A. Pengertian Filsafat
Filsafat sebenarnya bukan bidang ilmu yang rumit kompleks dan sulit dipahami secara depenitif, selama
manusia hidup tak seorangpun dapat terhindar dari filsafat. Sehingga dengan kenyataan tersebut filsafat sebenarnya sangat mudah di pahami. Jika seseorang berpandangan bahwa dalam hidup ini materilah yang essensial dan mutlak, maka orang tersebut berfilsafat Materialisme. Demikian pula jika seorang berpandangan bahwa dalam hidup ini yang terpenting adalah kenikmatan, kesenangan dan kepuasan lahiriah, maka paham ini disebut Hedonisme.Secara etimologis istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philein” yang artinya “cinta” dan “Sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijakan” atau “wisdom”. Secara harpiah istilah filsafat bermakna cinta kebijaksanaan. Hal ini sesuai dengan timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya di bawah naungan filsafat. Namun demikian jika kita membahas hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup banyak bidang antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan, etika, logika, dan sebagainya. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan muncul pula filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, Ilmu Pengetahuan, agama dan bidang ilmu lainnya.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokan menjadi dua macam sebagai berikut.:
- Pertama : Filsafat yang mencakup pengertian.
- Kedua : Filsafat dalam proses yang diartikan dalam bentuk suatu aktifitas, berfilsafat dalam proses pemecahan suatu masalah dengan menggunakan cara dan metode yang sesuai dengan objeknya.dalam pengertian ini filsafat tak lagi hanya merupakan kumpulan dogma yang hanya di yakini dan dipahami tetapi lebih merupakan suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metoda tersendiri.
Cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:
1. Metefisika, yang membahas hal-hal yang bereksistensi dibalik fisis, meliputi bidang antologi, kosmologi dan antropologi.
2. Epistomologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3. Metodologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4. Logika, yang berkaitan dengan persoalan filsafat berpikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil befikir yang benar.
5. Etika, yang berkaitan dengan moralitas tingkah laku manusia.
6. Estetika, yang berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.
Berdasarkan cabang-cabang filsafat inilah kemudian muncul berbagai macam aliran filsafat.
B. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila merupakan satu sistem filsafat, pengertiannya adalah satu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh.
Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Satu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai pungsi-pungsi terswndiri.
3. Saling berhubungan dan saling bergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
1. Susunan Kesatuan Sila-sila Yang Bersifat Organis
Pancasila merupakan suatu kesatuan dasar fffilsafat Negara Indonesia yang terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan asas peradaban Pancasila merupakan satu kesatuan majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya serta tak bertentangan satu sila dengan sila yang lainnya.
Pancasila secara filosofis bersumber pada hakikat dasar antologis manusia sebagai pendukung dari inti dan isi sila-sila Pancasila yaitu hakikatnya manusia “monopluralis” yang memiliki unsur-unsur ‘susunan kodreat” jasmani-rohani, sifat kodrat individu mahluk sosial. Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis. Demikian pula dengan Pancasila yang merupakan penjelmaan monopluralis manusia. Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersifat organis.
2. Susunan Pancasila Yang Bersifat Hirarkis Dan Berbentuk Piramidal
Kalau dilihat dari intinya urut-urutan lima sila merupakan suatu rangkaian tingkat dalam luas dan isinya merupakan penghususan dari sila-sila pemulanya.kesatuan sila-sila Pancasila yang memiliki susunan hierarkis pyramidal ini maka sila ketuhananan yang maha esa menjadi basis dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan seterusnya. Sebaliknya ketuhananan yang maha esa adalah ketuhananan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga dalam setiap sila senantiasa terkandung sila lainnya.
Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai dasar dan filsafat Negara, maka segala hal yang berkaitan dengan sifat dan hakikat Negara harus sesuai dengan landasan sila-sila Pancasila.maka hakikat dan intisari sila-sila Pancasila adalah sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, sesuai dengan hakikat manusia, sesuai dengan hakikat satu, sesuai dengan hakikat rakyat, dan terahir harus sesuai dengan hakikat adil.
Rumusan Pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal secara terperinci ialah:
1. Sila pertama meliputi dan menjiwai sila kedua, ketiga, keempat dan kelima.
2. Sila kedua diliputi dan dijiwai sila kesatu meliputi dan menjiwai sila ketiga keempat dan kelima.
3. Sila ketiga diliputi dan dijiwai sila kesatu dan kedua meliputi dan menjiwai sila keempat dan kelima.
4. Sila keempat diliputi dan dijiwai sila kesatu, kedua dan ketiga meliputi dan menjiwai sila kelima.
5. Sila kelima diliputi dan dijiwai sila kesatu, kedua, ketiga dan keempat.
3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualipikasi.
Kesatuan sila-sila yang “majemuk tunggal” “hierarkis pyramidal” saling mengisi dan saling mengkualifikasi, dengan kata lain disetiap sila dikualisi oleh keempat sila lainnya.
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat.
Secara filosofis Pancasila sebagai satu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar antropologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain filsafat di dunia.
1. Dasar Antropologi Sila-sila Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila memiliki satu kesatuan dasar antologis. Dasar antologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak mono pluralis. Karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri. Sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara antologis memiliki hal-hal yang mutlak, oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai mahluk pribadi, berdiri sendiri dan sebagai mahluk Tuhan inilah maka secara hierarkis sila pertama ketuhananan yang maha esa mendasari dan menjiwai keempat sila Pancasila yang lainnya.
Sila pertama, Ketuhananan Yang Maha Esa mendasasri keempat sila Pancasila yang lainnya. karena Negara sebagai lembaga kemanusiaan dan manusia adalah mahluk Tuhan Yang Maha Esa.
Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila selanjutnya. Pengertian tersebut hakikatnta mengandung makna sebagai berikut : rakyat sebagai unsur pokok Negara dan rakyat merupakan totalitas individu-individu yang bersatu yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai dua sila Pancasila diatasnya mendasari dan menjiwai dua sila selanjutnya.
Sila Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusawaratan perwakilan. Rakyat adalah sejumlah manusia-manusia, orang-orang warga dalam suatu wilayah Negara. Maka hakikat rakyat adalah sebagai akibat bersatunya manusia sebagai mahluk Tuhan yang maha esa dalam suatu wilayah Negara tertentu.
Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan di jiwai keempat sila sebelumnya. Keadilan adalah akibat adanya Negara kebangsaan dari manusia-manusia yang berketuhanan yang maha esa. Sila keadilan sosial adalah tujuan keempat sila lainnya.
2. Dasar Epistomologis Sila-sila Pancasila
Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila merupakan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam menyelesasikan masaalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi idiologi yang memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu ;
1) Logos yaitu rasionalitas penalaran,
2) Pathos yaitu penghayatannya dan
3) Ethos yaitu kesusilaannya.
Dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau manusia merupakan basis onrologis dari Pancasila. Dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistomologi, yaitu yang di tempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
Tiga persoalan mendasar dalam epistemology yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri bukan beasal dari bangsa lain. Dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Oleh karena itu sumber pengetahuan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adapt istiadat serta kebudayaan dan nilai religius. Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensi. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila.
Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu isi arti Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Isi arti sila-sila Pancasila yang umum universal ini meupakan intisari atau essensi Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik pada pelaksanaan bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia dalam realisasi praktis dalam berbagai bidang kehidupan kongkrit. Kedua isi arti Pancasila yang umum kolektif yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia .ketiga isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praktis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang husus kongkrit serta dinamis.
Konsepsi dasar ontologos sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistomologi Pancasila. Hakikat manusia unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (Jasmani) dan Jiwa (Rokhani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-unsur : fisis Onorganis, Vegetatif, Animal. Adapun unsur jiwa (Rokhani) manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu : akal.
Pengetahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam kaitannya dengan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran sebagai berikut : memoris, reseptif, kritis, dan kreatif. Adapun potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transfirmasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi, imajinasi, asosiasi, anilogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Berdasarkan tingkatan tersebut di atas maka Pancasila mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai amat beraneka ragam tergantung pada sudut pandangnya masing-masing.
Max Sscheler mengemukakan tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi empat tingkatan sebagai berikut : 1) Nilai-nila kenikmatan, yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak enak. 2) Nilai-nilai kehidupan misalnya kesegaran jasmani, kesehatan. Serta kesejahteraan umum. 3) Nilai-nilai kejiwaan. Nilai-nilai semacam ini antara lain nilai keindahaan, kebenaran dan pengetahuan murni yang dicapai dalam fisafat. 4) Nilai-nilai kerokhanian Nilai-nilai semacam itu terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Pandangan dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 1) Nilai material. segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan. 3) Nilai-nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rokhani manusia.
Berdasarkan uraian di atas dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bersifat material saja akan tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial. Bahkan sesuatu yang bersifat nonmaterial itu mengandung nilai. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur yaitu menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya seperti berat, panjang, lebar, luas dan sebagainya. Dalam menilai hal-hal yang bersifat nonmaterial rokhaniah yang menjadi alat ukur adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
Menurut Notonagoro bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerokhanian yang mengakui nilai material dan nilai vital yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkhis dimana sila pertama yaitu Ketuhananan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan Sila Keadilan Sosial sebagai tujuannya
Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai lima merupakan cita-cita harapan dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia.
Bangsa Indonesia dalam hal ini merupakan pendukung nilai-nila Pancasila. Bangsa Indonesia itulah yang menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai suatu dasar-dasar nilai.maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengemban nlai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila nilai ketuhananan adalah termasuk nilai yang tertinggi karena ketuhananan adalah bersifat mutlak. Berikutnya sila kemanusiaan, adalah sebagai pengkhususan nilai ketuhananan karena manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ketuhananan dan nilai kemanusiaan dilihat dari tingkatannya adalah lebih tinggi daripada nilai-nilai kenegaraan yang terkandung didalam ketiga sila lainya. Karena ketiga nilai tersebut berkaitan dengan kehidupan kenegaraan, hal ini sebagai mana dijelaskan dalam pokok pikiran keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa negara adalah berdasarkan atas ketuhananan yang Maha Esa berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Suatu hal yang perlu diperhatikan yaitu mesikipun nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila berbeda-beda dan memiliki tingkatan serta luas yang berbeda-beda pula namun keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak saling bertentangan. Misalnya peraturan perundang-undangan makan nilai-nilai ketuhananan adalah yang tertinggi dan berisfat mutlak oleh karena itu hukum positif di Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini tidak dapat bertentangan dengan nilai-nilai ketuhananan.
D. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhananan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah merupakan seuatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society). Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama).
Pancasila tergolong nilai kerokhanian, akan tetapi nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Selain itu dalam Pancasila yang merupakan nilai-nilai kerokhanian itu di dalamnya terkandung nilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, vital, kebenaran (kenyataan), estetis, etis maupun nilai religius. Selain itu secara kausalitas nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan juga subjektif.
Rumusan dari nilai-nilai Pancasila menunjukan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum konsekuensinya jikalau nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu diubah maka sama halnya dengan pembubaran negara Proklamasi 1945, hal ini sebagaimana terkandung dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 diperkuat tap. No. V/MPR/1973. Jo. Tap. No.IX/MPR/1978.
Keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terletak pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofi bangsa Indonesia.
2) Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3) Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan nilai religius, yang manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara yurudis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fudamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila yang bilamana dianalisis makna yang terkandung didalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhananan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Hal itu dapat disimpulkan bahwa keempat pokok pkiran tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sila-sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara, yang realisasi berikutnya perlu diwujudkan atau dijelmakan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945.
Dalam pengertian seperti inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggara negara. Ini mengandung arti bahwa kehidupan kenegaraan harus didasarkan pada moral etik yang bersumber pada nilai-nilai ketuhananan yang Maha Esa dan menjunjung moral kemanusiaan yang beradab.
E. Inti Isi Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya namun kesemuanya tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila yang lainya. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut
1. Sila Ketuhananan Yang Maha Esa
Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan undang-undang negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhananan Yang Maha Esa.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebagsaan, dan kemasyarakatan.nilai kemanusiaan ini bersumber kepada dasar filosofis dan antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Dalam kehidupan kenegaraaan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Nilai yang terkandung dalam kekmanusiaan yang adil dan beradab yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama mengembangakan sikap saling mencintai sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia
Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikat diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika.
Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama untuk meralisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Negara adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila kedua adalah (1) adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun secara moral terhadap Tuhan yang Maha Esa (2) menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (3) menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama. (4) mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia. (5) mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu. Kelompok, ras, suku maupun agama. (6) mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab. (7) menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab. (8) mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negara serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama meliputi (1) keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban. (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. (3) keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik.
Pustaka.
---------------------------------