MAKALAH PTK 4


PENGGUNAAN METODE COOPERATIVE LEARNING
MODEL STAD DAPAT MENINGKATKAN
KEBERSAMAAN SISWA

Oleh : Marzuki, S.Pd

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal mereka, dengan kata lain lingkungan yang baik akan memberi dampak positif pada prilaku manusia. Tetapi sebaliknya apabila lingkungan yang kurang baik maka akan berpengaruh kurang baik pula terhadap prilaku manusianya. Berkaitan dengan hal tersebut apabila diaplikasikan dalam proses belajar mengajar di sekolah, peserta diarahkan ke suasana demokrasi agar potensi siswa dapat berkembang dengan baik.
Menurut Dewey dan Thelan dalam Trianto, (2007:45) “…sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi”. Suasana demokrasi yaitu suasana yang memungkinkan untuk tumbuhkembangnya potensi-potensi siswa yang positif dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa, seperti halnya mengembangkan kreativitas siswa, mengembangkan kemampuan berfikir, dan mengembangkan ketrampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Hal ini dalam pembelajaran di sekolah sangat cocok dengan pembelajaran cooperative learning, yang mana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan untuk beberapa pertemuan mereka tetap dalam kelompoknya kemudian mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat berkerjasama dengan baik. Ketrampilan-ketrampilan itu di antaranya kemampuan menyelesaikan masalah, kecakapan mengemukakan pendapat, kecakapan menyikapi pendapat temannya, dan membantu teman yang memiliki kemampuan yang kurang.
Pada dasarnya Pembelajaran cooperative learning ini adalah untuk menciptakan susana belajar yang lebih hidup dan nyaman. Hidup dalam pengertian, siswa yang lebih aktif di bandingkan cuma mendengarkan penjelasan materi dari guru. Nyaman maksudnya adalah suasana belajar yang tidak kaku karena dengan metode ini sesama siswa lebih leluasa memberikan pendapat ataupun pertanyaan bahkan bisa memberikan ide di bandingkan berkomunikasi dengan gurunya.
Dari paparan di atas sangatlah jelas untuk bekerjasama perlu adanya hubungan yang baik walaupun mereka memiliki latar belakang yang berbeda Perbedaan di sini bisa karena jenis kelamin laki-laki atau perempuan, faktor kemampuan pandai atau kurang pandai, faktor lingkungan keluarga, agama, suku adat budaya dan yang lainnya. Perbedaan ini, di kelas pun ada dan ini sangat terlihat jelas antara kelompok siswa laki-laki dan kelompok siswa perempuan dan ada juga siswa yang mau berbaur dengan teman sesama jenisnya ada juga yang tidak, bahkan seperti ada diskriminasi sehingga menurut peneliti metode cooperative learning cocok untuk diterapkan agar kebersamaan lebih meningkat di dalam pembelajaran seni budaya khususnya seni tari. Menurut peneliti jika perbedaan-perbedaan ini dibiarkan maka akan terjadi pengelompokan-pengelompokan yang kurang positif dan dikhawatirkan akan lahir prilaku-prilaku yang kurang baik. Untuk itu perlu adanya pembelajaran cooperative learning.
Di dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator saja atau memberi arahan-arahan apabila ada sesuatu yang belum dipahami oleh siswa. Guru mengupayakan agar siswa lebih kreatif dan lebih mengenal teman sekelompoknya atau teman sekelasnya.
Bagi siswa lingkungan sekolah bukan hanya tempat menuntut ilmu tetapi juga tempat belajar berinteraksi dengan lingkungan terutama lingkungan sosialnya, seperti belajar bergaul dengan teman sebayanya, belajar bekerjasama, dan belajar memberi bantuan kepada temannya yang sedang kesusahan. Hal ini berarti setelah belajar seni budaya khususnya seni tari dengan menggunakan metode cooperative learning model STAD yang akan dipakai dalam penelitian ini, itu tidak hanya kebersamaan siswa saja yang meningkat tetapi harus ada perubahan sikap yang lebih baik sebagai salah satu bekal dalam hidupnya.
Apabila sejak dini siswa dikenalkan dengan sikap demokrasi, mudah-mudahan di masa yang akan datang kekerasan atau diskriminasi tidak akan terjadi. Itu adalah salah satu ketertarikan peneliti mengambil topik ini dan juga menurut peneliti pembelajaran cooperative leraning di samping banyak sekali manfaatnya juga metode ini oleh peneliti dianggap lebih efektif untuk mengatasi permasalahan.

B.       Rumusan Masalah        
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah
1.      Apakah pengertian dari metode cooperative learning model STAD?
2.      Apakah pengertian dari kebersamaan?
3.      Bagaimanakah meningkatkan kebersamaan siswa dengan menggunakan metode cooperative learning model STAD?
C.      Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan permasalahan di atas, pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui :
1.      Pengertian dari metode cooperative learning model STAD.
2.      Pengertian dari kebersamaan.
3.      Cara/langkah meningkatkan kebersamaan siswa dengan menggunakan metode cooperative learning model STAD.

D.      Manfaat Pembahasan
Hasil pembahasan ini diharapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat bagi :
1.      Siswa, dengan Pembelajaran seni tari dengan menggunakan metode cooperative learning model STAD mampu menumbuhkan kebersamaan dan sikap demokratis yang tinggi, rasa tanggung jawab yang tinggi, kecerdasan dan wawasan yang luas terhadap seni budaya dan semangat belajar sehingga hasil belajar akan lebih bermanfaat.
2.      Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai dapat menjadi bahan acuan bagi sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran seni budaya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Metode Cooperative Learning
Metode cooperative learning adalah suatu cara atau strategi dalam menyampaikan pelajaran yang mana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang setiap kelompoknya terdiri dari empat atau enam siswa secara heterogen baik dilihat dari berbagai segi kemampuan maupun dari jenis kelaminnya. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar.
Agar kegiatan belajar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertannyaan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Selama belajar siswa tetap tinggal dalam kelompoknya untuk beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya, membantu teman sekelompoknya yang lemah dan sebagainya.
Tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang di sajikan guru, dan mereka saling membantu di antara teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi tersebut. Apabila ada salah satu anggota kelompok yang belum menguasai materi pelajaran maka belajar kelompok itu dikatakan belum selesai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruskandi (2001:28) bahwa pengertian cooperative yaitu “mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai tim”. Kerjasama dalam satu tim harus kompak untuk itu dibutuhkan kerja sama yang baik antar anggota kelompoknya agar tujuan dapat tercapai.
Untuk dapat belajar bekerjasama dengan baik dibutuhkan hubungan sosial yang baik sehingga akan melahirkan sikap kebersamaan di antara kelompoknya. Seperti dikemukakan Ibrahim dkk dalam Trianto (2007:44) “Pembelajaran ini mempunyai efek yang berarti terhadap keragaman ras, budaya, agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidak mampuan”. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative dapat menyatukan perbedaan latar belakang dan ini merupakan bagian dari sikap kebersamaan. Menurut Eggen dan Kauchak dalam (Trianto,2007:42) “Pembelajaran cooperative merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
 Jadi pembelajaran ini merupakan sebuah usaha untuk meningkatakan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
Di samping itu juga pembelajaran cooperative ini dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Seperti apa yang dikemukakan oleh Trianto (2007:41) ”Pembelajaran cooperative muncul dari konsep bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi dengan temannya”. Ini berarti bahwa siswa akan lebih berani dan terbuka apabila berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Tidak menutup kemungkinan dalam satu kelompok ada yang tidak paham, untuk itu guru harus selalu mengupayakan agar siswa tetap aktif.
Pembelajaran yang bernaung pada teori konstruktivis ini, muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah memecahkan masalah yang sulit jika mereka saling bekerja sama dengan temannya. Sesulit apapun siswa akan merasa lebih ringan untuk mengerjakannya dibandingkan mengerjakan sendiri karena potensi atau kemampuan temannya berbeda-beda.
Agar tidak jenuh atau bosan dalam metode pembelajaran, model cooperative learning mempunyai beberapa model diantaranya model STAD, jigsaw, investigasi kelompok, berfikir berpasangan, dan penomoran berfikir bersama. Adapun model-model pembelajaran cooperative learning adalah sbb:
1.      Model STAD (Student Team Achievement Division)
Cara belajar kelompok dimana setiap kelompokmya beranggotakan 4-5 siswa yang kemudian bekerjasama untuk menyelesaikan persoalan kelompoknya secara bersama sama. Adapun pemilihan ketua dalam kelompok itu dipilih secara demokratis oleh peserta kelompoknya sendiri.
2.      Model Tim Ahli (Jigsaw)
Cara belajar dimana setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa yang masing-masing kelompok memiliki tim ahli-tim ahli dan tim ahli dari beberapa kelompok ini berkumpul untuk membahas permasalahan yang sama dan menyamakan pemahaman kemudia mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan mensosialisasikan hasil bahasannya kepada teman-teman sekelompoknya.
3.      Model Investigasi Kelompok
Siswa dibagi dalam kelompok kecil, kelompok ini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan seluruh siswa sekelasnya.
4.      Model Think Pair Share ( TPS ) atau berpikir berpasangan
Adalah jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, dimana siswa diberi suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran, dan siswa didorong untuk berfikir sendiri beberapa menit kemudian guru menyuruh siswa untuk mencari pasangan dan mendiskusikannya. Selanjutnya melanjutkan dari pasangan kepasangan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. (Arends,1997) disadur (Tjokrodiharjo,2003).
5.      Numbered Head Together ( NHT ) atau penomoran berfikir bersama
Guru membagi siswa dalam setiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok diberi penomoran 1-5 .Kem udian guru memberi pertanyaan yang bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Siswa menyatukan pandangan terhadap jawaban pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. Kemudian guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sama mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh teman-teman sekelasnya.
Adapun yang nanti akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah model STAD (Student Team Achievement Division) karena kerjasama dalam model ini efektif dan model ini sering digunakan peneliti dalam mengajar hanya saja bentuknya konvensional yang mana siswa dibiarkan berdiskusi sendiri tanpa bimbingan yang insentif juga terkadang diskusi itu didominasi oleh seorang siswa saja dan siswa yang lain menyerahkan sepenuhnya kepada temannya. Dalam pembelajaran cooperative learning model STAD ini siswa dibagi dalam kelompok kecil yang satu kelompoknya beranggotakan empat atau lima orang siswa. Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru, dalam pemilihan ketua ketua kelompoknya dibentuk oleh siswanya sendiri dan setiap siswa memiliki tugas masing-masing. Peran guru sebagai fasilitator saja dan selama siswa bekerja menyelesaikan tugas guru aktif membimbing.

B.     Sikap Kebersamaan Siswa
Sikap adalah persepsi atau tanggapan individu dari suatu pandangan atau pendapat yang diungkapkan melalui gerak tubuh atau mimik untuk melakukan langkah atau tindakan sebagai reaksi terhadap suatu obyek Purwanto M. Ngalim (1990:141) “Sikap adalah suatu perbuatan atau tingk ah laku sebagai reaksi atau respon terhadap suatu rangsangan atau stimulus yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu”. Adapun kebersamaan berasal dari kata sama atau tidak berbeda yang berarti tidak berlainan halnya, rupanya dan sebagainya; sama-sama, kedua-duanya, semuanya.; bersama-sama, serta, mengikuti. Awalan ke-an adalah pembentuk kata benda abstrak dari kata keadaan, kata kerja atau kata bilangan, jadi kata kebersamaan adalah tidak ada perpedaan yang di permasalahkan dari keberadaan setiap individu. Dengan pengertian lain, setiap individu menerima kekurangan dirinya sendiri juga dapat menerima kekurangan orang lain. Jadi siswa di sini dapat berinteraksi dan bekerjasama dengan temannya, baik yang memiliki latar belakang yang sama maupun latar belakang yang berbeda.
Dalam kegiatan belajar penekanan terhadap sikap termasuk kedalam kelompok afektif. Sikap-sikap tersebut diklafisikasikan dalam penerimaan, respon, nilai (value), organisasi dan pemeranan (characteris). Jadi sikap kebersamaan termasuk kelompok afektif, diantaranya saling membantu, menolong, bekerjasama, menghargai, berbagi,dan mampu berinteraksi atau penyesuaian dengan lingkungan.
Sikap adalah bagian dari kepribadian yang menurut Gagne dan Beliner dalam (Sumantri Mulyani dan Syaodih Nana, 2006:4.27) menyatakan bahwa “Personality is the integration of all of a person’s traits, abilit ies, motives as well as his or her temperament, attitudes, opinions, beliefs, emotional responses, cognitive styles, character, and moral”. Kepribadian merupakan keterpaduan seluruh ciri-ciri individu, kemampuan motivasi sebagaimana ditampilkan dalam temperamen, sikap, pendapat, keyakinan, respon emosional, gaya kognitif, karakter, dan moral.
Selanjutnya Nurkancana Wayan dan Sunartana (1986:276) engemukakan bahwa :
Sikap yang diambil oleh seseorang didasarkan atas nilai-nilai tertentu yang didukungnya. Guru perlu mengetahui nilai-nilai tertentu yang ada pada anak, dan perlu mengetahui bagaimana sikap anak terhadap dunia sekitarnya khususnya sekolah. Apabila ada anak yang mempunyai sikap negatif terhadap sekolah, maka guru perlu mencari cara-cara untuk mengembangkan nilai-nilai positif pada anak sehingga sikap negatif akan berkembang menjadi sikap positif.

Sehubungan dengan hal di atas peneliti akan mencoba menerapkan metode cooperative learning untuk menumbuhkan sikap kebersamaan dalam pembelajaran seni budaya. Kata pembelajaran menurut Gagne Briggs dan Wager (1992:3)adalah “serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar.” dan kata belajar menurut Witherington (1952:1965). Belajar merupakan “… Change in personality, manifeshing it self as new pattern of respond which my by skill, an attitude, a habit, an ability, on under standing”. Belajar merupakan perubahan kepribadian yang dimanifestasikan dalam pola-pola respon yang berupa ketrampilan sikap, kebiasaan, pengetahuan atau pemahaman. Itu berarti bahwa hasil belajar melibatkan seluruh aspek kepribadian baik aspek kognitif, afektif, maupun spikomotornya.

C.    Meningkatkan Kebersamaan Siswa dengan Penggunaan Metode cooperative learning

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa hasil dari pembelajaran adalah adanya perubahan sikap pada diri individu. John Dewey dan Herberrt Thelan dalam (Trianto,2007:45) menyatakan bahwa tingkah laku cooperative dipandang ‘sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai labotarium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi.’ Untuk itu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah harus mencerminkan demokrasi.
Dalam kegiatan pembelajaran ini ada interaksi antara guru dan siswa yang saling berhubungan dalam pengembangan aspek prilakunya dan juga dalam mengembangkan kegiatan yang satu dengan yang lainnya, hal ini merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang aktif.
Dari pendapat di atas, sekali lagi peneliti meyakini bahwa melalui pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan kebersamaan yang kuat diantara mereka. Belajar secara kelompok atau belajar bekerjasama dalam satu tim akan mempermudah dalam pencapaian tujuan baik bagi siswanya maupun gurunya sendiri. Dalam belajar tidak hanya merupakan kegiatan yang bersifat menambah ilmu pengetahuan saja tetapi di dalamnya harus ada perubahan sikap atau tingkah laku. Dengan demikian pembelajaran cooperative learning di dalamnya tersirat tentang pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Na Ayudhya Art-ong Jumsai. (2009 :27) bahwa:
Tujuan dari model pembelajaran nilai-nilai terpadu adalah untuk menolong siswa mencapai keunggulan manusiawi atau human excellence, bukan pada dimensi fisik dan mental tetapi juga dimensi rohani. Para murid akan mempunyai karakter yang baik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yakni kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan.
Jadi melalui pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran siswa belajar untuk bisa berdampingan dengan teman sebayanya baik di sekolah maupun di luar sekolah dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar.
Beberapa pandangan yang mengemukakan pengertian belajar di antaranya “Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya”. (Tabrani, 1994:70) dan “Belajar merupakan proses pertumbuhan yang dihasilkan oleh hubungan berkondisi antara stimulus dan respons” (Surakhmad,1984:65). Dengan adanya perubahan tingkah laku yang lebih baik ini akan mampu memberikan sumbangan pada pembangunan bangsa. Melalui pembelajaran dapat dijadikan alat atau media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan manusia berbudaya dan memiliki keseimbangan akal pikiran dan perasaan. Sesuai dengan pendapat Kamaril (2001:1) dalam makalahnya mengajukan konsep, bahwa; “Peran pendidikan seni yang bersifat multidimensional, multilingual, dan multicultural pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan kepribadian manusia secara utuh”.
Sekaitan dengan kutipan di atas, kiranya pendidikan seni memiliki peran untuk nenumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Seperti fisik, perseptual, daya pikir emosional, kreativitas, sosial dan etika. Dengan menggunakan metode cooperative learning, banyak sekali temuan-temuan yang mereka dapatkan baik kepribadiannya, wawasannya, latar belakangnya, atau keberaniannya yang dijadikan sebagai pembelajaran untuk bisa belajar bekerja sama, saling memahami, saling membantu untuk menjadi kelompok belajar yang terbaik.
Dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana caranya untuk menciptakan dan mengatur suasana yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan-kegiatan belajar, sehingga akan lahir sikap kebersamaan, saling menghargai, saling membantu, saling menerima kekurangan diri atau orang lain dan kompak di kelas sebagai wujud dari kerja sama yang baik.
 Untuk itu perlu adanya persiapan dalam mengajar agar suasana belajar yang diharapkan dapat tercapai, karena tidak semua siswa berminat pada satu cabang seni yang sama. Begitu juga kemampuan siswa dalam belajar berbeda beda. Ada yang mampu belajar melalui penglihatan atau pengamatan, melalui pendengaran, membaca, ada juga mampu belajar apabila melakukan eksperimen sendiri. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu berkarya tetapi tidak semua siswa mampu membuat sebuah karya seni karena kemampuan dan bakat siswa yang berbeda.
Agar terlaksana dengan baik diberi secara terpadu yang mana dalam pembelajarannya mampu menampung semua kemampuan siswa, sehingga siswa dalam belajar merasa tidak dipaksakan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil pelajaran seni tari sebagai bahan penelitiannya karena menurut peneliti seni tari sangat kental dengan kerja sama dan hubungan sosial dalam kelompoknya sangat terlihat jelas.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
  1. Metode cooperative learning adalah suatu cara atau strategi dalam menyampaikan pelajaran yang mana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang setiap kelompoknya terdiri dari empat atau enam siswa secara heterogen baik dilihat dari berbagai segi kemampuan maupun dari jenis kelaminnya.
  2. Sikap adalah persepsi atau tanggapan individu dari suatu pandangan atau pendapat yang diungkapkan melalui gerak tubuh atau mimik untuk melakukan langkah atau tindakan sebagai reaksi terhadap suatu obyek.
  3. Tingkah laku cooperative merupakan dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai labotarium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Untuk itu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah harus mencerminkan demokrasi.

B.     Saran
Pembelajaran cooperative learning dalam pelajaran sangat besar sekali manfaatnya. Dengan metode ini tentunya siswa dapat :
  1. Bergaul dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
  2. Belajar memahami orang lain.
  3. Bersikap lebih arif dan mandiri sehingga siswa bisa menggunakan belajar kelompok ini di luar sekolah.
Adapun bagi guru metode ini dapat :
1.      Dijadikan variasi dalam model pembelajaran.
2.      Mempermudah jalannya PBM sehingga tujuan pendidikan akan mudah tercapai.
Namun hal ini haruslah didukung oleh pihak sekolah baik sarana dan prasarana juga segala kebijakan yang mampu menumbuh kembangkan potensi siswa, potensi guru dan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Nurwikarta, Sar’an, (2003). “Koreksi terhadap praktek Pembelajaran Perkembangan Kreatifitas dan Mental Anak-Anak melalui Pendidikan Seni.” Ritme Jurnal dan Pengajarannya .2 (1). 6-12.
Ngalim, M. Purwanto. (1992). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurkancana Wayan, Sunartana, P.P.N.(1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya Indonesia: Usaha Nasional.
Syaodih, Sukmadinata Nana, (2004). Landasan Spikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Siregar, Syafarudiddin, (2003). Statistik Terapan untuk Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Trianto,S.Pd.M.PD. (2007). Pembelajaran Inovasi Berorientasi Konstruktifistik. Surabaya: Prestasi Pustaka.
Trianto, S.Pd. M.pD. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi Pustaka.
Winataputra, Udin S. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Universitas Terbuka.
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran . Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia


Silahkan copy paste makalah ini,, mohon cantumkan sumbernya.













.