Proses Penyiapan dan Penetapan GBHN 1993
Seperti halnya dalam menghadapi sidang umum MPR yang terdahulu, Presiden Soeharto yang terpilih kembali sebagai Presiden Masa Bakti 1988-1993 oleh Sidang Umum MPR 1988, juga menugasi Sekretaris Jenderal Wanhankamnas untuk mengumpulkan bahan-bahan untuk masukan bagi penyiapan GBHN 1993.
Sejak jauh hari Sekjen Wanhankamnas (dengan Mahmud Soebarkah sebagai Sekretaris Jenderal) mulai melaksanakan tugas pengumpulan bahan-bahan GBHN itu secara intensif dan dengan wawasan yang jauh ke depan. Ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyiapan bahan-bahan untuk GBHN 1993 ini.
Pertama, masa pembangunan jangka panjang 25 tahun pertama akan berakhir dengan berakhirnya Pelita Kelima pada tahun 1994. Ini berarti bahwa pemikiran dan konsep GBHN 1993 tidak hanya dipusatkan pada Pelita Keenam tetapi juga harus dapat menjangkau pelita-pelita selanjutnya dalam PJP II.
Kedua, PJP Kedua ini akan dilaksanakan menjelang dan memasuki awal abad kedua puluh satu dengan segala perkembangan keadaan dunia yang amat pesat, khususnya sebagai akibat dari kemajuan Iptek, pasca perang dingin, dan globalisasi, yang kesemuanya itu perlu diantisipasi dengan sebaik-baiknya, akibat-akibatnya, terutama kemampuan kita untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Ketiga, pembangunan jangka panjang kedua yang akan mulai dilaksanakan pada Pelita Keenam merupakan proses tinggal landas pembangunan dan sekaligus kebangkitan nasional kedua menuju sasaran PJP II yang telah ditetapkan, yaitu terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tentram, sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila, yang serba berkesinambungan dan selaras.
Dalam proses tinggal landas akan terjadi transformasi nilai-nilai dalam masyarakat sebagai akibat dari perubahan dari masyarakat agraria kepada masyarakat industri. Karena itu, perumusan GBHN harus sesuai dengan aspirasi rakyat yang beraneka ragam serta harus mengarah kepada sasaran yang telah ditetapkan, perlu benar-benar diperhitungkan tantangan-tantangan yang akan dihadapi di masa depan dan peluang-peluang yang ada.
Sistematika GBHN 1993
Dalam GBHN 1993 tidak dipakai kata pola pada rumusan pembangunan nasional, pembangunan jangka panjang dan pembangunan lima tahun keenam, sehingga tampak lebih sederhana, namun, tidak ada arti yang mendasar dibalik ditiadakannya istilah pola itu.
Dalam GBHN 1993 terdapat tambahan bab pelaksanaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas tugas kewajiban pelaksanaan GBHN secara keseluruhan. Dalam GBHN yang terdahulu, ketentuan mengenai “pelaksanaan” terpisah pada beberapa bab, baik pada bab pendahuluan, pada bab pola umum pembangunan lima tahun.
Pembangunan Jangka Panjang Kedua
1) Umum
Dalam GBHN 1993 istilah tahap tidak lagi dipakai dalam penyebutan Pembangunan Jangka Panjang Pertama atau Kedua karena akan digunakan untuk menunjukkan tahapan pembangunan lima tahunan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dengan tahap jangka sedang 5 tahunan dan periode atau bahkan jangka panjang 25 tahunan.
Dalam Bab III GBHN terdahulu dinyatakan bahwa pembangunan jangka panjang berlangsung antara 25 sampai 30 tahun karena pada awal Orde Baru bangsa Indonesia belum memiliki cukup sarana dan prasarana serta kemampuan untuk menetapkan secara tegas dan jelas.
2) Tujuan Pembangunan Jangka Panjang
Tujuan PJP II dirumuskan dengan maksud agar dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pembangunan nasional tetap pada arah dan jalurnya yang benar sehingga sekaligus berfungsi sebagai pedoman.
Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa tujuan PJP II adalah mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin sebagai landasan bagi babak pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3) Sasaran Umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua
Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa sasaran umum PJP II adalah terciptanya kualitas manusia dari kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tentram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkesinambungan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
4) Titik Berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua
Dalam GBHN 1993 telah ditetapkan bahwa titik berat PJP II ditetapkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terikat dan terpadu, dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional.
5) Sasaran Bidang Pembangunan Jangka Panjang Kedua
Dalam GBHN 1993 telah dinyatakan bahwa upaya pencapaian sasaran umum PJP II diselenggarakan melalui tujuh bidang pembangunan, yaitu:
a) Sasaran bidang ekonomi
b) Sasaran bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan
c) Sasaran bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d) Sasaran bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
e) Sasaran bidang hukum
f) Sasaran bidang politik, aparatur negara, penerangan komunikasi dan media massa
g) Sasaran bidang pertahanan dan keamanan
6) Arah Pembangunan Jangka Panjang Kedua
Dalam GBHN 1993 tujuan PJP II dijabarkan lebih lanjut dalam arah PJP II, yang meliputi seluruh bidang pembangunan. Secara umum PJP II diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia agar makin maju, mandiri dan memelihara rasa cinta tanah air yang melandasi kesadaran kebangsaan, semangat pengabdian, dan tekad untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik demi terwujudnya tujuan nasional, dengan tetap bertumpu kepada trilogi pembangunan. Pembangunan nasional harus mampu mengubah potensi sumber daya nasional menjadi kekuatan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang nyata.