VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menahan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, Jumat 20 Desember 2013, atas dua kasus korupsi. Otomatis Atut kini tidak bisa melaksanakan tugas sebagai gubernur karena langsung dibawa ke rumah tahanan KPK untuk menunggu sidang pengadilan.
Situasi ini menimbulkan implikasi tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat provinsi Banten. Setelah sekian lama diperintah Ratu Atut, Banten harus siap menerima pemimpin baru agar pemerintahan di sana tetap berjalan efektif dan tidak terbengkalai. Berdasarkan undang-undang, bila gubernur tidak bisa menjalankan tugas, wakil gubernur harus siap mengambil alih tanggung jawab dan posisi yang bersangkutan. Situasi itu dihadapi oleh Rano Karno, Wakil Gubernur Banten yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada pemilihan kepala daerah lalu saat berkoalisi dengan Partai Golkar, yang mencalonkan Atut sebagai gubernur.
Namun, PDIP tampak masih bersikap hati-hati. Politisi PDIP, Eva Kusuma Sundari, menegaskan bahwa meski ditahan, Atut secara formal masih gubernur Banten.
"Jadi otoritas untuk menjalankan pemerintahan ada pada beliau," kata Eva di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.
Untuk itu, perlu pendelegasian kepada anak buahnya di pemerintahan untuk memastikan tugas-tugas pelayanan masyarakat di Banten terus berlangsung. "Bu Atut tahu bagaimana mengendalikan pemerintahan dan mengerahkan sumberdaya termasuk SDM seperti wakil gubernurnya untuk mengeksekusi (tugasnya)," kata dia.
Hal yang sama diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Menurutnya, PDIP --tempat Wakil Gubernur Rano Karno berasal-- sejak awal tidak ingin memanfaatkan persoalan hukum Atut untuk mendapatkan keuntungan politik. Untuk itu, PDIP akan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pemerintah.
"Itu sepenuhnya sudah ranah Presiden melalui pertimbangan mendagri terhadap kondisi yang terjadi di Banten," ujar Hasto.
Wakil Ketua Komisi II Bidang Pemerintahan DPR, Hakam Naja, mengatakan bahwa status Ratu Atut Chosiyah masih menjadi Gubernur Banten aktif meski telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kalau terdakwa baru non aktif, ini kan tersangka tapi ditahan," kata Hakam.
Sehingga, menurut Hakam, Wakil Gubernur Rano Karno bisa menjadi pelaksana tugas gubernur. "Wakil bisa menjadi semacam ex officio, menjalankan tugas-tugas Gubernur, kalau sudah masuk pengadilan baru dia nonaktif," kata Hakam.
Sebab, dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan, jika seorang Gubernur masih tersangka, tidak serta merta menyebabkan Atut diberhentikan menjadi Gubernur. Kata Hakam, Rano Karno bisa menjadi Gubernur ketika keputusan hukum terhadap Atut sudah tetap.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Malik Haramain, menilai bahwa posisi Atut yang ditahan saat ini tak memungkinkan memimpin pemerintahan Banten dengan baik. Sehingga, kata dia, pemerintah pusat harus segera mengambil tindakan cepat untuk menjamin pemerintahan Banten tetap efektif dan bisa melaksanakan pelayanan publik.
"Sikap pemerintah pusat yang menunggu status Atut berikutnya, secara politik, akan merugikan masyarakat Banten dan menimbulkan ketidakpastian," kata Malik.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan Banten, kata Malik, DPRD Banten segera melaksanakan rapat paripurna istimewa dan merekomendasikan usulan penonaktifan Ratu Atut kepada Kementerian Dalam Negeri.
Berawal dari Lebak
"Jadi otoritas untuk menjalankan pemerintahan ada pada beliau," kata Eva di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.
Untuk itu, perlu pendelegasian kepada anak buahnya di pemerintahan untuk memastikan tugas-tugas pelayanan masyarakat di Banten terus berlangsung. "Bu Atut tahu bagaimana mengendalikan pemerintahan dan mengerahkan sumberdaya termasuk SDM seperti wakil gubernurnya untuk mengeksekusi (tugasnya)," kata dia.
Hal yang sama diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Menurutnya, PDIP --tempat Wakil Gubernur Rano Karno berasal-- sejak awal tidak ingin memanfaatkan persoalan hukum Atut untuk mendapatkan keuntungan politik. Untuk itu, PDIP akan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pemerintah.
"Itu sepenuhnya sudah ranah Presiden melalui pertimbangan mendagri terhadap kondisi yang terjadi di Banten," ujar Hasto.
Wakil Ketua Komisi II Bidang Pemerintahan DPR, Hakam Naja, mengatakan bahwa status Ratu Atut Chosiyah masih menjadi Gubernur Banten aktif meski telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kalau terdakwa baru non aktif, ini kan tersangka tapi ditahan," kata Hakam.
Sehingga, menurut Hakam, Wakil Gubernur Rano Karno bisa menjadi pelaksana tugas gubernur. "Wakil bisa menjadi semacam ex officio, menjalankan tugas-tugas Gubernur, kalau sudah masuk pengadilan baru dia nonaktif," kata Hakam.
Sebab, dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan, jika seorang Gubernur masih tersangka, tidak serta merta menyebabkan Atut diberhentikan menjadi Gubernur. Kata Hakam, Rano Karno bisa menjadi Gubernur ketika keputusan hukum terhadap Atut sudah tetap.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Malik Haramain, menilai bahwa posisi Atut yang ditahan saat ini tak memungkinkan memimpin pemerintahan Banten dengan baik. Sehingga, kata dia, pemerintah pusat harus segera mengambil tindakan cepat untuk menjamin pemerintahan Banten tetap efektif dan bisa melaksanakan pelayanan publik.
"Sikap pemerintah pusat yang menunggu status Atut berikutnya, secara politik, akan merugikan masyarakat Banten dan menimbulkan ketidakpastian," kata Malik.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan Banten, kata Malik, DPRD Banten segera melaksanakan rapat paripurna istimewa dan merekomendasikan usulan penonaktifan Ratu Atut kepada Kementerian Dalam Negeri.
Berawal dari Lebak
KPK menahan Ratu setelah memeriksa selama lima jam. Atut menjadi tersangka dalam dua kasus – suap pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Banten, di Mahkamah Konstitusi dan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.
Pada kasus Pilkada Lebak, Atut lebih dulu diperiksa. Diawali dengan ditangkapnya sang adik, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan oleh KPK pada 2 Oktober 2013, nama Atut ikut terseret. Wawan dicokok di dekat kediamannya di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, beberapa jam setelah KPK menangkap mantan Ketua MK Akil Mochtar di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Wawan ditangkap bersama seorang pengacara bernama Susi Tur Andayani. Wawan diduga menyuap Akil Mochtar Rp1 miliar melalui Susi – pengacara salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin, yang menggugat pilkada itu ke MK. Susi juga dekat dengan Akil Mochtar dan pernah magang di kantor advokat milik Akil di Pontianak, Kalimantan Barat. Akil, Wawan, dan Susi lantas ditetapkan KPK sebagai tersangka dan mendekam di Rutan KPK selama proses pemeriksaan.
Pilkada Lebak yang digelar 31 Agustus 2013 dimenangkan oleh pasangan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi yang didukung koalisi Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Hanura, Partai Gerindra, PPP, PKS, dan PPNU. Mereka menang dengan perolehan suara 407.156 suara (62,37 persen). Sementara posisi kedua ditempati oleh Amir Hamzah-Kasmin yang diusung Partai Golkar dengan perolehan suara 226.440 (34,69 persen).
Pasangan Amir Hamzah-Kasmin kemudian menggugat hasil Pilkada Lebak itu ke MK atas tuduhan penggelembungan suara. Amir Hamzah yang ketika bertarung dalam Pilkada Lebak 2013 masih menjabat sebagai Wakil Bupati Lebak, menuding kemenangan Iti akibat intervensi birokrasi dari sang ayah, Mulyadi Jayabaya – Bupati Lebak yang menjabat.
Mulyadi Jayabaya dan Amir Hamzah yang selama lima tahun terakhir berpasangan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak, rupanya pecah kongsi pada Pilkada Lebak 2013 karena majunya putri kandung Mulyadi, Iti Octavia, sebagai calon bupati yang mengincar kursi nomor satu Lebak guna menggantikan sang ayah. Iti merupakan anggota Fraksi Demokrat di DPR.
Gugatan kubu Amir Hamzah lantas dikabulkan MK. Majelis hakim yang saat itu diketuai Akil Mochtar memutuskan Pilkada Lebak perlu diulang. MK menilai telah terjadi pelanggaran serius yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif dalam Pilkada Lebak. Namun pada pilkada ulang yang berlangsung 14 November 2013, pasangan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi kembali menang.
Dalam upaya menyuap Akil Mochtar soal sengketa Pilkada Lebak itulah Atut diduga membantu adiknya, Wawan. “KPK secara solid memutuskan menetapkan Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka berkaitan dengan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten. Ratu Atut diduga bersama-sama atau turut serta (melakukan tindak pidana) dengan tersangka yang sudah ditetapkan sejak awal, TCW (Tubagus Chaeri Wardana),” kata Ketua KPK Abraham Samad.
Pertemuan di Singapura
Pada kasus Pilkada Lebak, Atut lebih dulu diperiksa. Diawali dengan ditangkapnya sang adik, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan oleh KPK pada 2 Oktober 2013, nama Atut ikut terseret. Wawan dicokok di dekat kediamannya di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, beberapa jam setelah KPK menangkap mantan Ketua MK Akil Mochtar di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Wawan ditangkap bersama seorang pengacara bernama Susi Tur Andayani. Wawan diduga menyuap Akil Mochtar Rp1 miliar melalui Susi – pengacara salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin, yang menggugat pilkada itu ke MK. Susi juga dekat dengan Akil Mochtar dan pernah magang di kantor advokat milik Akil di Pontianak, Kalimantan Barat. Akil, Wawan, dan Susi lantas ditetapkan KPK sebagai tersangka dan mendekam di Rutan KPK selama proses pemeriksaan.
Pilkada Lebak yang digelar 31 Agustus 2013 dimenangkan oleh pasangan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi yang didukung koalisi Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Hanura, Partai Gerindra, PPP, PKS, dan PPNU. Mereka menang dengan perolehan suara 407.156 suara (62,37 persen). Sementara posisi kedua ditempati oleh Amir Hamzah-Kasmin yang diusung Partai Golkar dengan perolehan suara 226.440 (34,69 persen).
Pasangan Amir Hamzah-Kasmin kemudian menggugat hasil Pilkada Lebak itu ke MK atas tuduhan penggelembungan suara. Amir Hamzah yang ketika bertarung dalam Pilkada Lebak 2013 masih menjabat sebagai Wakil Bupati Lebak, menuding kemenangan Iti akibat intervensi birokrasi dari sang ayah, Mulyadi Jayabaya – Bupati Lebak yang menjabat.
Mulyadi Jayabaya dan Amir Hamzah yang selama lima tahun terakhir berpasangan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak, rupanya pecah kongsi pada Pilkada Lebak 2013 karena majunya putri kandung Mulyadi, Iti Octavia, sebagai calon bupati yang mengincar kursi nomor satu Lebak guna menggantikan sang ayah. Iti merupakan anggota Fraksi Demokrat di DPR.
Gugatan kubu Amir Hamzah lantas dikabulkan MK. Majelis hakim yang saat itu diketuai Akil Mochtar memutuskan Pilkada Lebak perlu diulang. MK menilai telah terjadi pelanggaran serius yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif dalam Pilkada Lebak. Namun pada pilkada ulang yang berlangsung 14 November 2013, pasangan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi kembali menang.
Dalam upaya menyuap Akil Mochtar soal sengketa Pilkada Lebak itulah Atut diduga membantu adiknya, Wawan. “KPK secara solid memutuskan menetapkan Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka berkaitan dengan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten. Ratu Atut diduga bersama-sama atau turut serta (melakukan tindak pidana) dengan tersangka yang sudah ditetapkan sejak awal, TCW (Tubagus Chaeri Wardana),” kata Ketua KPK Abraham Samad.
Pertemuan di Singapura
Beberapa saat setelah Wawan dan Akil ditangkap KPK, terungkap bahwa Akil, Wawan, dan Atut pernah berada di Singapura pada hari yang sama. Akil berangkat ke Singapura pada 21 September 2013, pukul 05.08 WIB, menggunakan maskapai Singapore Airlines bernomorpenerbangan SQ953. Selisih dua jam dari Akil, Atut juga terbang ke Negeri Merlion menumpang Singapore Airlines. Sehari sebelumnya, Wawan sudah lebih dulu berangkat ke Singapura.
Berdasarkan manifes penumpang Singapore Airlines, Atut dan Akil bahkan tercatat menumpang pesawat dengan nomor penerbangan yang sama, SQ953. Bedanya, Akil terdaftar di manifes penumpang berangkat pukul 05.08 WIB, sedangkan Ratu Atut pukul 06.50 WIB. Pengacara Akil, Otto Hasibuan, mengatakan kliennya tak tahu andai ia satu pesawat dengan Atut.
“Dia tidak pernah bertemu dengan Atut di pesawat. Kan bisa saja mereka satu pesawat, tapi saling tidak tahu,” kata Otto. Menurutnya, Akil pergi ke Singapura bukan untuk bertemu Atut maupun Wawan, melainkan guna mengobati syarafnya yang terjepit ke Rumah Sakit Mouth Elizabeth.
Namun pengacara Wawan, Pia Akbar Nasution, mengakui kliennya bertemu Akil di Singapura. Menurutnya, pertemuan itu tak disengaja. Wawan pergi ke Singapura untuk nonton balap mobil F1, sedangkan Atut menyusul ke Singapura untuk keperluan lain. Ketika akhirnya Wawan bertemu Akil, ia disebut hanya membahas dan berkonsultasi tentang hal-hal yang bersifat umum.
Pia membenarkan soal pilkada disinggung dalam pertemuan Wawan dan Akil. “Betul, ada soal bagaimana pilkada, tapi tidak bicara kasus spesifik. Pertemuan itupun hanya sebentar karena Pak Wawan dengan teman-temannya, dan Pak Akil juga dengan teman-temannya,” ujar dia. (ren)
Berdasarkan manifes penumpang Singapore Airlines, Atut dan Akil bahkan tercatat menumpang pesawat dengan nomor penerbangan yang sama, SQ953. Bedanya, Akil terdaftar di manifes penumpang berangkat pukul 05.08 WIB, sedangkan Ratu Atut pukul 06.50 WIB. Pengacara Akil, Otto Hasibuan, mengatakan kliennya tak tahu andai ia satu pesawat dengan Atut.
“Dia tidak pernah bertemu dengan Atut di pesawat. Kan bisa saja mereka satu pesawat, tapi saling tidak tahu,” kata Otto. Menurutnya, Akil pergi ke Singapura bukan untuk bertemu Atut maupun Wawan, melainkan guna mengobati syarafnya yang terjepit ke Rumah Sakit Mouth Elizabeth.
Namun pengacara Wawan, Pia Akbar Nasution, mengakui kliennya bertemu Akil di Singapura. Menurutnya, pertemuan itu tak disengaja. Wawan pergi ke Singapura untuk nonton balap mobil F1, sedangkan Atut menyusul ke Singapura untuk keperluan lain. Ketika akhirnya Wawan bertemu Akil, ia disebut hanya membahas dan berkonsultasi tentang hal-hal yang bersifat umum.
Pia membenarkan soal pilkada disinggung dalam pertemuan Wawan dan Akil. “Betul, ada soal bagaimana pilkada, tapi tidak bicara kasus spesifik. Pertemuan itupun hanya sebentar karena Pak Wawan dengan teman-temannya, dan Pak Akil juga dengan teman-temannya,” ujar dia. (ren)