allal, dan hal inilah yang dikritik oleh beberapa ulama terutama dalam bidang fada’il.[14]

Dalam pada itu at-Tirmizi tidak meriwayatkan dalam kitabnya kecuali hadis-hadis yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqih. Metode yang demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan hadis yang bernilai demikian, baik jalan periwayatanya sahih ataupu tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadis.[15]

Sunannya disusun menurut bab fiqih dan lainnya, terkandung hadis sahih, hasan, dan daif. Beserta penjelasan derajat (kekuatan) hadis. Ia merupakan kitab yang khusus dalam menyatakan hadis bertaraf hasan. Ini karena beliaulah yangpertama menjelaskan hadis hasan lalu menjadikan kitabnya sebagai sumber utama untuk tujuan itu.[16]

Hadis hasan menurut Imam at-Tirmizi ialah: Perawi dalam Isnadnya tidak dituduh al-Kizb, Tidak syaz, Diriwatkan lebih dari satu jalan.[17]

Hadis-hadis daif dan munkar yang terdapat dalam kitab ini pada umumnya hanya menyangkut fadail al-amal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan) hadis semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadis-hadis tentang halal dan haram.[18]

Secara keseluruhan kitab Sunan at-Tirmizi terdiri dari 5 juz, 2.376 bab dan 3.956 hadis. Adapun kandungan isi Sunan at-Tirmizi adalah: Kitab at-Taharah, Kitab as-Salat, Kitab az-Zakat, Kitab as-Saum, Kitab al-Manasik, Kitab al-‘Adahi, Kitab as-Saidi, Kitab al-At’amah, Kitab al-Asyrabah, Kitab ar-Ru’ya, Kitab an-Nikah, Kitab at-Talaq, Kitab al-Hudud, Kitab an-Nuzur wa al-aiman, Kitab ad-Diyat, Kitab al-Jihad, Kitab as-Sair, Kitab al-Buyu’, Kitab al-Isti’zan, Kitab ar-Raqaq, Kitab al-Faraid, Kitab al-Wasaya, Kitab al-Fadail al-Qur’an[19]

c. Pandangan dan Komentar Para Kritikus Hadis Terhadap Kitab Sunan at-Tirmizi

Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad bin Hibban, kritikus hadis, menggolongkan at-Tirmizi kedalam saqat (orang–orang yang dapat dipercaya dan kokoh hapalannya) dan berkata: “at-Tirmizi adalah seorang ulama yan mengumpulkan hadis, menyusun kitab, menghafal hadis dan muzakarah (berdiskusi) dengan para ulama”.[20]

Ali Muhammad bin al-Asir seorang ahli hadis mengatakan bahwa Imam at-Tirmizi merupakan seorang imam yang memberi tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadis.[21]

Imam at-Tirmizi di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadis yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqih yan mewakili pandangan dan wawasan luas. Barang siapa mempelajari kitab jami’ nya ia akan mendapat ketinggian ilmu dan pendalaman penguasaan terhadap berbagai mazhab fiqih.[22]

Kitab beliau tidak sunyi dari kritikan para ulama hadis serta beliau dianggap muttasil, dan mensahih dan menghasan serta mengambil hadis dari rijal duafa (perawi daif) dan matruk. Antar yang mengkritik ini adalah al-Imam al-Hafiz Syamsuddin az-Zahabi (784 H).

Di samping kitab unggulannya Sunan at-Tirmizi, Imam at-Tirmizi banyak menulis kitab-kitab, di antaranya: Kitab al-Jami’, Kitab al-‘ilal, Kitab at-Tarikh, Kitab asy-Syamail an-Nabawiyah, Kitab az-Zuhd, Kitab al-Asma’ wa al-Kuna

d. Syarah Kitab Sunan at-Tirmizi

Syarah Sunan at-Tirmizi antar lain ditulis oleh:

1. Abu Bakar Muhammad bin Abd Allah al-Isybili al-‘Arabi (w. 543 H), yang mengarang kitab ‘Aridatul Ahwazi ‘ala at-Tirmizi.
2. Ibn Rajah al-Hambali (w. 795 H) kitab syarahnya berhubungan dengan pembahasan ‘ilal yang ada dalam Sunan at Tirmizi.
3. Imam as-Suyuti Asy-Syafi’i(w. 911 H) yang menulis kitab Qutul Mugtazi ‘ala Jami’ at-Tirmiz


IV. AN-NAS

a. Bibliografi an-Nasir

Beliau adalah Imam al-¦±fi§ Syaikh al-Isl±m. Nama lengkapnya Ab Abdurra¥m±n A¥mad bin Al³ bin Syu’aib bin Al³ bin Sin±n bin Bahr al-Khurasasni al-Qodi[23]. An-Nas±’³ dilahirkan dikota nasa’ yang masih termasuk wilayah khurasan tahun 215 H[24]. ejak kecil beliau sudah menuntut ilmu dinegerinya dengan mendatangi guru-guru yang ada disana[25], hadis didalaminya ketika umur 15 Tahun dengan mengadakan rihlah ilmiah ke Hijaj, Iraq, Syam, Mesir dan negara lainnya.

Guru-guru beliau antara lain : Qutaibah bin Sa’³d[26], Is¥±q bin Raw±hah, ¦aris bin Misk³n, Al³ bin Khasr±m, Ab D±wud as-Sijist±n³, Is¥±q bin Ms± al-An¡±ri, Ibr±him bin Sa’³d al-Zauhari, Ibr±him bin Ya’qb al-Jurj±n³, Mu¥ammad bin Basyar, dan Al³ bin Hajar[27].

Murid-murid beliau antara lain :Ab Basyar ad-Daulab³, Ab al-Q±sim at-°abr±n³, Mu¥ammad bin H±rn Syu’aib, Ab al-Maimn bin R±syid, Ibr±him bin Mu¥ammad bin ¢±li¥, Ibn Sin±n, Ab Bakar A¥mad bin Is¥±q as-Sunni, Ab Ja’f±r ath-°ahaw³[28].

Beliau adalah seorang yang wara’, pemberani, hafal Alquran, mempunyai ilmu yang luas dalam bidang hadis dan ilmu lainnya, dalam bidang fiqh bermazhab Syafi’i[29].

Beliau wafat tahun 303 H, para ahli berbeda pendapat di mana beliau wafat, menurut ad-D±ruqu¯n³, an-Nas±’³ wafat di kota Mekah yang dimakamkan antara bukit Safa’ dan Marwah, pendapat ini didukung oleh Abdullah bin Mundah dan ¦amzah Aqbi al-Mi¡ri dan selainnya. Sedangkan menurut az-ªahabi, an-Nas±’³ wafat di Ramlah (Palestina). Pendapat ini juga di yakini Ibn Ynus di dalam kitab sejarahnya dan Ab Ja’f±r ath-°ahaw³ serta Ab Bakar Nuqtah.

b. Nama Lengkap Kitab Hadis an-Nas±’³

An-Nas±’³ lebih dikenal dengan hasil karyanya yang berjudul as-Sunan al-Mujtab±’ yang merupakan hasil seleksi dari as-Sunan al-Kubr±. Tujuan penilisan as-Sunan al-Kubr± adalah sebagai hadiah untuk gubernur Ramlah. Setelah an-Nas±’³ menyusun kitab as-Sunan al-Kubranya beliu menghadiahkannya kepada Gubernur Ramlah, beliau ditanya raja Ramlah, “Apakah hadis yang dimuat dalam kitab tersebut semua sahih ?, an-Nas±’³ menjawab, didalam kitab tersebut ada yang ¢ah³h, ada yang ¦asan dan ada yang mendekati keduanya (¢ah³h dan ¦asan). Kalau begitu kata Gubernur Ramlah, seleksilah (tuliskan) samaku hadis ¢ah³h saja. Maka an-Nas±’³ menyeleksi dari kitab as-Sunan al-Kubr± menjadi kitab as-Sunan as-¢ugr± beliau menyebutnya al-Mujtab±’ min as-Sunnah ada yang mengatakan al-Mujtanna memiliki makna yang hampir sama. Menurut Mu¥ammad Mu¡¯afa Azami, penyeleksian kembali dari as-Sunan al-Kubra menjadi as-Sunan as-¢ugr± atau al-Muqtab± merupakan bahagian dari metode untuk pembukuan hadis[30]. An-Nas±’³ menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum memasukkan hadis kedalam as-Sunan as-¢ugr±, antara lain hanya mengandung hadis yang mempunyi tabaq±¯ ‘uly±, as-£±n³ dan as-£±li£ah, ia tidak menggunakan tingkat yang keempat yang selalu diperselisihkan kesahihannya.

An-Nas±’³ selalu selektif dalam menyusun kitabnya, contoh selektifnya an-Nas±’³ yaitu ia tidak mau mengambil hadis dari Ibn Lahiah ini dinilai sebagai perawi yang hadisnya lemah. Al-¦±fi§ Ab Al³ an-Naisabr³ mengatakan pernyataan yang dibuat oleh an-Nas±’³ jauh lebih ketat dengan persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim. Pernah kesalahpahaman yang terjadi antara an-Nas±’³ dan gurunya yang bernama al-¦±ri£ bin Misk³n, ia tidak berpartisipasi dalam lingkaran studi hadis yang diadakan oleh al-¦±ri£, namun sebelumnya beliau terbiasa mengikuti halaqah tersebut selama beliau mampu menghadirinya. Di sini dapat belajar sesuatu yang diajarkan tanpa mengalami perselisihan paham, ketika an-Nas±’³ membukukan hadis yang diriwayakan gurunya selalu menyebutkan, “telah dibacakan dan ak mendengarnya” beliau tidak mengucapkan ¥adda£an± atau akhbaran±[31]. Di samping itu as-Sunan al-Kubr± an-Nas±’³ secara umum tidak mentakhrij hadis yang disepakati ulama pengkritik untuk ditinggalkan[32]. Contoh lain sikap selektifnya an-Nas±’³ tidak meriwayatkan hadis baik dalam kitab sunan maupun dalam kitab lainnya, walaupun an-Nas±’³ sangat menghormati gurunya itu.

Sistematika penyusunan sunan an-Nas±’³ dan Ibn M±jah yaitu berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abw±b fiqhiyah).

c. Jumlah Hadis di Dalam Sunan an-Nas±’³

Imam an-Nas±’³ sangat teliti dalam menyusun kitabnya, karena itu beberapa ulama beranggapan bahwa kedudukan kitabnya ini setingkat dengan ¢a¥³¥ al-Bukh±r³ dan ¢a¥³¥ Muslim, hal itu dikarenakan hanya sedikit hadis dhaif yang terdapat dalam kitab ini.

Jumlah hadis yang terdapat di dalam Sunan an-Nas±’³ adalah sebanyak 571 hadis terdiri dari 51 kitab dan 2617 bab yang dimulai dengan kitab °ah±rah dan diakhiri dengan kitab al-Asyribah. Dari penelitian yang dilakukan, tercatat hanya ada sepuluh hadis dha’if di dalam Sunan an-Nas±’³.

d. Penilaian dan Komentar Ulama Tentang an-Nas±’³

An-Nas±’³ bersikap ketat (mutasyaddid) dalam menyusun kitab as-Sunan as-¢ugr±, oleh karena itu sebahagian ulama memposisikan as-Sunan as-¢ugr± setelah ¢ah³h al-Bukh±r³ dan ¢ah³h Muslim dengan alasan sunan ini lebih sedikit hadis dhoifnya, walaupun demikian Ab al-Farj bin al-Jauz³ mengritik as-Sunan as-¢ugr± bahwa didalamnya ada 10 hadis mau«u’. Kritik itu dibela oleh as-Syu¯³ menurutnya pendapat al-Jauz³ itu tidak bisa diterima”[33].

Ibn ¦ajar mengatakan persayaratan yang yang dibuat an-Nas±’³ dalam Mujtab± lebih ketat persyaratannya setelah ¢ah³h al-Bukh±r³ dan ¢ah³h Muslim. Al-¦±fi§ Ab Al³ memberi ketentuan bahwa persyaratan yang dibuat oleh an-Nas±’³ sangat ketat/selektif betul dalam periwayatan hadis, al-Hakim Ab Abdurra¥m±n dan Darquthubi mengomentari bahwa an-Nas±’³ lebih diutamakan dari orang lain pada zamannya.

Menurut Ab Abdurra¥m±n kitab hadis yang dikumpul an-Nas±’³ adalah sebagus kitab baik di bidang penyusunan maupun di bidang pembagiannya. Dinukilkan as-Subq³ An-Nas±’³ lebih hafiz dibandingkan dengan Muslim pemilik ¢ah³h Muslim. Komentar sebagian ulama sesungguhnya kitab an-Nas±’³ semulia-mulianya kitab dalam Islam.[34]

e. Kitab Syara¥ Sunan An-Nas±’³

Sunan an-Nas±’³ pada awalnya tidak diminati ulama terdahulu untuk mensyarahkannya lebih kurang 600 tahun lamanya. Kemudian setelah beberapa dekade kitab ini baru disyarahkan oleh antara lain :

1. Al-¦±fi§ Jal±ludd³n as-Suy¯³ (w. 911H) syarahnya ringkas bahkan syarah lebih mendekati ta’liq kitabnya bernama “Zahru al-Rob³’ li al-Mujtb±’, syarah ini menjelaskan nama periwayat, lafaz-lafaz dan kata ganjil dan menyebut sebahagian hukum dan adat.
2. Asy-Syaikh ‘All±mah Ab al-¦asan bin ‘Abd al-¦an±f³ setelah muqaddimahnya.
3. Syaikh Sir±judd³n Umar bin Al³ bin Mulaqq³ as-Sy±fi’³.


V. IBN M²JAH

a. Biography Ibn M±jah

Nama lengkapnya adalah Ab Abdullah Mu¥ammad ibn Yaz³d ibn M±jah[35] ar-Rab³’ al-Qazw³. Beliau dilahirkan di Qazwen salah satu kota di Iraq bagian persia yang sangat terkenal banyak menghasilkan para ulama besar, pada tahun 209 H.[36]

Tidak dicantumkan pada usia berapa beliau mulai mempelajari hadis. Guru beliau yang pertama adalah Al³ ibn Mu¥ammad at-Tanafsi (w 233 H), dengan begitu dapat disimpulkan bahw beliau mulai belajar hadits sebelum tahun 233 H. diperkirakan beliau mulai belajar hadits berkisar pada umur 15 hingga 20 tahun seperti kebiasaan pada saat itu.[37]

Ibn M±jah melakukan rihlah untuk menuntut ilmu ke Mekkah pada tahun 230 H. selain ke Mekkah, beliau juga pergi ke Bashrah, Kufah, Baghdad, Iraq, Syiria, Mesir, Rayy dan kota lainnya untuk mengumpulkan hadis.

Ibn M±jah banyak bertemu dengan ulama-ulama hadis besar lainnya di negeri-negeri tersebut. Beliau banyak mendengarkan hadis dari imam-imam hadis pada masanya, diantaranya adalah sahabat-sahabat Imam Malik, sahabat-sahabat Imam al-Lai£, Ab Bakar ibn Ab³ Sya’bah, Mu¥ammad ibn Abdillah bin Numair, ¦asan ibn Amar, Mu¥ammad ibn Ra¥mi, A¥mad Ibn Azh±r, Basyar bin Adam, Yaz³d bin Abdullah al-Yam±n³, Ibr±him Ibn al-Mundzir al-Khar±mi. Abdullah bin Mu±’wiyah, Hisy±m bin Im±r, D±wud bin R±syid, Alqomah bin Umar ad-D±r³m³ dan tokoh-tokoh lainnya yang setingkat.[38]

Sedangkan hadis-hadis beliau diriwayatkan oleh tokoh-tokoh antara lain Mu¥ammad Ibn ´s± serta Is¥±q bin Mu¥ammad, Abi Ya’l± al-Khal³l³, Ja’f±r bin Idr³s dan lain-lain. Beliau wafat pada tanggal 22 Ramadhan 237 H.[39]

b. Nama Lengkap Kitab Hadis Ibn M±jah.

Karya besar Ibn M±jah adalah karya dalam bentuk sunan yang dikenal dengan nama Sunan Ibni M±jah. Memang bentuk sunan adalah salah satu bentuk penulisan kitab yang sangat terkenal saat itu, selain sunan, para muhadditsin mengenal bentuk lain seperti ¡ah³h dan musnad.[40]

Ibn M±jah kemudian memilih bentuk Sunan daripada bentuk ¢ah³h. Ibn M±jah bukanlah orang yang pertama yang menuliskan hadis dengans sistimatika seperti ini, tokoh pertama yang menghimpun hadis dengan metode seperti ini adalah Ab D±wud al-Sijist±n³ dalam karyanya Sunan Ab³ D±ud.

Memang ada kecenderungan dalam pemilihan bentuk penulisan kitab-kitab hadist ini, ada pola, dimana setelah munculnya ¢ah³h al-Bukh±r³ dan ¢ah³h Muslim, para ulama hadis kemudian lebih banyak mencurahkan dan lebih meminati bentuk penulisan sunan.

Kitab hadis dengan pola ¢ah³h yang sungguh terkenal hanya ada dua yakni karya Imam Bukh±r³ dan Imam Muslim, setelah mereka lebih banyak muncul tokoh-tokoh yang menghimpun hadis berdasarkan sunan.

c. Jumlah Hadis dalam Sunan Ibni M±jah

Ibn M±jah menuliskan 4341 hadis yang terbagi kepada 37 kitab dan 1502 bab. Semua hadis-hadis itu terdiri dari 428 hadis ¢ah³h, 119 hadis ¦asan, 613 hadis dhaif, 99 hadis yang sangat lemah.[41]

Mungkin karena Sunan Ibni Majah tidak memberikan keterangan tentang kualitas hadis-hadis yang termuat di dalamnya, juga mencakup hadis yang sangat dhaif dan bahkan hadis yang munkar, karena itulah sebagian ulama lebih mengutamakan Sunan ad-Darimi dari pada karya Ibn M±jah ini.

Dari 4341 hadis yang terdapat di dalam Sunan Ibni Majah, 3002 hadis telah diriwayatkan di dalam kitab al-U¡l al-Khamsah, berarti hanya 1339 hadis saja yang diriwayatkan oleh beliau, artinya hanya ada 1339 zaw±id yang terdapat di dalam Sunan Ibni Majah.[42]

d. Penilaian Para Ulama.

Ibn M±jah tidak memberikan komentar dan kriteria tentang hadis yang ia tuliskan dalam kitabnya. Beliau juga tidak menyebutkan tujuan penulisan dan alasan penyusunan kitab itu. Oleh karena itu para ulama banyak mengadakan kajian dan diskusi untuk memperhatikan kitab ini. Diskusi dan kajian yang diadakan ternyata memberikan efek terhadap sikap para ulama dalam menolak ataupun menerima untuk mengkategorikan Sunan Ibn M±jah dalam kitab as-Sittah.[43]

Para ulama yang berperan banyak dalam kajian terhadap karya Ibn M±jah ini adalah seperti Abl Fadhli Mu¥ammad ibn °±hir al-Maqd³s³ (w 507 H), adalah orang yang pertama kali mengkategorikan Sunan Ibn M±jah dalam Kutub as-Sittah. Pengkategorian ini didapatkan dalam buku beliau al-A¯r±f al-Kutub as-Sittah dan dalam risalahnya. Ulama selanjutnya yang juga berperan adalah Abd al-Gani ibn al-Wa¥³d al-Quds³ (w 600 H), beliau memberikan komentar tentang Sunan Ibn M±jah ini dalam bukunya al-Ikmal fi Asmair Rijal.

Alasan mengkategorikan Sunan Ibn M±jah ini kedalam al-Kutub as-Sittah mengandung hadis tambahan (zawaid) atas al-Kutub al-Khamsah.[44]

Ada beberapa perbedaan pendapat yang terjadi dalam mengkategorikan Sunan Ibn M±jah ke dalam al-Kutub as-Sittah. Sebagaian ulama memang mengkategorikannya sebagai al-Kutub as-Sittah, sedangkan ulama lainnya tidak maumengkategorikannya. Biasanya Sunan Ibn M±jah ini, kalau dikategorikan dalam al-Kutub as-Sittah, akan menempati urutan keenam.

Dalam perbedaan pendpat tentang hal itu, ternyata beberapa golongan ulama lebih cenderung untuk menempatkan Muwatho’ karya Imam Malik sebagai peringkat ke-enam. Pendapat ini diajukan oleh Abl ¦asan bin Ruzaini al-Adburi as-Sarkuti (w 535 H), beliau mengutarakan mendapatnya ini dalam bukunya at-Tajrid Fil Jami’ Baina as-¢ah³h.

Sebagian ulama lain seperti Imam an-Nawawi (w 675 H), Ibn Hajar al-Asqolani (w 852 H) menyebut Sunan ad-Darimilah yang menempati urutan ke-enam dalam al-Kutub as-Sittah.[45] Perbedaan pendapat tentang kelayakan Sunan Ibn M±jah menempati peringkat ke-enam dalam al-Kutub as-Sittah muncul dari fakta ternyata mesikipun karya Ibn M±jah ini memuat hadis-hadis ¢ah³h, dan ¦asan, ternyata juga memuat hadis dha’if dan bahkan hadis munkar meskipun jumlahhnya sedikit.

Menurut beberapa pendapat dikatakan bahwa Ibn M±jah meriwayatkan hadis-hadis dari periwayat yang dituduh berdusta dan meriwayatkan hadis maudhu’.[46] Kritikan seperti ini datang dari Ab al-Farizi ibn al-Jauzy. Beliau mengatakan bahwa dalam Sunan Ibn M±jah terdapat 30 hadis mau«’.

Tapi di sisi lain, as-Suy¯³ membantah pendapat ini dengan mengatakan bahwa banyak pendapat aj-Jauz³ yang lemah dan tidak dapat diterima, sebab sebahagiannya sudah disepakati oleh ulama kritik hadis tentang kedhoifannya.

Hal ini kemudian dikemontari oleh Ab Zur‘ah, seorang ulama terkenal pada masa itu, komentara beliau ini adalah bahwa hadis dhoif yang termuat dalam Sunan Ibn M±jah tidak mencapai jumlah tiga puluh.

Ulama lain yang berkomentar tentang Sunan Ibn M±jah ini adalah Ibu Ka£ir, menurutnya kitab Sunan Ibn M±jah adalah buku yang sungguh banyak faedahnya, baik dari segi susunan bab-babnya menurut fikih ataupun karena masalah lainnya.

Perbedaan pendapat lainnya muncul dari pertanyaan apakah hadis maudu’ yang terdapat dalam Sunan Ibn M±jah bisa merendahkan kitab itu kalau dikaitkan kepada jumlah hadis yang mencapai 4000 hadis. Dalam perbincangan ini, tentu saja ada yang mengatakan bahwa fakta bahwa Sunan Ibn M±jah memuat hadis maudhu’ telahg merendahkan derajat buku ini, meskipun tentu saja tidak bisa dipungkiri bahwa buku ini sungguh berperan dalam ilmu hadis, dan ada juga yang mengatakan bahwa hal itu tidallah merendahkan derajatnya.

Sedangkan menyoal tentang kepribadian Ibn M±jah, menurut az-Zauhar³ bahwa Ibn M±jah adalah seorang yang ¦±fi§h yang dipercaya sangat luas keilmuannya, termasuk ahli hadis pada masanya dan salah satu penulis dan penghimpun hadis dengan berdasarkan bab-bab fikih yang terkenal.

Sedangkan menurut Ab Ya’l± al-Khal³l³, Ibn M±jah adalah seorang yang disepakati kekuatan riwayatannya.[47]

Bila kita membandingkan antara Sunan Ibn M±jah dengan Sunan Abi D±ud, maka kita akan menemukan fakta sebagai berikut:

1. Dari segi awal waktu, Sunan Abi D±wud memang muncul lebih dahulu, jadi wajar Ab D±wud al-Sijist±n³ lah yang pertama menusliskan kitab hadis dengan sistem sunan, sedangkan Ibn M±jah hanya megikuti langkah-langkah dalam penulisan sunan.

2. Ab D±wud al-Sijist±n³ menuliskan keterangan tentang kualitas hadis yang ia cantumkan sedangkan Ibn M±jah tidak.

3. Ab D±wud al-Sijist±n³ hanya mencantumkan hadis ¢ah³h dan ¦asan juga beberapa hadis dhoif yang tanpa keterangan, sedangkan Ibn M±jah selain hadis ¢ah³h, ¦asan, dhaif juga memasukkan hadis munkar yang semuanya tanpa diberi penjelasan.

4. Beberapa hadis-hadis yang termuat dalam Sunan Abi D±wud tidak ditemukan dalam ¢ah³h al-Bukh±r³ maupun ¢ah³h Muslim, sedangkan kebanyakan dari hadis-hadis yang dimuat dalam Sunan Ibn M±jah sudah diriwayatkan dalam ¢ah³hain.

Meskipun demikian tidak bisa dipungkiri peran besar yang dimainkan oleh Ibn M±jah dan Sunannya dalam perkembangan ilmu hadits. Pada faktanya, sekarang, Ibn M±jah sudah menajdi seorang tokoh yang sungguh masyhur dan dikaji di berbagi studi-studi hadis. Sunan Ibn M±jah juga telah menjadi salah satu kitab hadis yang percaya dan menjadi salah satu sumber penting dalam studi-studi hadis.

e. Kitab-kitab Syara¥ Sunan Ibn M±jah

Sama halnya dengan kitab-kitab hadits lainnya, Sunan Ibn M±jah ini juga telah membangkitkan minat dan perhatian para ulama setelahnya untuk menulis beberapa karya yang berusaha menjelaskan Sunan Ibn M±jah ini. Akan tetapi meskipun demikian ternyata karya-karya yang mensyarah Sunan Ibn M±jah ini tidaklah sebanyak kitab-kitab syarah untuk kitab-kitab hadis lainnya seperti ¢ah³h Bukh±r³, ¢ah³h Muslim, Sunan Ab D±ud, dan lain sebagainya.

Beberapa kitab-kitab syarah Sunan Ibn M±jah ini bisa dikatakan sebagai berikut:

1. Syara¥ karya Imam Jal±ludd³n as-Suy¯³. Karya ini diberi judul Mi¡b±¥ az-Zuzah Al± Sunan Ibni M±jah. Kitab ini merupakan penjelasan singkat dan ringkas yang menjelaskan permasalahan-permasalah yang penting saja.

2. Syara¥ karya as-Siadi al-Madan³. Nama karya ini adalah Syar¥u Sunan Ibni M±jah. Kitab ini tidak terlalu jauh berbeda dengan syarah karya Imam Jal±ludd³n as-Syu¯³ , syarah ringkas, yang menjelaskan masalah-masalah yang penting saja, penejelasan ini ditempatkan di pinggiran matan Sunan.

3. Syara¥ karya Ibn bin Mu¥ammad al-¦alab³ (w 841 H).

4. Syara¥ as-¢indi.

Selain itu Mu¥ammad Fa’±l mentahqiq kembali sumber-sumber periwayatan hadis yang dimasukkan oleh Ibn M±jah dalam Sunannya. Beliau juga mentakhrij hadis-hadisnya dan mendapatkan jumlah 4341 hadis yang terbagi kepada 37 kitab dan 1502 bab.

Perincian hadis-hadis itu bisa dikatakan sebgai berikut:

1. Hadis yang dimuat oleh Sunan Ibn M±jah yang juga diriwayatkan dalam Kutubul Khamsah adalah sebanyak 3002 hadis.
2. Hadis dengan isn±d sahih adalah sebanyak 428 hadis dari keseluruhan jumlah hadis.
3. Hadis dengan isn±d ¦asan adalah sebanyak 119 hadis dari jumlah keseluruhan.
4. Hadis dengan isn±d dhoif adalah sebanyak 613 hadis dari jumlah keseluruhan.
5. Hadis dengan isn±d lemah sekali adalah sebanyak 99 hadis dari jumlah keseluruhan.

VI. Penutup

Demikianlah yang bisa saya sampaikan pada makalah mini, penulis yakin mesih terdapat banyak kekurangan di sana sini, sehinnga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah ini, sehingga dapat mencapai tingkat karya ilmiyah yang lebih baik lagi. Kepada Allah kita bertawakkal dan kepadanya kita kembali. Wallau a’lam.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Sunan Abi Daud-Sunan at-Timidzi-Sunan an-Nasa’I - Sunan Ibnu Majah oleh: Marintan Lubis , anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com
Daftar Pustaka dan Footnote
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Taufik, dkk, (ed) Ensiklopedi Temetis; Pemikiran dan Peradaban.jilid 4, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003.



Abd ar-Rahman Abu Ula Muhammad. Tuhfatu al-Ahwazi. Beirut: Dar al-Kuttub al-‘Ilmiyah, 1990.



Abu Syuhbab Muhammad Muhammad.Kitab Hadis Sahih Ynag Enam. terj. Maulana Hasanuddin. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1991.



An-Nas±’³. Tarjamah Sunan an-Nas±’³, terj. Bey Arifin dan Ynus Ali Muhdhar. Semarang : Asy-Syifa’, 1992.



Ash-Shidieqy, Mu¥ammad Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999.



_____________________________, Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Jakarta : Bulan Bintang, 1958.



Azami Mustafa. Memahami Ilmu Hadis; Telaah Metodologi dan Literatur Islam. Jakarta: Lintera, 2003.



_____________, Metotologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992.



Ismail, M. Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadits. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.



M±jah, Ibn, Sunan, terj. Shohnhaji. Semarang: as-Syifa’ 1992.



Kh±¯ib, Mu¥ammad ‘Ajj±j, U¡lul ¦ad³£, Ulmuhu Wa Mu¡¯al±¥uhu . Beirut: D±rul Fikri, 1989.



Sutarmadi Ahmad. al-Imam at-Tirmizi; Peranannya dalam pengembangan Hadis dan Fiqih. Jakarta: Logos, 2003.



Umri Ikram Dhiya. Buhus Fi Tarikh as-sunnah al-Musyrifah. Madinah: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, 1984.



Syu’bah, Mu¥ammad Mu¥ammad Ab, Fi Rih±bi as-Sunnah al-Kutub as-Sittah. Kairo: al-Bu¥£ al-Isl±miyah:1969.



Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits. Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998.



Zahwu, Mu¥ammad Ab, al-¦ad³£ wal Mu¥addi£n. Mesir: Syirkah Syahimah Mi¡riyah, 1958.



Zughrafi Muhammad bin Muthur. Tadwin as-Sunnah an-Nabawiyah; Nasyatihi wa Tutawwirihi min Qarn al-Awwal ila Nihayati al-Qarn at-Tasi’ al-Hijr. Madinah: Maktab as-Sidiq, 1412 H
===================================
[1] Muhammad Muhammad Abu Syuhbah. Kitab Hadis Sahih yang Enam (terj). Maulana Hasanuddin (Jakarta: Pustaka Lentera Antanusa, 1991) h. 81

[2] Ibid, h. 85, lihat juga Muhamad bin Muthir az-Zughrafi. Tahwin as-Sunnah an-Nabawiyah; Nasyatihi Wa Tuthawwirihi Min Qarn al-Awwal Ila Nihayati al-Qarn at-Tasi’ al-Hijr (Madinah: Maktab as-Siddiq, 1412 h) h. 131

[3] Abu Syuhbah, Kitab Hadis,… h. 81-82

[4] Taufik Abdullah dkk, (ed) Ensiklopedi Tematis Jilid 4; Pemikiran dan Peradaban ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003) h. 78

[5] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 86

[6] Taufik Abdullah, Ensiklopedi, h. 78

[7] az-Zughrafi, Tadwin as-Sunnah, h.132. Jika hadis dalam kitabnya terlalu wahan, Abu Dawud akan menjelaskannya. Kitab beliau istimewa karena menyebut masalah-masalah furu’, contohnya dalam bab al-Adab yang mempunyai 80 bab yang juga mengandung perincian terhadap sunnah perbuatan, perkataan, taqrir, dan sifat Nabi.

[8] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 89

[9] Ibid, h. 90

[10] ibid

[11] az-Zugrafi, Tadwin as-Sunnah, h. 133

[12] Ibid, h. 135

[13] Azami, Memahami Ilmu, h. 175

[14] Ikram Diya’ al-Umri. Buhus Fi at-Tarikh as-Sunnah al-Musyrifah (Madinah: Maktab al-Ulum wa al-Hikam, 1984) h. 249

[15] az-Zugrafi, Tadwin as-Sunnah, h. 137

[16] Ibid

[17] Ahmad Sutarmadi. Imam at-Tarmizi;Peranannya dalam Pengambangan Hadis dan Fiqih (Jakarta: Logos, 1998) h. 94

[18] al-Umri, Buhus Fi, h. 249

[19] Sutarmadi. Imam at-Tirmizi, h. 160

[20] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 95

[21] Sutarmadi, Imam at-Tirmizi, h. 78

[22] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 96

[23] Mu¥ammad bin Mu¥ammad Ab Syu’bah, Fi Rih±b as-Sunnah as-Sittah (Kairo : al-Buh£ al-Isl±miyah, 1969), hal. 127.

[24] Menurut sebagian ulama dia dilahirkan pada tahun 214 H, lihat Mu¥ammad Hasby ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999), hal. 301.

[25] Mu¥ammad Ajj±j al-Kh±¯ib, U¡l al-¦ad³£, Ulmuhu wa Mus¯al±¥uhu (Beirut : Dar al-Fikr, 1989), hal. 324.

[26] An-Nas±’³ tinggal bersama gurunya (Qutaibah) selama satu tahun dua bulan, lihat Mu¥ammad Ab Zahwu, al-¦ad³£ wa al-Mu¥addisn (Mesir : Syirkah Sahimah Mi¡riyah, 1958), hal. 358.

[27] Sunan An-Nas±’³, Tarjamah Sunan an-Nas±’³, terj. Bey Arifin dan Yunus Ali Muhdhar (Semarang : Asy-Syifa’, 1992) hal. Xi – xii.

[28] Hasbi, Sejarah…, hal 301.

[29] Mu¥ammad Hasby ash-Shidieqy, Pokok-Pokok Ilmu Hadis ( Jakarta : Bulan Bintang, 1958) hal. 194.

[30] Mu¥ammad Mus¯afa Azami, Metodologi Kritik Hadis ter. Amin Yamin (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1992) hal. 152.

[31] An-Nas±’³, Tarjamah, xii.

[32] Ab Zahwa, al-Hadis, hal. 410.

[33] Ab Sy’bah, fi Rih±b,, hal. 133.

[34] Ibid, hal. 130.

[35] Sebenarnya M±jah ini adalah gelar ayahnya, jadi lebih tepatnya disebutkan Mu¥ammad ibn Yaz³d M±jah bukan Ibn M±jah, tapi para penulis biasa menuliskannya Mu¥ammad ibn Yaz³d Ibn M±jah. Lihat Ab Syu’bah, Fi Rih±bi as-Sunnah al-Kutub as-Sittah (Kairo: al-Bu¥£ al-Isl±miyah:1969) h. 136, lihat juga Mu¥ammad ‘Ajj±j al-Kh±¯ib, U¡lul ¦ad£, Ulmuhu Wa Mu¡¯al±¥uhu (Beirut: D±rul Fikri, 1989) h.326.

[36] Ibn M±jah, Sunan, terj. Shohnhaji (Semarang: as-Syifa’ 1992) h. 40.

[37] Mu¥ammad Mu¡¯af± Azami, Metotologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992) h. 158.

[38] Ab Syu’bah, Rih±b. H. 137.

[39] Ibid.

[40] Nawir Yuslem, Ulumul Hadits (Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998) h. 136.

[41] Mu¡¯af± Azami, Metodologi, h. 159.

[42] Mu¡¯af± Azami, Metodologi. H. 105.

[43] Mu¡¯af± Azami, Metodologi. H. 159.

[44] Ab Syu’bah, Fi Rih±b. H. 139.

[45] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 10.

[46] Ibn M±jah, Sunan, h. 36.

[47] Ab Syu’bah, Fi Rih±b, h. 137.













.