Pesantren adalah pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, pesantren termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. adapun Karakteristik dan Unsur -Unsur Kelembagaan Pesantren secara garis besar merupakan ciri khas dari masing-masing pesantren yang ada. makalah ini membahas secara rinci tentang Pesantren ditinjau dari Karakteristik dan Unsur -Unsur Kelembagaannya.
Karakteristik Pesantren |
C. Unsur – Unsur kelembagaan Pesantren. |
Apa sebetulnya persyaratan – persyaratan pokok suatu lembaga pendidikan baru dapat di golongkan sebagai pesantren. Untuk itu perlu di lihat apabila telah mencukupi elemen – elemen pokok pesantren. Elemen-elemen pokok atau unsur – unsur pesantren itu adalah :
Pondok |
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisonal di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang ( atau lebih ) guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada didalam lingkungan kompleks pesantren di mana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan – kegiatan keagamaan yang lain.komplek pesantren ini biasanya di kelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisonal di masjid – masjid yang berkembang yang berkebanyakan wilayah Islam di negara – negara lain.di jawa besarnya pondok tergantung dari jumlah santri. Pesantren besar yang memiliki santri lebih dari 3000 orang ada yang memiliki gedung bertingkat tiga yang dibuat dari tembok, semuanya ini biasanya dibiayai dari para santri dan sumbangan masyarakat .
Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus memiliki asrama bagi para santri. Pertama, kemasyuran seorang kyai dan kedalaman ilmu pengetahuan tentang Islam menarik santri – santri dari jauh. Kedua hampir semua pesantren berada di desa – desa dimana tidak tersedia perumahan ( akomodasi ) yang cukup untuk dapat menampung santri – santri, dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara santri dan kyai, di mana para santri menganggap kyainya seolah – olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan tuhan yang harus senantiasa dilindungi[13].
Masjid. |
Kata masjid merupakan bentuk isim makan ( keterangan tempat ), berasal dari kata sajada – yasjudu yang artinya tempat uantuk bersujud atau tempat orang beribadah[14].Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid juga berarti tempat sholat berjamaah atau tempat sholat untuk umum ( orang banyak ).[15] Masjid diartikan juga adalah tempat sujud karena tempat ini setidak – tidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan shalat. Fungsi masjid tidak saja hanya untuk shalat, tetapi juga mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain sebagainya. Di zaman Rasullullah masjid berfungsi sebagai tempat ibadah dan urusan – urusan kemasyarakatan serta pendidikan[16].
Atau dengan perkataan lain Masjid adalah yang didirikan oleh sekelompok muslim atau individu untuk memenuhi kebutuhan suatu lokasi atau kelompok tertentu. Tidak membutuhkan ijin dari pemerintah, perawatan masjid dan gaji guru dari waqaf dan sedekah. Masjid dapat menentukan guru serta arah kegiatannya ditentukan sendiri[17]. Suatu pesantren mutlak mesti memiliki masjid, sebab disitulah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar mengajar antara kyai dan santri. Masjid sebagai pusat pendidikan Islam telah berlangsuing sejak masa Rasulullah, dilanjutkan oleh Khulafa al – Rasyidin, dinasti bani Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah dan dinasti - dinasti lain. Tradisi itu tetap di pegang oleh para kyai pemimpin pesantren untuk menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan[18].
Santri |
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang – orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai bila mana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk memepelajari kitab – kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen terpenting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri yaitu
- Santri mukim yaitu murid – murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut merupakan biasanya kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari – hari. Mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri – santri muda tentang kitab – kitab dasar dan menengah.
- Sanri kalong yaitu murid – murid yang berasal dari desa – desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak – balik dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar sebuah pesantren, akan semakain besar jumlah santri mukimnya.
Ada beberapa alasan seorang santri pergi dan menetap di suatu pesantren diantara lain adalah :
- Ia ingin mempelajari kitab – kitab lain yang membahas Islam secara mendalam dibawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut.
- Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren – pesantren yang terkenal.
- Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh kewajiban sehari – sehari di rumah keluarganya. Disamping itu dengan tinggal di sebuah pesantren yang sangat jauh letaknya dan rumahnya sendiri ia tidak mudah pulang balik meskipun kadang – kadang mengiginkannya[19].
Pengajar kitab – kitab Islam Klasik. |
Kitab – kitab Islam klasik yang lebih popular dengan sebutan kitab kuning . kitab – kitab ini ditulis oleh ulama -ulama Islam pada abad pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca serta mensyarahkan ( menjelaskan ) isi kitab – kitab tersebut. Untuk tahu membaca sebuah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir dalam ilmu – ilmu Bantu, seperti ilmu nahwu, syaraf, balaghah, ma’ani, bayan dan lain sebagainya[20].
Kitab kuning pada umumnya dipahami sebagai kitab – kitab keagamaan berbahasa Arab, menggunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau khususnya yang berasal dari timur Tengah. Kitab kuning mempunyai format yang khas, dan warna kertas “kekuning kuningan”. Selain ulama dari timur Tengah dan ada juga kitab kuning ini di tulis oleh ulama Indonesia sendiri[21].
Pada jaman dahulu, pengajaran kitab - kitab Islam klasik, terutama karangan – karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah, merupakan satu – satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik para calon ulama. Para santri yang tinggal di pesantren untuk jangka waktu pendek ( misalnya kurang dari satu tahun ) dan tidak bercita – cita menjadi ulama,mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan[22].
Menurut Azyumardi Azra sulit untuk melacak kapan waktu persis mulai terjadinya penyebaran dan demikian pembentukan awal tradisi kitab kuning di Indonesia. Historiografi dan berbagai catatan baik local maupun asing tentang penyebaran Islam di Indonesia, tidak menyebutkan judul – judul kitab yang digunakan di dalam masa – masa awal perkembangan Islam di kawasan ini[23].
Kyai
Sudah menjadi kebiasaan umum ( diseluruh dunia Islam ) bagi seorang ulama terkenal untuk menjalankan sebuah lembaga pendidikan agama. Di Arab Saudi, dan juga di Iran, madrasah merupakan lembaga seperti itu. Sedangkan di Indonesia, lembaga ini secara tradisonal disebut pesantren. Pesantren adalah system pembelajaran di mana para murid ( santri ), memperoleh pengetahuan keislaman dari seorang ulama ( kyai ) yang biasanya mempunyai beberapa pengetahuan khusus[24].
Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Rata- rata pesantren yang berkembang di Jawa dan Madura sosok kyai begitu sangat berpengaruh, kharismatik, dan berwibawa, sehingga amat disegani oleh masyarakat di lingkunagn pesantren. Disamping itu , kyai pondok pesantren biasanya juga sekaligus sebagai penggagas dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh karenanya, sangat wajar jika dalam pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung peran seorang kyai[25]. Menurut asal – usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda yaitu:
- Sebagai gelar kehormatan bagi barang – barang yang dianggap keramat umpamanya “kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
- Gelar kehormatan untuk para orang – orang tua pada umumnya .
- Gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab – kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim ( orang yang dalam pengetahuan Islamnya)[26].
Dalam perkembangannya, gelar kyai tidak lagi menjadi monopoli bagi para pemimpin atau pengasuh pesantren. Gelar kyai dewasa ini juga dianugrahkan sebagai bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang mumpuni dalam bidang – bidang ilmu agama, walaupun yang bersangkutan tidak memiliki pesantren. Dengan kata lain, bahwa gelar kyai tetap dipakai bagi seorang ulama yang mempunyai ikatan primordial dengan kelompok Islam tradisional. Bahkan dalam banyak hal, gelar kyai ini juga sering dipakai oleh para da’i atau muballigh yang biasa memberikan ceramah agama ( Islam )[27]. Inilah beberapa unsure – unsure dalam kelembagaan pesantren yang menjadi tradisi sampai sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Abudin Nata Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Grafindo persada..2001)
- Azrumardi Azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru .(Jakarta : Logos.199 ).
- Endang Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan kekuasaan.. (Yogyakarta: LkiS. 2003).
- Haidar Putra Daulay.Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. ( Bandung : Cita Pustaka Media.2001).
- Hasan Asari.Menikap zaman Keemasan Islam. ( Bandung : Cita Pustaka Media, 2007)
- Hasbi Indra. Pesantren Dan Tranformasi Sosial : Studi Atas Pemikiran Kh.Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islam. (Jakarta : Penamadani .2005).
- Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.( Jakarta : Rajawali Pres. 1999).
- HM..Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren.(Jakarta: IRD Press. 2004.)
- Kamus Munjid fi al – luhgah wa al – I’lam. ( Beirut : Maktabah Syarqiyyah,.1986).
- Kuntowijoyo. Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.1987.)
- M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro.. Manajeman Pondok Pesantren. (Jakarta: Dina Pustaka.2004).
- Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren studi Tentang Pandangan Hidup Kyai..(Jakarta:LP3S.1994)
FOOTNOTE
- [1] . Abudin Nata Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Grafindo persada..2001).P100-1002
- [2] . Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren studi Tentang Pandangan Hidup Kyai..(Jakarta:LP3S.1994).P17-18
- [3] Endang Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan kekuasaan.. (Yogyakarta: LkiS. 2003.P.35
- [4] . M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro.. Manajeman Pondok Pesantren. (Jakarta: Dina Pustaka.2004). P 32
- [5]. Hasbi Indra. Pesantren Dan Tranformasi Sosial : Studi Atas Pemikiran Kh.Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islam.( Jakarta : Penamadani .2005) P 191-192
- [6]. Kuntowijoyo. Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.1987). P. 44
- [7]. Dhoifer P 28
- [8]. Abudin Nata P.108
- [9]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro. P 93-94
- [10]. Hasbi Indra. P.175
- [11]. HM..Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren.(Jakarta: IRD Press. 2004). P.78-79
- [12]. Abudin Nata P.116.
- [13]. Dhoifer P.44-47.
- [14]. Kamus Munjid fi al – luhgah wa al – I’lam. ( Beirut : Maktabah Syarqiyyah,.1986).P.32.
- [15]. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.( Jakarta : Rajawali Pres. 1999). P.132
- [16]. Haidar Putra Daulay.Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. ( Bandung : Cita Pustaka Media.2001). P.70.
- [17]. Hasan Asari.Menikap zaman Keemasan Islam. ( Bandung : Cita Pustaka Media, 2007) P 47.
- [18]. Haidar Putra Daulay. P 70 – 71.
- [19]. Dhoifer P.51- 52.
- [20]. Haidar Putra Daulay. P. 71.
- [21]. Azrumardi Azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru .(Jakarta : Logos.199 ). P.111.
- [22]. Dhoifer. P. 50.
- [23]. Azyumardi Azra. P. 112.
- [24]. Endang Turmudi.P.28.
- [25]. HM. Amin Haedari,dkk. P. 28.
- [26]. Dhoifer. P.55.
- [27]. HM. Amin Haedari,dkk. P. 29